O, ANAKKU, ROMOKU

Sebuah Kisah Kecil dari Rumah Sakit St. Carolus, Jakarta

Aku mencoba merasakan dan mengungkapkan sejuta rasa keibuan seorang ibu yang anak Romonya terbaring lemah karena sakit kanker yang dideritanya, lalu mencoba bertanya:Tuhan, apakah aku mengandung, melahirkan, merawat dan merelakan dia untuk menjadi imam-Mu hanya untuk menjadi korban?

Kemarin ketika mengayunkan langkah memasuki kamar perawatan seorang imamku, Romo Angky Kelbulan, aku melihat sosok seorang wanita hebat duduk di samping putranya tanpa banyak kata. Wanita itu mencoba tersenyum memandangku walaupun aku tahu pasti bahwa ia hanya memaksa tersenyum dari jutaan kegetiran hatinya sebagai seorang ibu, yang harus menyaksikan putranya berjuang melawan sakit dan ganasnya kanker yang menyerangnya.

Selama berada di ruang Romo Angky dan menyaksikan kegetiran hati ibunya yang setia menemaninya, aku benar-benar dibawa ke kaki salib dan merasakan secara nyata lukisan patung Pieta yang kesohor itu, di mana tubuh lunglai Sang Putra berada di atas pangkuan ibu-Nya Maria.
Apakah Bunda Maria berteriak menyalakan Allah-Nya?
Apakah ia mengutuk para algojo dan tua-tua Israel yang telah menyebabkan kematian sang buah hatinya? Tidak! Karena Bunda Maria sadar akan janjinya: “Aku ini hamba Tuhan. Terjadilah padaku menurut perkataanmu!”

Sejenak aku tersadar bahwa aku bukan sedang berada di bukit Golgota. Aku tidak berada bersama wanita yang kesohor karena kesabaran dan ketabahannya itu, Bunda Maria, tapi aku berhadapan dengan seorang ibu biasa, seorang wanita kampung yang sederhana, yang hanya tahu bahwa ia pernah mempersembahkan dan merelakan putra kesayangannya untuk menjadi imam Kristus, yang imamatnya masih sangat mudah, belum sampai 5 tahun, yang belum banyak berbuat untuk umat yang dipercayakan kepadanya. Namun, sekarang dia harus berjuang melawan kanker ganas yang menggerogotinya dalam beberapa bulan terakhir ini.

O, buah hatiku yang kusayangi?
Mengapa jalan hidup imamatmu begitu berliku?
Mengapa engkau harus melewati via dolorosa yang sangat berat?
Anakku,
Andaikan aku diberi sedikit saja kesempatan oleh Tuhanmu dan Tuhanku untuk memilih, maka akan kuminta deritamu ini untuk mama. Biarlah engkau, anakku menjadi Imam Kristus yang harus menghantar jiwa-jiwa kepada keselamatan.
Tapi,
Apa boleh buat? Tuhan yang telah memilih salib berat ini dan meletakkan di atas pundakmu, maka mama hanya berserah, sabar dan setia mendampingimu dalam setiap helaan nafas derita yang engkau tanggung.

Anakku, Romoku,
Yang aku miliki sebagai seorang ibu saat ini hanyalah kasih yang tak berbatas untukmu; Kasih seorang ibu yang akan setia menemanimu di jalan deritamu seraya memohon, jika saja Tuhanmu dan Tuhanku menghendaki maka tidak ada yang mustahil terjadi padamu.

Anakku, Romoku,
Mama akan selalu menanti kesembuhanmu dengan iman dan kesabaran. Kuyakin dalam kegetiran hati seorang ibu bahwa yang Tuhan kehendaki adalah yang terbaik. Satu hal yang akan selalu kusyukuri adalah rahimku telah dipilih untuk mengandung seorang imam-Nya. Ya, anakku, engkau adalah imam Kristus sampai selamanya.

Di doa Mama, namamu kusebut

Ditulis oleh: Mgr. Inno Ngutra: Minnong – Duc in Altum