DAILY WORDS, JUMAT, 16 NOVEMBER 2023
PEKAN BIASA XXXII
PW S. ELISABET DARI HUNGARIA, BIARAWATI
BY RP. PIUS LAWE, SVD
BACAAN I : KEB 13: 1 – 9
MAZMUR : MZM 19: 2 – 3. 4 – 5
INJIL : LUK 17:26 – 37
@ Saya masih ingat ungkapan ini, “ oleng tapi sadar”. Ungkapan ini sangat santer ketika saya masih di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Lewoleba, Lembata – NTT. Oleng tapi sadar menggambarkan situasi orang yang sedang joget di tenda pesta namun sudah dalam keadaan mabuk oleh karena mengkonsumsi minuman tradisional yang beralkohol, yang dikenal dengan “ tuak putih” atau orang Ambon menyebutnya “ sageru ”. Lucu memang ketika kita melihat orang yang sudah agak mabuk dan bergoyang ria tanpa sadar jika goyangan tubuhnya bisa meyenggol orang-orang di samping yang juga lagi asyik bergoyang ria. Kondisi “bergoyang ria” dalam keadan mabuk ringan atau berat ini sama hal-nya dengan orang yang sedang menikmati hidup tetapi tidak sadar akan keadaan sekitarnya. Saat sedang menulis refleksi ini, saya berada di atas kapal fery, dalam penyeberangan ke kota Ambon. Cuaca cerah dan keadaan laut yang sangat tenang meskipun sedikit ada ayunan kiri dan kanan alias oleng. Ya, kami sedang “oleng tapi sadar”. Kami tidak mengalami goncangan gelombang laut, yang biasanya dasyat pada musim-musim tertentu. Ya, gelombang laut biasanya membuat kita juga bisa “oleng” atau lenggang kiri dan kanan, namun selalu dalam keadaan siap siaga apabila gelombang besar menerpa kapal yang kami tumpangi. Anyway , mari kita kembali ke point saya yang terdahulu tentang “ oleng tapi sadar”. Biasanya yang sedang oleng atau bergoyang ria dalam keadaan mabuk, tidak menyadari realitas yang sedang terjadi. Akibatnya, orang bisa tidak sadarkan diri ketika ada sesuatu yang luar biasa terjadi pada saat-saat genting. Ingat peristiwa kebakaran di diskotik/ night club atau dalam movie teather /bioskop. Orang biasanya sedang tenggelam dalam keasyikan dan tidak sadar jika keadaan emergency menimpa. Berbahaya! Orang bisa gampang masuk dalam satu aksiden/kecelakaan ketika yang bersangkutan tidak mengontrol keadaan, atau tidak sadar akan keadaan sekitar.
@Mungkin analogi yang saya gunakan di atas “ kurang pas” untuk menggambarkan apa yang ditulis dalam Kitab Kebijaksanaan hari ini. Kitab Kebijaksanaan mengingatkan kita agar senantiasa sadar akan KARYA MAHA AGUNG oleh ALLAH atas JAGAT RAYA INI. Bagaimana mungkin kita menikmati karya-karya maha dasyat tanpa mengenal Senimannya. Kita menikmati Bintang-bintang di langit, gua-gua alam yang indah, panorama Pantai yang aduhai, bentangan pegunungan dan perbukitan yang mempesona, pemandangan dalam laut yang menakjubkan. Namun ketika kita tenggelam di dalam euphoria indahnya karya-karya maha dasyat ini, kita sering lupa akan PENCIPTA-NYA atau SENIMAN-Nya. Lebih ekstrim, para penikmat alam ini bukan mengagumi Seniman-nya, melainkan berbalik dan mendewakan unsur-unsur alam yang membawa keindahan tersebut seperti: api, air, udara, bahkan karya manusia itu sendiri yang diidolakan dan disembah secara berlebihan. Orang akhirnya terseret untuk bisa bertindak seperti orang mabuk yang bergoyang. Orang-orang seperti ini mesti diberi teriakan “ oleng tapi sadar ”. Boleh menikmati tetapi sadarlah akan siapa Seniman utama yang menciptakan semua objek MAHA KARYA ini. Lebih sedih lagi ketika manusia sedang menyelidiki alam semesta, mencari tahu hukum-hukum alam yang mekanis, mencari jalan keluar yang bersifat scientific untuk menggali rahasia alam, terlebih rahasia alam di kedalaman inti bumi atau di luar angkasa, di dalam bakteri-bakteri atau virus-virus yang sangat kecil dan bersifat mikroskopis dan di dalam tampakn objek yang besar dan dasyat, namun mereka (para ilmuwan ini) terseret untuk berpikir dan beranggapan bahwa semuanya itu terjadi secara mekanis dan tidak ada satu ZAT atau BEING atau SENIMAN UTAMA yang menciptakan segalanya dengan hukum-hukum keteraturannya sendiri.
@ Tentang hal di atas, saya ingat akan kata-kata Yuri Gagarin, seorang Austonaut Soviet, orang pertama yang menempuh perjalanan ke ruang angkasa. Secara public, oleh karena tekanan rezim Soviet yang sangat atheis, Yuri Gagarin tidjujurnya, ak pernah mengatakan sesuatu yang sebenarnya di hadapan umum. Dia tidak pernah mengatakan tentang perjalanannya dalam hubungan dengan adanya Tuhan atau tidak yang dia mungkin jumpai. Bahkan rezim Soviet lewat berbagai media public menegaskan apa yang tidak pernah disampaikan oleh Yuri Gararin sendiri. Sebenarnya, Yuri Gagarin adalah seorang Katolik Ortodoks yang setia. Oleh karena posisinya dalam kemiliteran Soviet, dia tidak melihat pengakuan public tentang pengalamannya akan Tuhan sebagai hal yang harus diumumkan atau diakui di depan umum. Jujurnya, seorang penulis yang adalah teman dekat Yuri Gagarin selalu mengulangi kata-kata Yuri Gagarin sebagai berikut, “ Seorang Austronot tidak bisa melayang di luar angkasa dan tidak memiliki Tuhan dan pikiran di dalam hatinya .” Kata-kata ini membuktikan bahwa seorang Yuri Gagarin pun mempunyai pengalaman iman – berjumpa dengan Tuhan ketika dia mengelilingi ruang angkasa selama 180 menit. Sambil menikmati jagat raya yang menakjubkan, Yuri Gagarin ingat akan SENIMAN-NYA – PENCIPTA-NYA. Alam tidak terjadi secara mekanis belaka. Bahaya bagi kita ketika semuanya kita yakini terjadi secara mekanis. Okay, bolehlah menikmati indahnya semesta dan indahnya hidup, tetapi jangan pernah lupa PENCIPTA-NYA.
@ Itu berarti, kita mesti selalu menyadari peran Allah di dalam keseharian hidup kita. Kita mestinya “oleng tapi sadar”. Mari kita membiarkan alam semesta dan keindahan serta keunikannya menceritakan tentang SANG SENIMAN sambil mengingatkan kita untuk hidup dalam aturan atau perintah SANG PENCIPTA-NYA. Dalam bahasa Pemazmur: biarkan LANGIT MENCERITAKAN KEMULIAAN ALLAH, hari yang mengisahkannya kepada hari yang lain, malam yang satu menyampaikannya kepada malam yang lain….. sekali lagi, Pemazmur mengingatkan kita sebagai mahkota dari segala ciptaan ini untuk “sadar akan SANG SENIMAN” setiap kali kita asyik menikmati semuanya. Kesadaran di sini termasuk kesadaran akan hukum atau perintah -perintah-Nya dimana, perintah atau hukum yang terutama menjadi PEDOMAN UTAMA saat kita sedang “oleng”. Tentang hal ini, Yesus mengingatkan kita akan dua pengalaman yang terjadi di dalam PL: Nuh dan anak-anaknya. Demikian juga pada zaman Lot. Dua kelompok orang yang pada masa yang berbeda sedang menikmati pesta pora – makan dan minum tetapi akhirnya bencana menimpa. Tentu saja ada korban yang jatuh. Dan itu hanya terjadi pada mereka yang tidak sadar akan PENCIPTA atau SANG SENIMAN – SANG KEBIJAKSANAAN yang menjadi pengatur segalanya. Mereka yang didapati kurang sadar/siap siaga karena sedang berpesta pora ini tidak bedanya dengan kita manusia modern yang sedang menikmati, bukan saja KEDASYATAN ALAM CIPTAAAN dengan segala KEINDAHANNYA, melainkan juga KEDASYATAN CIPTAAN MANUSIA SENDIRI yang bersifat sementara ini. Manusia modern bahkan menjadi sombong dengan karyanya sendiri dalam dunia ilmu pengetahuan berteknologi tinggi, dan pada akhirnya lupa akan SENIMAN UTAMA-nya yaitu Tuhan sendiri. Akhirnya, apa yang terjadi? Peperangan atau konflik terjadi oleh karena ambisi untuk menunjukkan teknologi di berbagai bidang kehidupan, dan ambisi untuk memenangkan energi di bumi hanya untuk kebaikan kelompok tertentu.
@ Ya, semoga kita semua termasuk diriku yang adalah seorang imam dan biarawan misionaris ini, tidak tenggelam di dalam euphoria indahnya alam semesta dan kenikmatan teknologi modern, lalu lupa siapa PENCIPTA atau SENIMAN-NYA, dan bahkan menjadi oleng tanpa sadar. Kita saling mendoakan semoga kita tidak menjadi kelompok yang sedang OLENG TANPA SADAR. Hendaknya kita “oleng tapi selalu sadar” – siap siaga setiap saat karena kita punya seorang SENIMAN yang adalah final destination/tujuan akhir dari peziarahan kita semua di dunia ini. Mari mencinta, mari mengampuni, mari memaafkan, mari berbagi sebagaimana yang sudah dilakukan oleh St. Elisabeth dari Hungaria – seorang biarawati yang sebelumnya merupakan istri pangeran Ludwig , yang hidup di istana yang mewah namun selalu sederhana dan penuh perhatian pada orang-orang miskin di sekitarnya. Ingat, hidup ini cuma sementara saja, jangan “ oleng sendiri ” dalam kegemerlapan dunia ini – kemewahan hidup. Tetaplah berjaga-jaga dengan cara MENCINTA TANPA PAMRIH . Mari kita menikmati hidup ini dalam kesadaran yang penuh, agar meskipun kita “ oleng ” tetapi selalu “ sadar ”…. have a blessed day filled with love and kindness. My warm greetings from the Fery (ship) as I am on my way to Ambon – manise…… padrepiolaweterengsvd ….🙏🏽🙏🏽🙏🏽