DAILY WORDS, MINGGU PALMA, 10 APRIL 2022
Bacaan I : Yes 50: 4 – 7
Mazmur : Mzm 22: 8 – 9. 17 – 18a. 19 – 20. 24 – 24
Bacaan II : Flp 2: 6 – 11
Injil : Luk 22: 14 – 23: 56
MENGENAKAN SEMANGAT RAJA BERWAJAH HAMBA
Pada hari Minggu Palma, umat kristiani sedunia mengenang peristiwa Yesus masuk Kota Yerusalem sebagai seorang Raja Damai. Ironisnya, Dia – yang adalah Raja – mengendarai seekor keledai. Di sinilah letak kekhususan KRISTUS SEBAGAI RAJA. Status RAJA – Nya berbeda dengan sosok raja di atas dunia ini. Dia adalah Raja yang berjiwa atau berwajah HAMBA sahaya. Kekuasaan sebagai raja terletak pada peran-Nya sebagai HAMBA. Dialah RAJA berwajah HAMBA.
Yesaya menggambarkan Kristus sebagai HAMBA yg taat pada tuan-nya. Dia juga bak murid yang setia untuk mendengarkan guru. Dia yang adalah SANG GURU justru rela untuk mendengarkan orang lain. Meski dihina, diolok, dicambuk, diludahi, dinista, dst., Kristus tetap TAAT sebagai Hamba yang rela menderita. Figur ketaatan Hamba dikontraskan dgn figur Para Murid/Rasul yg meninggalkan Dia sendirian. Ketidaksetiaan para rasul ditunjukkan oleh penyangkalan Petrus atas status dirinya sebagai pengikut Yesus. Figur Hamba yg taat juga dikontraskan dengan pemimpin dunia yang haus kuasa sebagaimana yg diwakilkan oleh Pilatus.
Hamba yang rendah hati dimotivasi oleh sebuah keyakinan bahwa YANG DIRENDAHKAN oleh dunia bakal DITINGGIKAN oleh Allah. Hal ini ditegaskan oleh St. Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi. Baginya, Allah sangat meninggikan Yesus Kristus karena Dia telah merendahkan diri-Nya di hadapan dunia.
Maka kita pun belajar tiga hal ini: pertama, apa pun status atau posisi kita di atas panggung dunia ini, hendaknya kita taat selalu pada Tuhan – kita mencoba untuk selalu taat dalam MENCINTA SESAMA YANG LAIN khususnya sesama yang menderita atau terpinggirkan, apapun resiko yg kita pikul. Mungkin saya mulai dengan diri saya sendiri sebagai imam. Terkadang saya terlena pada tawaran dunia, tawaran uang, tawaran posisi/kekuasaan. Saya lebih taat pada orang yang mempunyai kuasa dan harta ketimbang taat pada prinsip yang harus ditegakkan. Saya mungkin tergelincir untuk lebih taat pada hal-hal yang materialis, taat pada sesuatu yang atau seseorang yang memberi posisi nyaman bagiku. Kedua, ketaatan kita bakal tak tergoyahkan jika kita sungguh termotivasi oleh harapan bahwa YANG DIRENDAHKAN oleh dunia, akan ditinggikan oleh Allah dalam cara Allah yang istimewa. Terkadang, sebagai imam (pelayan Tuhan) saya cepat merasa diremehkan atau direndahkan oleh situasi atau sikap siapa pun di sekitarku. Padahal, itu bukan merupakan hal yang substansial/inti/paling penting. Ketiga, ketaatan kita diuji dalam Pekan Suci ini, yaitu kita taat untuk mengikuti dengan setia rangkaian perayaan di dalam Pekan Suci ini, mulai dari Minggu Palma sampai dengan Minggu Paskah. Kita tidak bisa hanya muncul pada hari tertentu selama Pekan Suci. Kita tidak bisa datang hanya di MInggu Palma dan hilang lenyap dari Gereja sampai dengan malam Paskah atau hari Minggu Paskah. Kita mesti setia turut serta mengikuti upacara-upacara Tri Hari Suci. Di dalamnya, kita akan belajar bagaimana menjadi pengikut Kristus yang setia, mulai dari Meja Perjamuan Akhir, menelusuri kegentingan di taman Getzemani dan mendaki ke bukit Golgota sampai dengan mati dan dikuburkan bersama Yesus (kuburkan dosa-dosa kita). Tentu saja kita akan menuai sukacita yang besar pada hari Paskah.
Ketaatan yang kita jalani, hendaknya merupakan KETAATAN SEORANG RAJA BERWAJAH HAMBA. Selamat memasuki Pekan Suci….salve…salve …salve….(PIO LAWE, SVD)🙏🙏🙏❤️❤️❤️