
Salah satu anggota polisi yang dikagumi di republik ini adalah Jenderal Polisi Hoegeng. Kisah hidup tentang sosok yang pernah menjadi orang nomor satu di kepolisian Republik Indonesia selalu menjadi insipirasi.
Namun demikian agak naif jika hanya seorang Hoegeng yang jadi inspirasi. Ada banyak sekali oknum polisi yang punya integritas, kepedulian sosial dan komit dengan tugasnya.
Saya menyebut dengan hormat Kapolsek Nusaniwe, AKP Johan.W.MAnakotta. Sosok yang saya kagumi.
Tahun 2021, saya diutus sebagai Pastor Paroki Hati Kudus Yesus Batu Gantung Ambon.
Jauh sebelum bertugas di paroki ini saya tinggal di Biara MSC, satu kompleks dengan paroki. Paroki Hati Kudus berada dalam wilayah Polsek Nusaniwe.
Sebagai warga yang pernah tinggal di wilayah itu masih ingat bagaimana perkelahian antar kompleks nyaris terjadi setiap malam. Dini hari sampai pagi selalu saja terjadi keributan. Orang orang berlarian menghindar lemparan batu. Rumah rumah dilempar, anak anak berkejar kejaran di lorong lorong sambil berteriak histeris. Beberapa lama kemudian berkerumunlah dua kelompok pemuda, mereka saling menyerang. Peristiwa-peristiwa itu benar benar sangat mengganggu ketenangan masyarakat sekitar. Perkelahian yang seakan akan menjadi rutinitas itu berlangsung cukup lama. Setiap kali kejadian pasti banyak aparat yang datang. Akan tetapi yang mengherankan adalah masalah yang sama hampir tetap dan terus berulang kembali. Kondisi itu terjadi cukup lama kurang lebih lima tahun. Dan tak pernah ada penyelesaian.
Pagi itu, saya didatangi salah seorang umat paroki yang mengatakan Kapolsek Nusaniwe ingin bertemu. Maka terjadilan di ruang tengah pastoran itu kami berkenalan dan berbicara tentang bagaimana menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Kesan pertama, Kapolsek ini sangat komunikatif, bersahaja, supel dan terlebih ia memiliki visi yang jelas tentang bagaimana memastikan keamanan terjadi pada wilayah kerjanya.
Pada akhir pertemuan dengan senda gurau saya katakan “Bapa, sudah beberapa bulan saya ada di sini tetapi kompleks kami rasanya sudah aman tidak seperti beberapa waktu lalu, kira kira apa rahasinya?
Saya kemudian tahu betapa mengagumkan kinerja Bapa Kapolsek ini. Beliau sungguh sungguh hadir di tengah masyarakat. Sudah ratusan kali beliau mengadakan pertemuan dengan semua stakeholders di Kecamatan Nusaniwe. Kunjungan ke Gereja dan Masjid menjadi langganan beliau. Pada akhir Misa, Ibadah atau Sholat, beliau diberi mimbar untuk berbicara. Ia berbicara dan menghimbau masyarakat tentang bagaimana menjaga ketertiban dan keamanan. Ia menghimbau kepada orang tua untuk menjaga anak anaknya. Kepada orang muda agar melakukan kegiatan kegiatan kreatif. Tidak cukup di Gereja/Masjid, ia juga mengunjungi semua Tokoh Agama, Pemerintah Kecamatan, Ketua RT, Organisasi Pemuda, Organisasi kemasyarakatan (ormas), kelompok Ibu ibu, sekolah, sopir, tukang ojek bahkan beliau langsung bertemu dengan anak anak kompleks yang bertikai. Semua ini dilakukan secara konsisten.
Pada kesempatan lain saya mendengar langsung bagaimana Bapa Johan menjelaskan tentang tiga hal kunci bahkan mutlak dimiliki oleh aparat kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban dalam masyarakat.
1.Tinggalkan ego.
Karakter polisi yang bergaya ORBA (orde baru) perlu ditinggalkan; gaya bos, gaya pejabat adalah masa lalu. Paradigma baru seorang polisi adalah berkarakter humanis. Hadir dan dekat dengan masyarakat. Tahu tentang apa yang terjadi di tengah masyarakat baik yang menggembiarakan maupun yang menyedihkan. Terlibat secara aktif dengan hidup masyarakat. Ikut acara acara mereka. Datangi masyarakat sebagai sahabat atau teman. Tidak duduk duduk saja di kantor. Juga secara sigap Memberikan perhatian kepada hak hak korban, laporan laporan masyarakat, Jangan diabaikan. Diusut sampai tuntas, jangan mengambang, tidak jelas.
2.Tingkatkan kegiatan silaturahmi.
Aparat sebagai bagian dari masyarakat perlu turun menyapa, berbicara dari hati ke hati. Bahkan masuk ke dalam lingkaran warga, pemuda, anak anak pun para “preman”. Apa tujuannya? Supaya mereka di bawa masuk ke dalam jaringan kita yang aman. Menjadikan mereka sebagai bagian dari mitra polisi. Hal ini hanya dimungkinkan apabila aparat terus menerus membangun silaturahmi dengan semua lapisan masyarakat. Jangan tunggu ada masalah baru berkunjung ke mereka. Jalinan hati yang terus dibangun akan dengan sangat mudah mencairkan segala kebekuan. Relasi kita tidak berjarak karena hati kita ada dan dekat dengan semua warga masyarakat.
3.Cepat datang di TKP
Rumus Bapa Johan adalah 10 menit pertama sudah harus ada di TKP. Apabila baru 2 orang berantem akan sangat mudah diatasi. Jangan biarkan 2 orang tadi berkembang menjadi 5 lawan 5, 10 lawan 10. Belum lagi jika sudah berkerumun orang orang yang menonton, lalu timbul provokasi. Kerja aparat akan jadi lebih berat. Karena itu lebih baik cepat datang menghadapi dua orang yang berantem daripada lamban, mengabaikan panggilan darurat yang ujungnya adalah konflik semakin meluas. Aparat kewalahan, semua pihak menjadi korban.
Tiga pendekatan inilah yang ditempuh oleh Bapa Johan. Beliau menambahkan, untuk sampai pada titik rasa aman di Nusaniwe, bukan usah sebentar alias sekali jadi. Ada riak riak kecil, tetapi butuh perjuangan, kesabaran, konsistensi, niat yang tulus disertai dengan pengorbanan.
Perkelahian atau kekerasan di tempat lain tentu memiliki latar belakang sosial budaya namun bukan itu yang menjadi alasan. Kekerasan tetaplah kekerasan dan itu ada di mana mana, tidak memilih budaya atau kultur. Maka kehadiran aparat sebagai pengayom masyarakat dengan tagline POLISI UNTUK MASYARAKAT haruslah bermuara pada karakter polisi berikut ini. Polisi yang memberikan rasa aman, polisi yang humanis dan tidak arogan, polisi yang tidak anti kritik, memiliki kewenangan tetapi tidak sewenang-wenang.
AKP Johan.W.M. Anakotta adalah salah satu model polisi yang lahir dari masyarakat dan kini selalu hadir di tengah masyarakat.
Pastor Jemy Balubun, MSC
Keuskupan Amboina