MENGAMPUNI KARENA ALLAH LEBIH DULU MENGAMPUNI

(Kis. 3:13-15,17-19; 1Yoh. 2:1-5a; Luk. 24:35-48)

HM PASKAH II/Minggu, 14 April 2024

Cerita injil hari ini masih seputar pengalaman paskah, kebangkitan Yesus. Para murid Yesus masih dalam suasanaperistiwa kebangkitan Yesus. Beberapa kali Yesusmenampakan diri kepada para murid untuk meneguhkan imanpara murid dan mengantar mereka untuk tidak putus asa. Yesus hadir lagi di tengah-tengah mereka untuk menguatkanmereka dan menujukkan kepada mereka bahwa Dia sungguh-sungguh anak Allah yang menyelamatkan. 

Salah satu pesan penting yang Yesus sampaikan pada penampakan-Nya adalah “dan lagi: dalam nama-Nya beritatentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikankepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem” (Luk 24:27).Pesan ini penting dalam hubungan dengan kebangkitan karenaperistiwa sengasara dan kebangkitan Yesus adalah gambaranAllah yang penuh pengampunan. Dia wafat dan bangkit demi mengampuni dosa-dosa manusia; Dia wafat dan bangkit agar untuk menyelamatkan kita. Tanpa wafat dan kebangkitanTuhan, maka dosa-dosa kita tidak pernah akan diampuni. 

Pengampunan adalah tanda belas kasih Tuhan kepadamanusia. Allah begitu mencitai manusia, maka Diamengampuni dosa-dosa kita. Paus Fransiskus, dalam suratapostolinya, misericordia et misera, berkata: “Pengampunanadalah tanda yang paling nampak dari kasih Bapa, yang hendak diwahyukan Yesus dengan seluruh hidup-Nya. Setiappetikan Injil ditandai dengan perintah cinta kasih ini yang mengasihi sampai titik pengampunan. Bahkan pada saatterakhir hidup-Nya di dunia, ketika Ia disalib, Yesusmengucapkan kata-kata pengampunan: “Ya Bapa, ampunilahmereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34). Oleh sebab itu, mengasihi orang lain berartibersedia juga untuk mengampuni orang lain, karena cintatidak akan tumbuh tanpa sebuah pengampunan; tidak adaruang cinta kasih kalau tidak ada pengampunan. 

Memang mengampuni sungguh-sungguh tidaklahmudah. Kecendungan untuk melihat kekurangan orang lain dan memiliki anggapan buruk terhadap orang lain justru akanmenambah rasa benci kepada orang lain. Menutup mata untukmelihat kebaikan dalam diri orang lain menghambatpengampunan. Memang berat untuk mengampuni, apalagimengampuni mereka yang sudah sangat menyakitkan hatikita. Kendati berat tetapi kita tetap harus mengampuni. Keterbukaan dan kemurahan hati mendorong sebuahpengampunan.  Hati yang “keras” dan “batu” tidak akanmenciptakan pengampunan, namun hati yang lembut dan murah hati membuka jalan bagi pengampunan. Namunsebelum mengampuni orang lain, kita juga harus mampumengampuni diri sendiri. Dalam ensikliknya Amoris Letitia, Paus Fransiskus katakan: “sekarang kita memahami bahwauntuk dapat mengampuni kita perlu memiliki pengalamanyang membebaskan dalam memahami dan mengampuni dirikita sendiri” (art. 107). Paus Fransiskus menegaskan bahwa, kadang kala kita cenderung mempersalahkan orang lain yang mengkiritik kita sehingga kita tidak menyadari kekurangandan kelemahan kita sendiri. “Kita perlu belajar untukmendoakan masa lalu kita, menerima diri kita sendiri, belajarbagaimana hidup dengan keterbatasan kita, dan bahkanmemaafkan diri kita sendiri, supaya kita dapat memiliki sikapyang sama terhadap orang lain”, kata Paus Fransiskus (AL, art. 107).

Mari kita belajar untuk mengampuni diri kita dan mengampuni sesama kita. Kita harus mengampuni karenaTuhan lebih dulu mengampuni, dan karena orang lain pantasdiampuni. @novlymasriat.