Mengenang 3 Tahun kematian Sepupuku Romo Nor Ngutra, MSC.,
Setiap tahun kuingin memposting kembali tulisan ini karena bagiku, inilah salah satu tulisan terbaik yang pernah kutulis tentang kehidupan Kaum Terpanggil dan Terpilih menjadi Imam.
Di Suatu Malam yang Sepi di Sudut Kota Ambon
Untuk sepupuku Romo Nor Ngutra, MSC.,
Malam ini ketika ku duduk sendiri memandang foto-totomu, mendengar gubahan syair dan lagu yang kau cipta, serta melihat lincahnya kaki, tangan dan seluruh tubuhmu yang bergoyang mengikuti alunan musik tari yang kau rancang, memoriku melayang jauh ke tahun 70-an ketika setiap kali engkau berkunjung ke kampung tercinta Waur, Ohoilet Migo kita berdua saling berpelukan dan berdansa bagaikan pengantin baru diiringi alunan musik ukulele, tifa dan harmonika dari bapa muda kita, Alm. Bapak Damianus Ngutra, tak terasa air mataku jatuh berguguran karena mulai hari ini dan untuk selamanya engkau tidak akan ada lagi. Engkau tidak akan lagi berdansa bersamaku dalam Imamat Suci yang membuat kita terpandang sebagai laki-laki bodoh yang lari dari keasikan dan kenikmatan dunia ini.
Malam ini izinkanlah aku kakak sepupumu, yang biasa kau sapa dengan panggilan kesayangan Abang, mengatakan kepadamu dengan jujur bahwa ” SUNGGUH, ENGKAU ADALAH LAKI-LAKI BODOH YANG PERNAH HIDUP DAN KUKENAL .”
Saudaraku, engkau bodoh karena engkau berani meninggalkan keluargamu untuk hidup sendirian dalam Imamatmu.
Engkau bodoh karena engkau belajar bertahun-tahun tapi gelarmu tidak memberi pangkat dan kedudukan bagimu.
Engkau bodoh karena kerjamu selama bertahun-tahun tidak menyimpan selembar uang pun di dalam rekening bank, di laci meja, di dalam lemari bahkan di dalam dompetmu sendiri sampai akhir hayatmu.
Engkau bodoh karena selama sakitmu, engkau mengalaminya dalam kesendirian tanpa orang-orang yang kau layani selama hidupmu sebagai seorang Imam.
Engkau bodoh karena engkau mati di tanah orang, jauh dari sanak keluargamu sendiri.
Engkau bodoh karena tidak ada karangan bunga yang mengitari petih jenazahmu.
Engkau bodoh karena tidak ada yang melayat, menangis di pinggir peti jenazahmu dan bernyanyi menghiburmu.
Engkau bodoh karena tidak ada penghormatan dan Misa sepantasnya sebagai balasan ratusan misa requiem yang telah kau persembahkan ketika umatmu meninggal.
Engkau bodoh karena seakan engkau menghantar dan menguburkan jenazahmu sendiri di hari pemakamanmu.
Dan akhirnya saudaraku, engkau sungguh-sungguh laki-laki bodoh yang pernah kukenal karena memilih tidur sendirian di pusaran tak bernama.
Tapi tiba-tiba engkau muncul di hadapanku dan membalasku ;
Abang, aku memang laki-laki bodoh seperti yang Abang tuduhkan kepadaku dalam litani panjang di atas.
Aku memang laki-laki bodoh yang tidak mau menyusahkan siapa pun baik selama hidup maupun di saat kematianku.
Aku memang laki-laki bodoh yang mau mengajarimu dan semua orang bahwa kematian seharusnya seperti kelahiran; lahir dengan telanjang dan pulang pun dalam kesederhanaan.
Aku memang laki-laki bodoh yang tidak meminta biaya banyak untuk kematian dan penguburanku.
Aku memang laki-laki bodoh yang dengan kematianku yang sederhana mau mengajarimu bahwa uang, harta, pangkat dan kedudukan tidak penting ketika kematian menjemput.
Aku memang laki-laki bodoh yang tahu bahwa milikku satu-satu yang berarti hanyalah Kristus. Ya, Kristus saja sudah cukup bagiku sewaktu hidupku dan teristimewa di saat kematianku.
Abang, aku terima tuduhanmu kepadaku sebagai laki-laki bodoh bahkan terbodoh di hadapanmu.
Maka teringatlah aku akan nasehat Rasul Paulus kepada kita berdua; “Sebab yang bodoh dari Allah lebih besar hikmatnya dari pada manusia dan yang lemah dari Allah lebih kuat dari pada manusia. Ingat saja, saudara-saudara, bagaimana keadaan kamu, ketika kamu dipanggil: menurut ukuran manusia tidak banyak orang yang bijak, tidak banyak orang yang berpengaruh, tidak banyak orang yang terpandang. Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah.”
Akhirnya, kusadari bahwa kita berdua adalah laki-laki bodoh yang pernah lahir bersama dari satu moyang, hidup dalam satu keluarga dan melayani dalam satu Imamat. Yang menjadi pembeda antara dua laki-laku bodoh ini, engkau dan aku hanyalah selaput tipis kematian.
Dari kamarku aku hanya berdoa dan berharap agar ragamu tenang dalam ribaan Ibu Pertiwi dan jiwamu kembali kepada Dia yang menciptakanmu.
Salam dari laki-laki bodoh di dunia kepada laki-laki bodoh yang ada di surga .
( Sepupumu, Romo Inno Ngutra alias Rinnong – Duc in Altum )