MEMBUKTIKAN KEMURNIAN IMAN AKAN KRISTUS( Bercermin pada Pengalaman Iman Para Pengungsi Kerusuhan Maluku/Maluku Utara )

DAILY WORDS, SENIN, 26 MEI 2024
PEKAN VIII MASA BIASA
BY RP. PIUS LAWE, SVD

BACAAN I : I PTR 1:3– 9
MAZMUR : Mzm 111: 1– 2. 5– 6. 9.10c
INJIL : MRK 10: 17 –27

Pokok Pikiran : # Orang-orang Kristen mengungsi untuk mempertahankan iman akan Kristus dan hidupnya. # Kerusuhan sebagai bentuk cobaan untuk memurnikan iman sebagaimana ditulis oleh St. Petrus dalam suranya yang pertama. # Ketahanan iman hanya mungkin jika seseorang yakin akan janji Allah # Orang muda yang kaya di dalam cerita Injil sungguh melekat dengan harta duniawi sehingga memilih untuk tinggalkan Yesus dengan perasaan sedih. # Introspeksi untuk saya sebagai seorang imam dan biarawan misionaris, dan untuk saudara/i: sudahkan kita melepaskan berbagai macam cobaan meski harus melepaskan semua kemelekatan demi Yesus?

@ Sebagian besaar umat Katolik paroki St. Yohanes Penginjil Masohi mengalami secara langsung kerusuhan yang timbul akibat konflik horizontal berbasis agama terjadi di Maluku dan Maluku Utara pada tahun 1999 – 2000 – an. Konflik yang memakan korban ribuan jiwa ini telah memporak-porandakan tatanan masyarakat adat di Maluku yang kental dengan hubungan Pela dan Gandong-nya. Konflik horizontal yang jika ditelusuri secara cermat, sebenarnya merupakan konflik antara preman Maluku di Jakarta dan terus menjalar ke wilayah Maluku dan Maluku Utara dengan menyulut agama sebagai isu provokatif-nya. Padahal bukan! Ada kelompok elite yang mungkin memboncengi agama sebagai pemicu konflik untuk memenangkan kepentingannya masing-masing. Umat beragama jadi korbannya. Mereka diadu domba seenaknya! Kebencian dan kemarahan pun disulut begitu mudah. Agama dibawa-bawa sebagai biang konflik. Kasihan!

@ Menariknya, kaum minoritas seperti umat Katolik, banyak yang dipaksa untuk masuk agama tertentu agar dapat menyelamatkan nyawanya atau kaum keluarganya. Apa yang saya gambarkan ini bukan cerita rekaan. Saya dengar sendiri kesaksian dari kebanyakan umatku yang harus lari meninggalkan kampung halamannya di pulau-pulau terpencil atau di kampung-kampung terpencil di pulau Seram, hanya untuk dua hal ini: tetap menjadi Katolik dan tetap hidup. Ya, ada satu kampung yang akhirnya memilih untuk masuk agama tertentu hanya supaya dapat tetap hidup. Namun, mereka ini hanya segelintir dari ribuan yang pergi mengungsi meski harus mengorbankan seluruh harta milik (tanah yang kaya tanaman niaga dan rumah tempat tinggal serta sahabat/saudara yang beragama lain). Mereka yang memilih untuk tetap hidup dan tetap Katolik ini harus menuruni lembah, mendaki gunung dan bukit, melewati hutan belantara Seram, makan dedaunan dan umbi-umbian hutan berbulan-bulan, dan bahkan sampai menyaksikan anggota pengungsinya meninggal di tengah jalan dan dikuburkan seadanya hanya karena situasi “terkejar” oleh musuh. Ya, menakutkan sekaligus mengharukan! Banyak umat dari wilayah pulau-pulau kecil di Seram Timur harus menyeberangi laut Banda untuk mengungsi di pulau yang lain dengan tidak mengetahui secara persis nasib rumah kediaman, Gereja dan tanaman-tanaman niaga yang sudah mereka tanam dan nikmati berpuluh-puluh tahun. Banyak umat dari wilayah daratan Seram bagian Timur juga harus mengungsi dengan menempuh jarak yang amat jauh dan melewati pegunungan Binaya. Betapa pun menantang dan melelahkan, mereka tetap bergerak menyelamatkan dirinya. Deep down (di kedalaman nubari) mereka sebenarnya hanya mau mempertahankan IMAN KRISTIANI. Titik!

@Adapun surat Pertama St. Petrus yang kita renungkan hari ini mendorong saya untuk menggoreskan secuil gambaran tentang nasib para pengungsi (umat parokiku saat ini) yang demi IMAN memilih untuk menyelamatkan diri meskipun akan kembali pada tahun-tahun berikutnya dengan menyaksikan kampung halaman yang porak-poranda. St. Petrus menguatkan jemaat perdana yang sedang mengalami pencobaan yang dasyat oleh karena iman mereka akan Kristus. Bagi St. Petrus, apa pun cobaan atau ujian yang mereka hadapi, semuanya dimaksudkan untuk membuktikan kemurnian iman. Baginya, kemurnian iman itu jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana yang diuji kemurniannya dengan api. Meskipun jemaat perdana belum melihat Kristus wajah ke wajah, namun mereka percaya akan janji Kehidupan Kekal yang ditawarkan oleh Kristus melalui para rasul. Janji itu merupakan sesuatu yang menimbulkan harapan untuk bertahan di dalam pencobaan. Jika para pengikut Kristus sungguh-sungguh yakin akan janji Yesus sendiri, apa pun yang hendak dikorbankan (harta milik dan bahkan hidup itu sendiri) tidak akan membuat mereka menjadi redup di dalam perjuangannya.

@Dalam artian ini, setiap tantangan atau pun cobaan, sebagaimana yang sudah dialami oleh umat Katolik St. Yohanes Penginjil dan umat Kristiani di Maluku dan MalukuUtara umumnya, adalah sebuah moment pemurnian iman. Dalam situasi yang terjepit, umat Kristiani dihadapkan pada pilihan yang sulit. Apabila mereka sungguh-sungguh yakin akan janji Allah di dalam Kristus, maka mereka akan tetap bertahan dalam iman meskipun harus mengungsi dengan berjalan menuruni lembah yang curam dan kelam serta mendaki perbukitan dan bahkan gunung yang tinggi dan terjal, dengan tidak melekat pada apa yang mereka miliki di kampung halamannya: tanah dan tanaman-tanaman berharga serta rumah tempat tinggal yang sudah dibangun secara permanent dan dengan cucuran keringat dan air mata. Ya, mereka sudah memilih untuk bertahan dalam iman dengan konsekuensi harus berlari mengungsi agar tetap hidup sebagai orang-orang kristiani yang yakin akan janji Allah. Pemazmur dalam antiphon hari ini menegaskan, “ Selama-lamanya Tuhan ingat akan perjanjian-Nya ”. Mungkin umat kristiani yang mengungsi ini tidak secara verbal mengungkapkan bahwa mereka percaya akan janji Allah, tetapi dari tindakan dan jalan keluar yang mereka tempuh ketika menghadapi pilihan yang sulit, saya yakin sungguh bahwa mereka mempunyai iman yang teguh akan janji Allah.

@ Pengalaman iman para pengungsi di atas tentu saja berbeda dengan pengalaman seorang mudah yang kaya, yang kita dengar di dalam kisah Injil hari ini. Ketika orang muda yang kaya ini ditantang oleh Yesus untuk menjual segala harta miliknya dan kembali mengikuti Yesus, dia menjadi begitu kecewa. Bukan hanya kecewa! Dia lalu PERGI (baca: meninggalkan Yesus) dengan sedih. Itu berarti orang muda yang kaya ini sungguh-sungguh melekat dengan apa yang dia miliki. Hatinya sungguh terpaut pada kekayaannya. Dirinya sungguh terbelenggu oleh semua yang ia miliki. Allah tidak punya lagi tempat di dalam hati dan pikiran serta seluruh hidupnya. Secara ekstrim Yesus membandingkan sikap hati orang muda yang kaya ini dengan perihal untah masuk lewat lubang jarum. [ Lubang jarum: nama pintu darurat di kota Yerusalem pada sekitar tahun 30 M, yaitu pintu yang memanjang dengan lengkungan di atasnya berbentuk lubang jarum. Ketika pintu gerbang utama ditutup pada sore hari, pintu daruratlah yang digunakan untuk dapat masuk ke kota Yerusalem. Konsekuensinya, seekor unta yang berbeban tidak bisa melewati pintu darurat berbentuk lubang jarum yang berukuran rendah ini. Sebelum melewati gerbang darurat ini, beban (simbol harta kekayaan) di atas punggung unta harus dikosongkan. Kemudian unta akan membungkukkan badannya atas perintah tuannya agar dapat lewat gerbang darurat dimaksud) ]. Dalam hal ini, orang muda bukan saja tidak mau kehilangan harta. Dia juga tidak mengikuti perintah Yesus (Tuan). Kemurnian iman orang muda ini sungguh teruji. Dia kedapatan belum memiliki iman yang teguh akan janji Allah.

@Atas pengalaman Orang Muda di dalam cerita injil dan pengalaman umat Katolik/Kristen di masa konflik horizontal di Maluku-Maluku Utara, kita semua perlu bertanya diri, apakah kita pernah mengalami ujian atas iman kristiani yang kita anuti? Apakah di dalam ujian itu, kita sungguh – sungguh bertahan? Apakah di dalam ujian itu, pada akhirnya iman kita akan Kristus sungguh dimurnikan dan diteguhkan? Sebagai imam dan biarawan misionaris, saya tentu menempuh ujian permurnian iman dalam bentuknya yang berbeda dengan yang dialami oleh saudara dan saudari sendiri. Semoga pengalaman orang muda di dalam Injil dan pengalaman para pengungsi menjadi cerminan bagi setiap kita untuk mengintrospeksi diri. Kita saling mendoakan, semoga hati kita terbuka untuk melepaskan segala kemelekatan duniawi, dan dengan hati lepas bebas bersedia mengikuti Yesus. Tuhan memberkati! Have a nice day filled with love and compassion. My warm greetings from Masohi manise …. padrepiolaweterengsvd 🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽