RINDU YANG MELUKAI, NATAL YANG MENGOBATI

BER – DUC IN ALTUM DI BAWAH TEMA, “SATU CINTA 1000 SENYUM.” ( Seri – 2 )

Rindu itu selalu menyiksa, tapi selalu saja ada orang dan moment yang menghibur dan mengobati.

Dengan berlandaskan Motto Bapa Uskup Inni,” Duc in Altum,” dan dibawah sorotan tema, ” Satu Cinta 1000 Senyum,” aku pun bertolak lagi ke Pulau Seram di Maluku Tengah untuk berkatekese dan merayakan Natal bersama umat kecil nan sederhana di sana. Memang tidak mudah bagiku ketika harus meninggalkan kemeriahan perayaan Natal di kota Ambon atau sekedar pikiranku kembali ke desa asal di mana Natal dirayakan dengan meriah, namun mulutku mengatakan ya kepada permintaan bapa Uskup untuk mewujudkan misinya, yakni hadir di tengah umat kecil yang terpinggirkan selama ini.

Setelah menempuh perjalanan berjam-jam dengan mobil melintasi pulau dan menyeberangi lautan, akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan, Stasi St. Paulus Labuan Pulau Tujuh. Rasanya sulit untuk berada jauh dari keramaian Natal, tapi ketika menerima keramahan umat kecil itu, aku pun mulai merasakan dan melihat betapa indahnya senyuman tulus dari mereka yang gembira menerima kehadiran kami di desa mereka, terutama dari wajah-wajah polos bocah-bocah yang polos nan mempesona.

Stasi Labuan merupakan tempat ke – 2 di mana aku harus merayakan Natal sendirian tanpa Keluarga. Aku teringat kembali suasana di kampung halaman di mana kegiatan saling berkunjung, jabatan tangan dan berdendang dari rumah ke rumah adalah dawai-dawai Natal yang masih terukir indah dalam memoriku, namun hari-hari ini, di Natal tahun ini aku harus alami apa artinya sebuah rindu yang menyiksa. Rasa sepi dan rindu terhadap orang-orang tercinta di hari Natal sangat menyiksaku, tapi aku sadar bahwa aku sementara dipersiapkan dan dibentuk untuk nantinya menjadi seorang Katekis yang siap diutus ketika waktu itu tiba.

Lamunanku tiba-tiba sirna ketika beberapa orang muda Katolik mulai membunyikan peralatan mereka dan mengajaku untuk bergabung dalam kegiatan berdendang dari rumah ke rumah. Nuansa Natal yang begitu indah di desa ini dengan semua kesederhanaannya telah membuatku merasakan Natal dalam arti yang sesungguhnya. Dalam kesepian Natal kali ini, aku sungguh merasakan bagaimana Tuhan membawaku ke dalam Natal yang sejati, yang seakan mengatakan kepadaku bahwa di masa yang akan datang, seorang Katekis harus alami kesepian melalui lorong-lorong derita demi jiwa-jiwa yang Tuhan percayakan kepadanya. Ya, aku harus siap bila Tuhan mengutusku lewat bapa Uskup.

Maka harus kuakui bahwa umat kecil di Stasi Labuan ini sangatlah baik dan ramah terhadap kami. Faktanya mereka hidup dalam kesederhanaan, namun sangat terbuka untuk menerima dan menjaga kami dengan penuh cinta dan kasih sayang sama seperti dekapan keibuan Bunda Maria kepada bayi Yesus, Putranya.

Akhirnya dari lubuk hati yang paling dalam, kusampaikan terima kasih kepada umat kecil di Labuan untuk cinta dan kasih sayang kalian kepada tim dan aku. Sungguh, merayakan Natal bersama kalian di tempat terpencil ini telah membawaku untuk menemukan makna Natal yang sejati, yakni kesederhanaan. Ucapan yang sama juga kusampaikan kepada Mgr. Seno Ngutra atas hadiah Natal yang begitu Indah ini di tahun ini.

Tiba-tiba syair lagu ini, ” kuingin mengulang lagi kenangan masa kecilku. Kenangan hari Natal yang bahagia,” membuatku sadar bahwa puncak Natal telah berlalu, tapi kenangan akan Natal di desa kecil ini tetap terukir indah dalam nubariku sampai selamanya.

Selamat Merayakan Natal Kristus 2022 dan Selamat Menyongsong Tahun Baru 2023.

Titip salam rinduku untuk semua yang kucintai di Pulau Yamdena, Tanimbar.
( Elen Samponu )