Dibuang Sayang dari Kunjungan Kanonik di Pulau Morotai ( Seri – 4 )
Ketika kami hendak balik ke ibu kota Kabupaten Morotai, kami singgah di satu stasi kecil namanya desa Sopi.
Penduduk desa ini mayoritas GMIH ( Gereja Masehi Injili Halmahera ), dan hanya ada 1 keluarga Katolik tersisa karena beberapa keluarga lain sudah pindah tugas ke kecamatan lain.
Dalam perjalanan menuju ujung kampung, tiba-tiba seorang bapa memberhentikan mobil yang kami tumpangi persis di depan lokasi kosong yang berukuran sekitar 30 x 50 meter. Di situ bukan hanya ada bapa itu tetapi juga ada seorang ibu yang adalah istrinya. Mereka berdua menjelaskan tentang tanah gereja itu, tapi sayangnya belum mampu mereka membangun gedung gereja maka setiap Minggu mereka harus berjalan puluhan kilometer untuk bisa mengikuti ibadat atau misa bila ada Pastor.
Setelah mendengarkan penjelasan mereka, Romo Paroki memintaku, apakah boleh kita singgah di rumah keluarga ini untuk mendoakan mereka? Saya langsung mengiyakan. Setelah mendengar persetujuanku, si ibu cepat-cepat mendahului kami untuk menerima kunjungan mendadak ini.
Mobil pun berhenti di depan rumah yang sekaligus dijadikan kios jual barang. Kami masuk dan setelah basa basi, kami pun mendoakan dan memberkati gereja keluarga yang terdiri dari 3 orang ini: Suami, istri dan anak semata wayang.
Tibalah saat mengharukan di mana ketika tangan saya diletakkan di atas kepala sang suami, ia pun terisak sambil berujar: “Terima kasih bapa Uskup karena mau datang ke rumah kami. Ini sungguh berkat yang tak terkira karena untuk pertama kalinya seorang Uskup mengunjungi dan memberkati kami di desa ini, di rumah kami.”
Merenungkan tentang pengalaman iman yang indah ini, saya hanya berharap bahwa keluarga ini tetap semangat mempraktekan iman kekatolikan mereka walaupun selama ini jarang bahkan tak pernah dikunjungi oleh kami para gembala. Ya walaupun gedung gereja tidak mereka miliki; walaupun jarang bahkan tak pernah dilayani, tapi iman kekatolikan mereka tetap tumbuh subur. Mereka tetap mempertahankan iman kekatolikan mereka walaupun mengalami kesepian dan kesendirian selama puluhan tahun lamanya.
Semoga perjumpaan hari ini menjadi titik awal di mana semangat iman kekatolikan akan tumbuh sehingga ke depan, mereka tidak hanya bertambah dari sisi jumlah melainkan dari sisi kualitas dan militansi sebagai anggota Gereja Katolik yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.
Ditulis kembali oleh: Mgr. INNO NGUTRA : Minnong – Duc In Altum )