MEMBELAH MANTEL EGOISME UNTUK SEBUAH CINTA YANG UTUH –
EXPRESI SEBUAH “CIUM KUDUS”

DAILY WORDS, SABTU, 11 NOVEMBER 2023
PEKAN BIASA XXXI
PW ST. MARTINUS DARI TOURS, USKUP
BY RP. PIUS LAWE, SVD

BACAAN I : ROM 16: 3 – 9. 16. 22 – 27
MAZMUR : MZM 63: 2. 3 – 4. 5 – 6. 7 – 8
BACAAN II : I KOR 3: 9b – 11. 16 – 17
INJIL : LUK 16: 9 – 15

@ Amiens ! Kota kecil yang sedang berselimutkan salju, menyaksikan gerakan cinta St. Martinus de Tours, seorang prajurit yang dengan spontan mengangkat pedang dan membelah mantel yang sedang dikenakannya untuk dibagi dua, yang satu untuk pengemis yang dijumpainya dan yang lain untuk dirinya yang juga sedang kedinginan. Ini sebuah tindakan cinta tanpa tedeng aling-aling. St. Martinus memberi dari apa yang sangat dia sendiri butuhkan. Amazing ! Sebuah ekspresi cinta yang total kepada Kristus yang hadir dalam diri si pengemis.

@Cinta yang utuh! Hal ini kontras dengan pengalaman orang suci di atas ketika salah seorang sahabat dekatku yang sedang dalam susah membagi pengalaman pergumulannya saat ini. Dia bahkan menyeret orang tuanya untuk ikut dalam kesusahannya. Apa yang susah? Ya, dia harus memutuskan untuk memilih siapa kekasih yang akan menjadi pendamping hidupnya. Dalam percakapanku dengannya, saya katakan begini: hampir pasti seseorang tidak mungkin sedang jatuh cinta pada dua insan. Itu sebuah kebohongan! Saya yakin salah satunya adalah sungguh-sungguh “cinta” dan yang lain adalah sebuah pelarian ketika “cinta yang sebenarnya” sedang dalam kekaburan atau kekalutan akibat egoisme yang menerpa kedua insan. Titik! Kosekuensi logisnya: silahkan membuat keputusan tegas untuk mencintai HANYA SATU. Jangan ada hati yang mendua. Jika ada, maka tentu ada dusta diantara mereka. Hmmm!

@ St. Paulus kepada jemaat di Roma menulis di akhir suratnya bak sebuah surat cinta. Bunyi surat ini sungguh mengharukan. Hampir semua sahabat disebut namanya satu per satu dan diberi salam yang khusus. St. Paulus mengajak mereka untuk saling peduli satu dengan yang lain. Bahkan, dia menyapa mereka sekalian sebagai orang-orang kudus karena kesaksian mereka dan mengajak mereka untuk saling memberi salam dengan “cium yang kudus”. Ciuman yang kudus adalah ciuman yang tulus, jujur, penuh persaudaraan tanpa ada sandiwara. Beda dengan ciuman Yudas terhadap Yesus. Itu ciuman pura-pura! Hatinya terpikat pada uang bayaran tetapi ciuman tertuju pada Yesus. Hatinya sedang terpaut pada mamon yang telah diperolehnya dari para petinggi Yahudi yang sedang memburu Yesus. St. Paulus yang telah mencintai umat di Roma dengan ketulusan dan kejujuran bahkan sampai mengorbankan seluruh dirinya, mengajak jemaatnya untuk saling mencinta dengan tulus, tanpa ada rasa iri, cemburu, egois, dst. Cium kudus sama takarannya dengan cinta yang tulus, tidak bercabang, hanya satu jua.

@ Sang Pemazmur mengajak kita untuk mengangkat hati dan memuji nama Tuhan yang kudus. Tuhan-lah Raja yang merajai hidup kita. Namun pujian kita akan menjadi sebuah pujian yang palsu jika bukan Tuhan yang merajai hidup kita. Sebaliknya, mamon atau harta benda ataupun kemelekatan-kemelekatan duniawi lainnya yang menjadi mamon dan menggantikan Allah di dalam hidup kita. Ajakan Pemazmur untuk memuji nama Tuhan adalah ajakan untuk melepaskan kemelekatan dan ketertarikan pada hal-hal yang duniawi. Ini kode keras untuk kita semua. Maksudnya? Ya, sebagai imam, sebagai awam, sebagai biarawan/i, kita semua diajak untuk sungguh-sungguh hidup sesuai dengan Firman Tuhan dan semangat Ekaristi (berkorban dan memberi diri) di dalam hidup kita. Hendaknya Ekaristi meresapi seluruh hidup dan relasi yang kita bangun dengan sesama di sekitar kita. Pujian yang kita sampaikan di Gereja atau dalam ibadat-ibadat lainnya sungguh menjadi suatu pujian yang tulus bak sebuah “ ciuman kudus” versi St. Paulus jika pujian itu kita imbangi dengan perbuatan-perbuatan kasih yang tulus.

@ Yesus secara tegas dan lugas mengajarkan agar kita tidak mengabdi pada dua tuan. Kita tidak serta merta mengklaim jika kita bisa jatuh cinta pada dua pribadi atau dua subjek cinta. Bohong! Kalau itu yang sedang terjadi, mungkin yang satunya mendapat “ciuman kudus”/cinta yang Ikhlas dan tulus, namun yang lainnya hanya mendapat “ ciuman Yudas ” karena toh itu cuma sebuah ekspresi cinta bercabang atau ekspresi hati yang mendua. Kalau saya sebagai imam atau pelayan Tuhan mengklaim bahwa saya sedang jatuh cinta dengan Allah namun hati saya lebih tertambat pada hal-hal duniawi atau harta duniawi, maka ini sebuh expresi “ ciuman Yudas ” yang sedang saya alamatkan kepada Tuhan sendiri.

@Okay, enak memang menulis sebuah harapan yang ideal tentang cinta yang tak bercabang – ciuman yang kudus. Namun saya sadar bahwa tidak mudah untuk mencabut dan menghunus pedang untuk membelah mantel yang sedang saya kenakan untuk dibagi kepada si miskin yang lagi kedinginan sebagimana yang dilakukan oleh St. Martin de Tours. Sering, saya hanya dapat memberi kepada sesama apa yang menjadi “sisa” atau “sampah” dari apa yang saya miliki. Saya belum sepenuhnya memberi atau berbagi dari apa yang sungguh-sungguh sedang saya butuhkan. Kalau itu dapat saya lakukan, ya, ini yang mungkin disebut dengan PENGHAMPAAN DIRI. Penghampaan diri hanya dapat terjadi jika saya JATUH CINTA hanya pada TUHAN saja. Doakan aku, doakan kami para imam, biarawan/i agar dimampukan untuk dapat MENGHAMPAKAN DIRI. Doaku, semoga bapa dan ibu – saudara/i-ku juga dapat menghampakan diri – dimampukan untuk memberi ciuman yang kudus hanya pada Allah lewat mencintai sesama. Dan Bapa/Ibu – saudara/i bahkan dapat memberi kepada yang berkekurangan apa yang sungguh-sungguh bapa dan ibu sangat butuhkan sebagaimana dilakukan oleh Yesus sendiri dan hambanya St. Martinus de Tours. Have a wonderful day filled with love and kindness. Warm greetings from St. Marry Mission Church of Naiwel (170 km from Masohi )….padrepiolaweterengsvd