Category: Opini
MEMBENCI KELUARGA – NYAWA KITA
Lukas 14:35-33 Ada semacam desakan dalam Injil kali ini agar kita bisa “membenci” orang-orang yang memiliki hubungan darah yang sungguh amat dekat dengan kita. Bahkan harta besar yang kita miliki, nyawa kita sendiri. Tapi apakah arti membenci yang diminta Tuhan saat ini? Apakah membenci sebagaimana kita pahami selama ini? Tentu tidak. Membenci disini dimaksudkan sebagai
KEKRISTENAN DAN PESTA PADUAN SUARA
Kekristenan itu tidak bisa direduksi dinamikanya sekedar memainkan ritme kalender liturgi tahunan atau bahkan turun lagi sekedar kekompakan menyanyikan secara indah nyanyian liturgi dalam kekompakan busana dan gerak tubuh. Kekristenan atau termasuk mengerucut kecil di dalamnya dimensi eklesialitas itu, sebenarnya jauh lebih luas bahkan lebih dalam dari sekedar nyanyi-bernyanyi. Apalagi sekedar soal naik dan turun
KESEHATAN MENTAL ITU PRIORITAS!
Kesehatan mental adalah sesuatu yang dimiliki setiap manusia. Alangkah baik jika kita menaruh perhatian untuk menjaga kesehatan mental sebagaimana kita menaruh perhatian untuk menjaga dan merawat kesehatan fisik atau tubuh jasmaniah kita. Terkadang kita berusaha sedapat mungkin untuk merawat mental kita agar tetap sehat, namun tak jarang kita menjumpai banyak kesulitan. Hal ini bisa terjadi
KISAH PERAHU KOSONG
_Dari atas Kapal Fery Ambon – Waipirit Seram Barat_ _Datang dengan kekosongan, pulang dalam kelimpahan_ Dengan segumpal kecewa dan di luar nalar sehat aku harus membersihkan jalaku. Kutanya danau, ” *apa salah dam dosaku sehingga engkau tidak memberiku ikanmu* ?” Tapi danau itu tetap diam membisu memandangiku yang sedang galau. Tiba-tiba ada Suara yang memanggil
TIDAK OK? ITU NORMAL!
Tak seorang pun merasa bahagia setiap saat. Pada kenyataannya, adalah sangat normal bagi kita untuk sewaktu-waktu tidak merasa OK dalam menjalani kehidupan ini. Entah kita hanya merasa “down”, atau kita mulai khawatir dan berpikir bahwa perasaan tidak OK ini akan menjadi sebuah masalah kesehatan mental, janganlah pernah berpikir dan merasa bahwa kita sendirian dalam menghadapi
SAMBO DAN WANITA PENDOSA
Oleh: Diakon Atus Mayabubun Ferdy Sambo kini menjadi orang “yang paling terhukum di Indonesia.” Bahkan mungkin tak ada lagi ruang pengampunan baginya. Orang berlomba-lomba untuk menjadi hakim atas dirinya. Mulai dari yang tua hingga yang muda; dari yang berkepentingan hingga tidak berkepentingan; dari yang kejahatannya terselebung hingga yang kejahatan tampak. Semua ingin agar Sambo sang
MENJADI RENDAH HATI
(Sirakh 3:17-18,20,28-29; Ibrani 12:18-19,22-24a; Lukas 14:1,7-14)Minggu, 28 Agustus 2022 RD. Novly Masriat Salah satu cara mengidentifikasi masyarakat adalah dengan membuat pengelompokan status berdasarkankan, jenis kelamin, jabatan, tingkat pendidikan, tingkat ekonomi, agama, keadaan perkawinan (janda atau duda), dan lain sebagainya. Salah satu kebutuhan manusia adalah penghormatan atau penghargaan terhadap diri karena status-status terebut. Partisipasi dalam kegiatan
Seri 16 : DICINTAIMU KUTERMANGU
*GERAKAN SATU CINTA 1000 SENYUM MGR. INNO NGUTRA, USKUP DIOSIS AMBOINA* ( _Oleh: Nn. Venska Toffy_ ) ” _Sesaat ketika kita merasa dicintai maka kekuatan dan keberanian akan keluar dari dalam diri kita untuk melakukan hal-hal yang luar biasa._” Motto Tahbisan Mgr Inno Ngutra ” *Duc In Altum*” adalah awal kisahku saat melayani di pulau
Seri 15 : MENGUKIR SENYUM MENUAI CINTA
*GERAKAN SATU CINTA 1000 SENYUM MGR. INNO NGUTRA, USKUP DIOSIS AMBOINA* ( _Oleh: Nn. Ega Hukunala_ ) ” _Sesaat ketika ada ketulusan dalam sebuah hati yang melayani dengan penuh cinta maka terukirlah seribu senyum pada wajah – wajah yang dilayani._” Aku adalah gadis sederhana dan pendiam yang berasal dari pulau Buru, dan sekarang berkuliah di
Seri 14 : KUTEMUKAN CINTA SEJATI DI HATI MEREKA
*GERAKAN SATU CINTA 1000 SENYUM MGR. INNO NGUTRA, USKUP DIOSIS AMBOINA* ( _Oleh: Nn. Maria Tunyanan_ ) ” _Kesederhanaan hidup seseorang selalu memancarkan percikan-percikan cinta tulus, yang akan membuat kita tergenggam erat dalam pelukan kasihnya yang mesra._” Aku adalah salah satu mahasiswi STPAK AMBON yang diutus oleh bapa Uskup Inno Ngutra ke Pulau Taliabu, tepatnya