Mahasiswa yang berkisah ini akan diwisuda menjadi Sarjana Pendidikan esok. Semoga Tuhan membuka jalan baginya untuk meraih cita dan mimpinya
LIKA-LIKU KISAH PERJUANGAN MAHASISWA-MAHASISWIKU DI SEKOLAH TINGGI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK ST. YOHANES PENGINJIL POKA, AMBON – MALUKU
Pengantar
Pada hari Sabtu, 05 sampai Minggu, 06 Desember 2020 hari ini lewat bantuan beberapa teman aku mendapatkan sedikit dana untuk membiayai kegiatan REKOLEKSI dari para mahasiswa/i-ku dari Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Katolik ( STPAK ) Poka, Ambon.
Ketika masuk pada session II hari ini, tidak tahu kenapa tapi akhirnya dari mulutku keluar materi yang secara spontan berpindah dari tema “ MEMPERSIAPKAN HATI SEBAGAI PALUNGAN UNTUK YESUS ,” menjadi “ MENGUAK KISAH SEDIH DIBALIK PERJUANGAN SEORANG MAHASISWA dari mahasiswa-mahasiswiku.
Aku tahu mereka yang mengsharingkan kisah mereka ini berjuang untuk tetap mengikuti kuliah walaupun tersandung dengan biaya hidup dan kuliah yang berat.
KURINDU BERTEMU AYAH WALAUPUN HANYA DALAM MIMPI
Pastor, tolong katakan kepadaku dengan jujur, “ Apakah seorang ayah yang tega meninggalkan istri dan anaknya masih tetap memiliki kerinduan untuk melihat mereka lagi?” Sekali lagi, mohon Pastor jelaskan kepadaku, “ Apakah seorang ayah yang tega meninggalkan istri dan anak darah dagingnya sendiri masih memiliki sebuah kerinduan untuk bertemu dan melihat kami?” Untuk ketiga kalinya ia mendesah sambil menitikan air mata, “ Pastor, beta rindu melihat seperti apakah wajah ayahku.”
TIba-tiba suasana rekoleksi menjadi mencekam diselimuti kesedihan yang mendalam bagi semua telinga yang mendengar kisah mahasiswaku itu. ( Seperti yang Anda lihat dalam foto pada tulisan ini ). Dia yang keseharian nampak riang gembira dan suka diganggu oleh teman-temannya dan dijadikan bahan candaan, ternyata membalut semua kisah sedihnya dengan penampilan parlentenya.
Selanjutnya dengan berat hati dan terbata-bata ia bertutur, “ aku tak meminta untuk ada di dunia ini, Pastor. Aku pun tak minta untuk dilahirkan. Jika saja aku tahu bahwa nasibku akan seperti sekarang ini maka aku akan memilih untuk tetap menjadi sebuah ketiadaan. Pastor, guna apa aku harus lahir ke dunia ini tapi tak pernah melihat seperti apakah wajah seorang laki-laki yang seharusnya kusapa sebagai ayah?” Untuk apa aku harus dilahirkan, Pastor? Suasana kembali mencekam dalam kesedihan.
Lanjutnya, aku pun diadopsi oleh saudara dari ibuku sewaktu aku masih bayi. Dan syukur bahwa aku diperlakukan sebagai anak kandung sendiri saudara ibuku.
Seiring bertumbuhnya aku, telingaku mulai mendengar semua untaian kisah sedihku. Aku sangat iri melihat teman-teman sebayaku berjalan, dikasihi dan dibelai dan dipeluk oleh tangan kekar ayah mereka; Aku iri melihat setiap teman sebayaku yang duduk riang di bahu kekar ayah mereka; Aku iri terhadap teman sebayaku ketika melihat mereka bermain, berlari dan berjalan bersama ayah kandung mereka. Lama-kelamaan semua rasa cemburuku berubah menjadi kebencian. Ya, aku sangat membenci pada sosok ayahku yang telah pergi entah ke mana. Sedangkan bayangan ayah dalam mimpi saja sudah mendatangkan kebencian, apalagi bila bertemu langsung dengan lelaki yang telah tega meninggalkan aku dan ibu ketika aku masih sangat membutuhkan kasih sayang dan lengan perkasa ayahku.
Waktu pun bergulir…Akhirnya aku berhasil masuk Seminari Persiapan Atas, satu tahun persiapan sebelum memutuskan untuk menjadi calon Imam sebagai Frater. Inilah kesempatan berahmat di mana lewat pembinaan dan pendampingan para pembina, aku dihantar untuk melupakan masa laluku yang kelam dan memaafkan sosok ayahku. Jalan panggilanku menjadi seorang Imam akhirnya tersandung di tengah jalan, tapi satu hal yang kusyukuri selama masa pembinaan itu bahwa aku telah belajar mengubah kebencian menjadi cinta kepada sosok ayahku. Cinta yang belum terpenuhi ini telah mengubah rasaku menjadi sebuah kerinduan yang membara. Ya, rindu pada sosok lelaki yang seharusnya kusapa ayah.
Pastor dan teman-teman sekalian, demikian dia menutup sharingnya; “Satu hal yang sangat kurindukan saat ini yakni Aku hanya ingin bertemu dengan sosok ayahku walaupun mungkin itu hanya dalam mimpi.”Aku rindu padamu, ayah!
Ditulis kembali oleh Rinnong – Duc in Altum