REMUK KEPALA ULAR DI BAWAH KAKI BUNDA MARIA BINTANG LAUT

Siapa sangka di Gereja Paroki Santai Maria Bintang Laut-lah, kabar gembira itu diumumkan secara resmi? Tiada yang menyangka dan menduga sebelumnya. Oleh Admininistrator Keuskupan Amboina, Mgr. P.C. Mandagi, MSC., diumumkanlah Mgr. Seno Ngutra sebagai Uskup Amboina yang baru.

Kabar sukacita itu bukan saja menjawab kerinduan dan doa umat Katolik se-Keuskupan Amboina, melainkan sekaligus secara sangat khas menyentak kedalaman budi serta hati ratusan ribu jiwa Orang Maluku dan Maluku Utara. Bukan saja di dunia politik dalam arti luas, di dalam Gereja pun ada kerinduan hadirnya seorang putra daerah menjadi gembala di tanahnya sendiri. Kerinduan ini bukan dalam arti menafikan dimensi universalitas melainkan menukik pada dimensi kemandirian yang tak diperkenankan hadir dan terbentuk berlarut lama.

Kerinduan itu tak lalu membiarkan proses terpilihnya uskup baru berjalan dalam aliran sungai yang tenang. Ternyata ia membangkitkan riak disana-sini. Entahkah siapa yang bersiul, siapa meniup angin kencangnya macam-macam reaksi ini. Bukan hanya pertanyaan dan spekulasi wajar tapi juga muncul pelbagai isue bahkan berita hoaks disana-sini. Ada yang senang tapi juga ada yang bereaksi sebaliknya. Ada yang adem ayem tapi ada juga yang bereaksi kencang. Di Gereja, ternyata hidup pula fenomena gonjang-ganjing a la rakyat masuk dalam arus putar musim pemilukada.

Tapi Gereja lagi-lagi bukan keraton, lembaga dewan atau institusi akademik layaknya sebuah kampus yang bisa dihinggapi kepentingan apa saja, termasuk yang utama dan begitu keras soal politik untuk menomorsatukan calon atas alasan darah, janji politik atau jaminan kesejahteraan. Ini Gereja. Dan cara melanjutkan penunjukan kerasulan yang berkelanjutan itu tetap saja didasarkan pada unsur rohani. Sekali lagi ini soal murni rohani. Proses yang berlangsung di dalam doa yang serius dan tekun selayaknya contoh asali yang ditinggalkan Sang Guru: Ia berdoa semalam-malaman untuk memilih orang yang menyertaiNya secara khusus. Dan itu dibuat Uskup lokal, Gereja Lokal bahkan Paus sendiri yang menjadi kepala rumah katolisitas. Dengan kata lain, terbentang jalan yang mulus dan kokoh-kuat bagi hadirnya, Roh Kudus untuk bekerja. Kita akhirnya bisa percaya teguh dan menyebutnya: Ini semua adalah kerja-kerja Roh Kudus.

Di ujung proses itu, diumumkanlah keterpilihan itu. Ia memesonakan jiwa Gereja karena lahir dari kehendak murni hati Allah dan bukan terutama kemauan manusia. Para gembala akan kupilih sesuai kehendak hatiKu. Aku akan memberimu para gembala. Itu berarti bukan orang per orang tertentu yang memberikannya. Bukan Paus, Uskup Lokal, Para Wakil Uskup atau Pimpinan Tarekat, apalagi yang punya relasi kuasa dan uang. Tidak ada itu.

Keterpilihan yang murni rohani ini kemudian mendorong Uskup terpilih mempersiapkan diri untuk membangun motivasi yang murni untuk melayani umatnya dalam memimpin, mewartakan dan menguduskan. Ia tunduk pada kemurnian hati Allah. Ia meminggirkan segala sekat penghimpit keleluasan Roh Kudus untuk hinggap di hati, kepala dan tangan umat. Ia berdiri menunjukkan hati Allah, berjalan membagikan hati Allah dan termasuk harus berlutut dan menunduk untuk menunjuk keleluasaan hati Allah. Ia menyalurkan karunia lewat pelayanan sakramen, membagikan rahmat hidup bagi mereka yang di pinggir dan menyentak hati para imam dan umat yang masih keras untuk kembali bertobat.

Lalu apa persis yang dibuat Gereja Lokal? Kegembiraan ini selalu perlu disyukuri lewat kata dan perbuatan. Ketundukan hati dalam penggembalaannya, pewartaannya sekaligus pengudusannya. Inilah maha dahsyat persembahan di dalam tindakan syukur. Di tengah ladang penggembalaan yang luas di Keuskupan Amboina ini, terdapat para gembala kecil yang diserahi tugas menggembalakan umat dari gembala utama Gereja Lokal. Barisan para imam ada di depan umat untuk memberi contoh atas jalur aliran karunia Tri Tugas Kristus ini. Kita terus berdoa dan tetap meminta Tuhan memelihara harta yang dibangun di atas tanah liat ini dan bersama bunda Maria tetap mengawasinya dalam kekuatan keibuan. Karena ketika harta mulia itu diumumkan di Gereja Paroki Maria Bintang Laut Ambon, di atas Panti Imam dalam ketinggian perlindungan keibuannya, ada Patung Maria yang terlihat menginjak kepala ular. Dan itu tanda ada bunda yang terus ada untuk mencegah liar dan berliuk-liuknya permainan ular dalam kejahatan menghalang-halangi jalan lurus penggembalaan sejak awal. Kita jangan sampai remuk diinjak karena kodrat kita bukanlah sebuah ular. Kita adalah anak-anak Allah.

Proficiat MGR untuk satu tahun penggembalaan
(08-12-2021 – 08-12-2022)

…………..
M. Taher