KESOMBONGAN ADALAH AWAL KEJATUHAN


(Sir 35:12-14.16-18; 2Tim 4:6-8.16-18; Luk 18:9-14)
Hari Minggu Misi
Minggu, 23 Oktober 2022
RD. Novly Masriat

Perumpamaan tentang dua orang yang berdoa di bait Allah, yaitu orang Farisi dan pemungut cukai (lih. Luk 18:9-14) adalah suatu gambaran tentang kesombongan dan kerendahan hati. Orang Farisi merasa bahwa dirinya paling suci dibandingkan dengan pemungut cukai. Ini suatu bentuk kesombongan. Pemungut cukai justru menyadari dirinya sebagai orang yang tidak sempurna dan berdosa. Ini simbol kerendahan hati. Dalam katekese tentang dosa, gereja Katolik memandang bahwa kesombongan adalah bagian dari dosa pokok atau asal dari dosa-dosa lain. Sombong adalah lawan dari kerendahan hati. Jadi orang yang sombong berarti orang yang tidak rendah hati. St. Teresa dari Kalkuta menyebutkan 14 tanda orang yang rendah hati, yaitu berbicara sedikit mungkin tentang diri sendiri; uruslah sendiri persoalan pribadi; hindari rasa ingin tahu; jangan mencampuri urusan orang lain; terimalah pertentangan dengan gembira; jangan memusatkan perhatian kepada kesalahan orang lain; terimalah hinaan dan caci-maki; terimalah perasaan tak diperhatikan, dilupakan dan dipandang rendah; mengalah terhadap kehendak orang lain; terimalah celaan walau kamu tidak layak menerimanya; bersikap sopan dan peka, sekalipun seseorang memancing amarahmu; jangalah mencoba agar dikagumi dan dicintai; bersikap mengalah dalam perbedaan pendapat, walaupun kamu yang benar; pilihlah selalu yang tersulit. Saat tidak ada orang yang bersedia mengerjakan sesuatu, ambillah tanggungjawab tersebut. Singkatnya, orang yang rendah hati adalah orang yang mampu mengenal diri sendiri, dan mampu mengendalikan diri dalam menghadapi pujian, ejekan, makian, kesulitan, dan lain sebagainya. St. Thomas Aquinas berkata bahwa kerendahan hati adalah keutamaan yang mengolah jiwa untuk tidak menghasratkan diri lebih tinggi dari kodratnya. Kodrat manusia adalah ciptaan Tuhan dari “tanah” atau “debu”. Itu berarti manusia terbatas, memiliki kekurangan, dan tidak abadi. Manusia hanyalah “tanah”, dan suatu kelak akan kembali ke “tanah”.

Dengan demikian, bermegah diri atau sombong adalah sesuatu yang sia-sia. Tidak ada gunanya manusia bermegah diri, karena setiap orang memiliki keterbatasan, dan memiliki kodrat yang sama. Ketika Tuhan melengkapi kita dengan beberapa talenta atau kemampuan, maka kemampuan itu dipakai bukan pertama-tama untuk menunjukkan kesombongan. Kita patut bersyukur kepada Tuhan atas segala berkat yang Tuhan berikan, tetapi bukan dengan sombong. Kita patut bersyukur bahwa Tuhan menganugerahkan hidup yang baik, tetapi tidak lalu menghina orang lain. Kecongkakan mendahului kehancuran, tinggi hati mendahului kejatuhan (Ams 18:18). Orang yang sombong akan dengan mudah jatuh.

Gereja Katolik menetapkan hari ini sebagai hari Minggu misi sedunia ke 96. Dalam pesannya pada hari minggu ini, Paus menekankan tiga hal pokok, yaitu pertama, setiap orang Katolik dipanggil untuk menjadi saksi Kristus. Paus menegaskan bahwa setiap orang yang telah menerima Baptisan mendapat tugas untuk menjadi misionaris atau saksi-saksi Kristus. Yesus menjadi inti dan pokok pewartaan dalam setiap kegiatan misioner orang beriman. Kegiatan misi setiap orang Katolik berorientasi pada semangat komuniter. Kita dipanggil untuk menjadi saksi Kristus bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi demi kepentingan komunitas bersama. Setiap misi individual itu perlu ditempatkan dalam kepentingan komunitas. Selain itu, bagi Paus, menjadi saksi Kristus bukan hanya memberi kesaksian atau menjelaskan tentang Kristus, tetapi kita sendiri menjadi saksi Kristus sendiri. Kedua, gereja harus menjadi saksi sampai ke ujung bumi. Paus mengajak kita untuk tetap menyadari tangungjawab kita untuk tetap bergerak ke luar, dan pergi sampai ke ujung bumi untuk mewartakan Kristus, tidak dengan maksud untuk mengkristenkan orang lain, tetapi demi memperkenalkan Tuhan. berangkat-pergi” menuju cakrawala geografis, sosial dan eksistensial baru, menuju “batas” tempat-tempat dan situasi-situasi manusia, untuk memberikan kesaksian tentang Kristus dan kasih-Nya kepada laki-laki dan perempuan dari setiap bangsa, budaya dan status sosial. Ketiga, Roh Kudus memberi semangat dalam bermisi atau menjadi saksi Kristus. Roh Kuduslah yang memberikan kata yang tepat, pada waktu yang tepat, dengan cara yang benar dalam setiap kesaksian kita. Oleh sebab itu, sebagai saksi Kristus, kita perlu membuka diri terhadap Roh Kudus.
Marilah kita menjadi saksi Kristus.