Bagaimana menentukan Ulang Tahun Sebuah Paroki?
(Alternatif Pemikiran)

RD. Marlon Taher

Beberapa paroki mengalami kesulitan menentukan hari ulang tahun parokinya. Alasannya tak lain keragaman faktor yang dipakai sebagai titik pijak penentuan hari ulang tahun paroki. Semua menghadapi satu pertanyaan yang sama: Kapan paroki kita ini berdiri? Pertanyaan yang satu ini dijawab dengan banyak pendekatan. Ada yang menggunakan pendekatan historis, ada yang menggunakan pendekatan administratif dan ada juga yang menggunakan pendekatan spiritual-liturgis.

Yang menggunakan alasan historis cenderung tidak memisahkan soal individual dan komunal atau tindakan perorangan dan organisatoris. Tumpuan mereka narasi historis. Asal ada bukti kisah sahih misionaris atau orang katolik dari luar datang untuk pertama kali di teritori yang termasuk wilayah paroki aktualnya atau telah terjadi permandian perdana penduduk lokal disitu, hal itu sudah jadi alasan yang cukup untuk dibilang sebagai titik pijak menghitung ulang tahun paroki. Akhirnya, ada efek ganda menghitung gereja Katolik masuk di wilayah itu dan menghitung paroki dimulai saat itu. Terhadap pertimbangan seperti ini, pendekatan kedua berikut ini cukup bisa mengatasinya.

Yang menggunakan alasan administratif cenderung menaruh pertimbangan pada aspek formal. Mereka sekedar memeriksa secara administratif kapan persis paroki berdiri yang tertuang dalam lembar Surat Keputusan Pendirian Paroki. Bila bukti administratif itu tidak ditemukan maka alternatifnya adalah minimal menemukan bukti itu pada kesempatan pengumuman lisan resmi oleh pihak berwenang tentang SK itu yang disampaikan pada forum resmi dan hal itu sempat terdokumentasikan. Bagi pendekatan tipe ini, SK Uskup mendirikan paroki dijadikan dasar menentukan hari jadi sebuah paroki. Maka mereka secara ketat membedakannya dengan saat masuknya agama Katolik untuk pertama kali di wilayah paroki aktual itu seperti kedatangan perdana misionaris tempo doloe atau saat permandian pertama penduduk lokal baik secara individual maupun komunal ataupun tindakan rintisan keagamaan lain. Karena itu, mereka sudah terbiasa memisahkan tanggal masuknya agama katolik dengan tanggal pendirian paroki. Bahkan mereka bisa mampu membedakan tanggal menjadi sebuah stasi resmi, kuasi paroki resmi dan paroki resmi itu sendiri. Pendekatan tipe ini biasanya mengalami kesulitan bila tidak tersedia data administrasi pendirian paroki.

Yang menggunakan alasan spiritual-liturgis biasanya tak begitu menghiraukan soal historis dan administratif. Bagi mereka, kapan tanggal pelindung paroki itu dirayakan secara liturgis maka pada saat itulah hari pesta pelindung paroki kurang lebih sama saja dirayakan sebagai ulang tahun paroki. Karena itu, tak begitu nampak ada kepastian ulang tahun ke berapa pada baliho atau bener pada saat celebrasi dibuat di paroki. Tapi, beruntunglah bila sebuah paroki dengan alasan spiritual-liturgis seperti ini mendasarkan ulang tahun parokinya pada bukti otentik hitam di atas putih tanggal SK pendirian paroki sesuai dengan tanggal perayaan liturgis pelindung parokinya. Jadi ternyata SK pendirian paroki dikeluarkan pada tanggal yang sama dengan perayaan nama pelindung paroki secara liturgis.

Tentu masih banyak narasi dan diskusi penetapan HUT sebuah paroki. Kita bisa berdiskusi banyak soal ini. Inventarisasi literer dapat menentukan konsensus penentuan HUT Paroki.

……………………
M. TAHER