“MASIH BERDETAKKAH HATI KITA?”( Inspirasi dan Sumber: Ensiklik: “Dilexit Nos” Paus Fransiskus ) (bag. 2)


Rekoleksi Uskup dan Pastores Kevikepan Kota Ambon ( Selasa, 15 April 2025 )
Oleh: RD. IGO REFO

Renungan 2:

“SPIRITUALITAS DEVOSI HATI KUDUS BUKAN SEKEDAR SIMBOL, TAPI INTI INJIL”

Pengantar

Gambar dan Devosi Hati Kudus Yesus bukan sekedar simbol puitis, juga bukan sekedar warisan spiritual, melainkan undangan untuk semakin dekat dengan Yesus, yang memiliki Hati Kudus itu sendiri.

1) Situasi Kita Para Imam Saat Ini

  • Kita terjebak dalam kesibukan pastoral yang padat
  • ⁠Kalender kita penuh tapi hati kita kosong
  • ⁠Kita merayakan Misa tapi tidak mengalami cinta Kristus di dalamnya.
  • ⁠Perlahan-lahan kita mulai kehilangan api Kristus

2) Memandang Hati, Menyembah Kristus yang Hidup

  • Devosi kepada Hati Kudus , bukanlah kepada sebuah gambar, lukisan, atau patung, tetapi kepada PRIBADI YESUS YANG HIDUP DAN HADIR, yang hati-Nya terus berdetak dalam Ekaristi dan di dalam sejarah keselamatan umat-Nya;
  • ⁠Paus Fransiskus berkata: “Apa pun kualitas estetika gambar itu, kita menyembah Kristus, bukan simbol.” ( no. 56 )
  • ⁠Gambar itu menolong kita untuk kembali terhubung dgn kemanusiaan Yesus yang nyata, yang menangis, mengasihi, menderita dan mengampuni;
  • ⁠Yesus tidak mencintai kita dari kejauhan, tapi dengan hati yang berdetak;
  • ⁠Ia memahami kelemahan kita dan tahu apa artinya hati kita para imam terluka oleh umat, disalahpahami oleh sahabat, ditinggalkan oleh yang dicintai. Ia sangat tahu apa yang kita perlukan sebagai imam-Nya.

3) Daya Pulih yang Lembut dari Hati

  • Ketika kita merasa lelah, kering, tidak dihargai, atau bahkan kehilangan arah, Hati Kudus Yesus menjadi tempat yang paling aman untuk pemulihan;
  • ⁠Paus Fransiskus: “Dengan masuk ke dalam hati Kristus, kita merasa dicintai oleh hati manusia yang penuh kasih sayang dan berperasaan seperti kita.” ( no. 67 )
  • ⁠Seorang Imam tidak hanya butuh agenda pastoral yang teratur, tapi ia juga butuh pelukan dari Tuhan; pelukan yang menyala oleh kasih, penuh kelembutan dan pengampunan.

4) Melayani dengan Hati yang Baru

  • Kita diutus dengan hati yang baru di tengah umat yang kita layani;
  • ⁠Kita perlu kembali menyentuh altar dengan hati, bukan hanya dengan tangan;
  • ⁠Kita memperdengarkan homili bukan sekedar dengan suara, melainkan dengan kasih;
  • ⁠Kita menyambut umat bukan dgn protokol tapi dengan belas kasih yang lembut

5) Biarkan Hatimu Berdetak Lagi

  • Tuhan tidak meminta kita menjadi Imam yang sempurna, tapi hanya satu yang Dia minta: “Biarlah hati kita berdetak lagi di dalam kasih-Nya.”
  • ⁠Apakah kita siap melayani lagi, bukan dengan tangan yang sibuk, tetapi dengan hati yang menyala?

….bersambung….