MENCARI MODEL KEMARTYRAN/KESAKSIAN IMAN DI JAMAN MODERN

DAILY WORDS, RABU, 29 NOVEMBER 2023
PEKAN BIASA XXXIV
BY RP. PIUS LAWE, SVD

BACAAN I : DAN 5: 1– 6. 13 – 14. 16 – 17. 23 – 28
MAZMUR : T. DAN 3: 62 – 67
INJIL : LUK 21: 12 – 19

@ Kisah nabi Daniel merupakan kisah yang heroic, penuh dengan tindakan kepahlawanan. Kisah nabi Daniel diliputi kisah kesaksian iman, ketahanan kemauan oleh karena keyakinan akan Allah yang menjamin segalanya bagi setiap orang yang beriman kepada-Nya. Hari ini, kita mendengar lagi kisah tentang kesaksian nabi Daniel akan kebenaran. Dia tidak serta merta tergiur dengan tawaran hadiah oleh raja Belsyazar – putra dari raja Nebudkanezar. Raja Belsyazar yang menyaksikan penampakan satu punggung tangan yang menulis di tembok, menjadi penasaran akan apa itu dan apa arti dari tulisan itu. Daniel, seorang yang dikenal raja tentang charisma-nya, dipanggil dan ditawarkan hadiah hadiah jika dapat membaca tulisan di tembok bagi raja dan bahkan memberitahu artinya. Nabi Daniel sungguh menunjukkan ketegaran pendiriannya untuk tidak tergiur dengan tawaran raja. Nabi selanjutnya membaca tulisan itu bagi raja dan memberi tahu makna yang sebenarnya dari tulisan itu. Sekali lagi, nabi Daniel tidak terlena dengan tawaran duniawi. Nabi juga tidak semudah itu mengorbankan iman akan Allah dan prinsip-prinsip yang harus ia tegakkan.

@ Apa yang dilakukan nabi Daniel adalah sesuatu yang ditegaskan oleh Yesus dalam pengajaran-Nya. Pada satu sisi, Yesus memberi gambaran akan nasib siapa saja yang berani membela kebenaran di hadapan penguasa dunia. Ada penangkapan dan penganiayaan. Bahkan semua yang bersaksi tentang kebenaran akan dimasukkan di dalam penjara, dihadapkan kepada raja-raja dan para penguasa. Bahkan oleh karena kebenaran yang hendak ditegakkan, kita kehilangan relasi emosional dengan orang tua, kaum keluarga dan sahabat-sahabat. Bahkan semua orang akan membenci kita jika kita sungguh-sungguh tetap pada pendirian untuk membela kebenaran dan keadilan – membela Yesus dan ajaran-Nya. Di sisi lain, Yesus menjanjikan penyertaan-Nya bagi setiap orang yang berani bersaksi tentang kebenaran. Yesus berjanji, bukan kita yang berkata-kata di dalam kesaksian melainkan Roh Kudus yang akan berbicara bagi kita di hadapan para penguasa. Yesus berjanji, kita tidak akan kehilangan satu helai pun rambut di kepala. Dan jika kita bertahan, kita akan peroleh hidup. Sebenarnya Yesus hendak menegaskan bahwa yang kita kejar bukan hal-hal yang bersifat SEMENTARA melainkan KEKAL. Jika kita pertahankan hidup di dunia dan kehilangan hidup abadi, kita justru kehilangan apa yang paling penting. ‘Tidak sehelai pun rambut di kepalamu akan hilang” merupakan sebuah penekanan yang hiperbolis untuk menekankan satu jaminan yang lebih dari sekedar mempertahankan hidup yang sementara di atas dunia ini. Pernyataan hiperbolis di atas sebenarnya mau menegaskan bahwa Tuhan Yesus adalah penjamin segalanya bagi setiap orang yang berani bersaksi tentang KEBENARAN. Dia menjamin satu kehidupan yang lebih dari sekedar hidup yang sementara. Yesus menjamin satu KEHIDUPAN yang KEKAL – tidak mengenal awal dan akhirnya. Sekali lagi, untuk dapat memperoleh HIDUP yang KEKAL, kita membutuhkan keberanian dan ketahanan yang mumpuni agar dapat menegakkan kebenaran dan keadilan. Dengan kata lain, kita membutuhkan ketahanan yang mumpuni agar kita tidak melalaikan atau mengorbankan kebenaran dan keadilan.

@ Ya, jaman ini bukanlah jaman kekaiseran Nero. Jaman ini bukanlah jaman Gereja Perdana yang baru mulai tumbuh, dan para pengikutnya dikejar-kejar untuk dibunuh. Mungkin di belahan dunia yang lain, dimana kekristenan mendapat intimidasi fisik dan mental, namun setidaknya di negara Pancasila ini, kita belum mendapat tantangan yang lebih selain pelarangan pendirian rumah ibadat di daerah bermayoritas yang lain. Untuk pembunuhan fisik oleh karena pendirian kita dalam menegakkan kebenaran dan keadilan yang Kristus wartakan, belum terlalu nampak. Okay, kalau demikian, apa sih sebenarnya kesaksian yang lebih actual yang membutuhkan jiwa heroic atau kepahlawanan/kemartiran dari kita?

@ Hemat saya, sebagai imam dan biarawan misionaris, kesaksianku saat ini jauh lebih berat. Kesaksianku sebagai gembala, pimpinan, imam dan biarawan di jaman ini jauh lebih berat dari sekedar “pembunuhan fisik/nyawa” yang terjadi pada diri para martyr di masa lalu. Hal ini tidak bermaksud meng- undermine /meremehkan kemartiran semua pejuang kebenaran dan keadilan. Tidak, saya tidak bermaksud demikian. Yang saya maksudkan adalah beban sebagai SURI TELADAN spiritual dan moral – figure Rohani dan Moral jauh lebih berat di jaman yang semakin canggih dengan tawaran teknologi yang serba digital . Bagiku, setiap hari saya harus berusaha membunuh, menekan atau mengendalikan EGO -ku agar tidak terseret oleh pengaruh-pengaruh modernitas dan boleh menjadi teladan bagi umat dalam berbagai macam dimensi kehidupan, khususnya berhubungan dengan janji-janji hidup membiara dan imamat. Tidak berlebihan kalau saya katakana bahwa jauh lebih berat untuk bersaksi lewat keteladanan yang Nampak di dalam sikap hidup, tutur kata dan tindakan, dari pada sekedar kehilangan nyawa di depan para penguasa/raja yang membunuh nyawa dalam sekejab oleh karena keadilan dan kebenaran yang diperjuangkan oleh seseorang. Mungkin saya salah dalam hal ini. Namun yang saya rasakan dan bukan sekedar merasakan tetapi mengalami sungguh saat ini adalah GEREJA KEHILANGAN PARA MARTIR lewat kehilangan ~FIGURE~ / TELADAN IMAN yang tampak dalam diri para klerus dan biawaran/i yang KURANG SECARA SUNGGUH-SUNGGUH menjadi CONTOH di dalam KEMISKINAN, KEMURNIAN & KETAATAN. Gereja dan masyarakat semakin kehilangan FIGURE / TELADAN iman ketika para hirarki, biarawan/i tidak lagi bersaksi secara sungguh di dalam model/gaya hidup pribadinya. Inilah yang menjadi tantangan terberat Gereja di jaman ini.

@ Dan oleh karena kecenderungan di atas, saya mengajak kita sekalian untuk saling mendoakan. Semoga para imam, biarawan/I, para pimpinan Gereja/gembala semakin menghayati KEMISKINAN, KEMURNIAN dan KETAATAN dalam pelbagai dimensi kehidupan. Hal ini sangat penting sebagai SUATU tindakan KEMARTIRAN di jaman yang digital ini. Semoga para imam dan pemimpin Gereja, tidak hanya menekankan RITUS-RITUS yang bahkan terkesan SHOW OFF dalam perhelatan-perhelatan akhbar melainkan lebih mengarahkan umat untuk masuk ke dalam Gereja – masuk ke dalam kesunyian yang kudus bernas di dalam Gereja, duduk di hadapan Sakramen Mahakudus, memberi sembah dan pujian yang patut kepada Allah dan membiarkan Allah berbicara kepada kita. Saya sangat terkesan dengan sesama Moeslim di Masohi dan kampung-kampung sekitar. Ketika waktu sholat, baik tua maupun muda berpakaian muslim yang santun dan masuk berdoa secara khusuk. Namun hal ini sangat jarang saya saksikan di dalam diri umat Katolik, paling kurang di paroki tempat saya melayani. Pintu Gereja terbuka 24 jam, misa pagi setiap hari. Namun kenyataannya, jarang kita temukan orang-orang Katolik datang dan membuat visitasi terhadap Sakramen Mahakudus. Hampir tidak ada umat yang berkorban untuk datang misa pagi kecuali satu dua umat yang setia bersama anak-anak asrama dan para biarawati. Ya, mari kita sama-sama mendoakan kecenderungan ini, semoga ke depan ada restorasi iman dan penghayatannya di dalam Gereja Katolik. Iman tidak sekedar kehadiran musiman di dalam perayaan-perayaan yang bersifat festival, tetapi lebih kepada penghayatan doa di dalam keluarga, di dalam kelompok Gabungan/Rukun dan di dalam perkumpulan komunitas yang lebih besar di dalam Gereja untuk merayakan Ekaristi Kudus dan jenis ibadat lainnya. Mari kita saling mendoakan, semoga kita dapat menemukan model KESAKSIAN IMAN yang tepat bagi dunia yang modern ini. Have a great day filled with love and mercy. Warm greetings to you all…. padrepiolaweterengsvd🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽