DAILY WORDS, MINGGU, 17 SEPTEMBER 2023
HARI MINGGU BIASA XXIV
BY RP. PIUS LAWE, SVD
BACAAN I : SIR 27: 30 – 28: 9
MAZMUR : MZM 103: 1 – 2. 3 – 4. 9 – 10. 11 – 12
BACAAN II : ROM 14: 7 – 9
INJIL : MAT 18: 21 – 35
THE POWER OF FORGIVENESS
(KEKUATAN “MENGAMPUNI)
Oleh RP. Pius Lawe, SVD Merenungkan firman Tuhan tentang PENGAMPUNAN, saya selalu teringat sebuah film pendek berjudul *THE CONFESSION* – film pendek terbaik yang memenangkan _International Catholic Film Festival._ Film ini menceritakan seorang imam muda yang berjuang luar biasa untuk mengampuni seorang penitent yang datang di kamar pengakuan dan mengaku jika 20 tahun yang lalu, orang ini yang membunuh ayah dari imam ini dalam kecelakaan “ *tabrak lari”.* Si pelaku, setelah mengetahui akan meninggal dunia karena sakit kanker, hendak datang membebaskan dirinya dari siksa batin yang dialami berpuluh tahun oleh karena kasus pembunuhan – tabrak lari. Dia mau agar sebelum meninggal dunia, dia memperoleh pengampunan dari Tuhan dan dari keluarga korban. Tidak disangka, imam yang mendengar pengakuannya adalah anak kecil yang ayahnya ditabrak pagi-pagi buta oleh si pelaku. Imam inilah yang berlari mendekati jenazah ayahnya yang tergeletak di tanah dengan tubuh berlumur darah. Saat mendengar pengakuan itu, imam, sosok yang begitu tenang dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan awal dari si pelaku tentang kemungkinan “Belaskasih Allah” atas diri seorang “pembunuh” seperti dia, serentak menanggalkan stola ungu yang dikenakannya, beranjak dari tempat pengakuan dan menuju ke depan altar, berlutut dengan tubuh gemetar, sambil memandang ke atas tubuh Yesus yang tersalib. Berulang kali si imam ini coba mengucapkan doa BAPA KAMI, meskipun dia merasa sangat berat untuk melanjutkan doa itu ketika sampai pada kata-kata “Ampunilah kesalahan kami seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami”. Tetapi, pada akhirnya, kebingungan si imam untuk, atau mengampuni si pelaku yang membunuh ayah kandungnya, atau tidak mengampuni, akhirnya luluh lantah oleh TATAPANNYA PADA WAJAH YESUS yang tersalib. Akhirnya, si imam itu bangkit dari sikap berlututnya, secara spontan mendekati si pelaku yang lagi batuk-batuk dan muntah darah. Si pelaku bagai “lahir baru” ketika kata-kata pengampunan/maaf dari si imam muda ini kedengaran di telinganya. Pengampunan yang dialami si pelaku bukan hanya membebaskan dirinya dari lilitan rasa bersalah selama 20-an tahun tetapi juga membebaskan si imam dari kebingungannya antara mengampuni atau tidak. Ternyata, the power of forgiveness/ kekuatan “mengampuni” sungguh – sungguh membawa KEDAMAIAN DI HATI. Setiap kita tentu mempunyai seribu satu macam pengalaman atau bahkan pergumulan tentang bagaimana mengampuni. Bahkan dalam posisiku sebagai imam, hal ini merupakan sebuah perjuangan yang berat. Terlebih, ketika kita terjepit antara membela kaum miskin dengan resiko menantang penguasa yang arogan oleh karena prinsip “ _money talks”._ Ya, pengampunan adalah suatu perjuangan yang sungguh-sungguh bukan hal yang mudah. Namun, Allah tetap mendesak umatnya untuk hidup dalam damai dan pengampunan karena Dia sendiri adalah penyayang dan pengasih – Dia adalah Allah yang berbelaskasih.
Tentang hal ini, Putra Sirakh sudah mewanti-wanti umat pilihan Allah agar hidup di dalam kedamaian. Jangan pernah menyimpan dendam atau menyimpan amarah. Bagi Putra Sirakh, pengampunan terhadap sesama membuka gerbang pengampunan oleh Tuhan atas dosa-dosa pribadi. Benar, tidak ada orang yang sungguh bersih atau suci di dalam hidup ini. Oleh karena itu, kita tidak punya alasan untuk tinggal di dalam amarah yang tak berkepanjangaan. Amarah yang berkepanjangan bakal menutup tingkap-tingkap bagi turunnya rahmat Allah atas hidup kita. Yesus sendiri bahkan menegaskan supaya kita bersedia mengampuni secara TAK BERSYARAT dan tidak ada batasnya. Tujuh puluh kali tujuh kali adalah sebuah angka biblis yang oleh para ahli Kitab Suci dikenal sebagai sebuah bentuk “numerical parallelism”. Artinya, ketika orang berbuat salah kepada kita, maka kita pun perlu mengampuni mereka. Sampai kapan pun mereka m embuat kesalahan, kita tetap mengampuni mereka. Mengapa? Ya, karena kita telah mendapatkan pengampunan dari Tuhan sebagaimana yang ditekankan di dalam kitab Putra Sirakh. Artinya, tidak ada takaran atau ukuran yang membatasi upaya kita untuk mengampuni. Dengan demikian rahmat pun akan mengalir tiada akhir atas hidup kita.Tentang PENGAMPUNAN, saya teringat pesan-pesan terakhir dari keluargaku yang datang dan hadir dalam syukuran Kaul Kekal kebiaraan-ku, 15 Agustus 2004 di Maumere. Setelah pesan dan kesan dari anggota keluarga besar yang hadir pada waktu syering keluarga, tibalah giliran ibu-ku untuk memberi satu dua pesan. Ibu-ku, sosok yang sederhana itu, memberi pesan hanya dalam satu kalimat: “ketika saya menjanda - ditinggalkan suami setelah sepuluh tahun menikah dan pada saat kamu bertiga masih kecil, saya hanya mempunyai satu prinsip di dalam hidup: *JANGAN PERNAH MENYIMPAN DENDAM SAMPAI MATAHARI TERBENAM* .” Pesan yang syarat makna ini sungguh mengena di hati kami semua yang terlibat di dalam syering keluarga, malam itu. Intinya, ibu mengalami bahwa apa pun dendam atau amarah yang kita simpan di dalam hati bakal akan menguras begitu banyak energi dari dalam tubuh manusia dan akan mengganggu sikulasi darah di dalam tubuh yang dapat menyebabkan begitu banyak penyakit berbahaya menyerang tubuh manusia. Ya, ini sebuah nasihat klasik, sederhana namun sangat berdaya guna. Dan sungguh, saya secara pribadi pun selalu berjuang untuk senantiasa tulus dalam memaafkan sesama di sekitarku. Allah sendiri adalah sosok yang pengasih dan penyayang. Dia tidak pernah berhenti mencintai kita. Bahkan dosa-dosa umat manusia yang berat sekalipun tidak pernah membatalkan niat-Nya untuk mengampuni dosa-dosa kita. Pemazmur di dalam antiphon dan ayat-ayatnya menegaskan sosok Allah sebagai Tuhan yang pengasih dan penyayang. Hal ini ditegaskan Allah sendiri lewat inisiatif-Nya dalam mengutus Putera Tunggal-Nya yang rela turun dan mengalami penderitaan, memikul salib bahkan sampai mati di kayu salib demi pengampunan dosa-dosa umat manusia. Itulah sosok Allah yang kita Imani. Oleh karena itu, sebagai umat beriman yang mengimani Allah sebagai sosok yang berbelaskasih, patut mencontohi-Nya. Jaminan yang kita peroleh jika kita mencontohi sikap Allah adalah kita akan menjadi milik Allah selamanya. Jika kita menyimpan dendam dan amarah, hidup kita bakal jauh dari Allah dan sesama. Namun sebaliknya, jika kita membiarkan hidup kita bebas dari amarah dan dendam, kita akan selalu mengalami kedamaian di dalam Allah – kita pun akan menjadi milik-Nya untuk selama-lamanya. St. Paulus menegaskan kepada jemaat di Roma, jika kita menghidupi hidup Kristus (penyayang dan pengasih), entah hidup entah mati, kita tetap milik Tuhan. Tentu selalu ada rasa “ *TIDAK ADIL* ” ketika kita mengampuni seseorang namun si pelaku tidak mendapat imbalan langsung dari kita yang mengalami ketidak-adilan. Namun, sekali lagi, biarkan Allah yang berperkara atas semua yang berlaku *TIDAK ADIL* dan bagi kita, memaafkan adalah sebuah kebajikan kristiani yang mengantar kita kepada *KEDAMAIAN HATI dan SUKACITA SEJATI.* Kita saling mendoakan agar kita rela dan tulus di dalam mengampuni. Kita saling mendoakan, semoga kita tidak tinggal dan berkubang di dalam amarah yang berkepanjangan. Kita saling mendoakan, semoga kita rela mengampuni dan mencintai tanpa syarat-syarat tertentu. Dan biarlah Allah yang berperkara atas orang-orang berlaku TIDAK ADIL. Memaafkan adalah *sebuah HARGA MATI* karena di dalamnya ada KEKUATAN YANG MEMBEBASKAN KITA. _That is the power of forgiveness. Happy Sunday to you all. Warm greetings from Maumere manise…_ yang sedang kami lalui menuju Larantuka. _We are on our way to Larantuka……_ *padrepiolaweterengsvd* 🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽