DAILY WORDS, SENIN, 9 OKTOBER 2023
PEKAN BIASA XXVII
BY RP. PIUS LAWE, SVD
BACAAN I : YUN 1: 1 – 17’2: 10
MAZMUR : YUN2: 2 – 4.7
INJIL : LUK 10: 25 – 37
@ Ketika sedang dalam retreat para imam, para pendamping menghantar kami dengan berbagai syering tentang tantangan-tantangan real yang dihadapi oleh para imam di dalam dunia yang semakin edan ini. Syering dan doa yang dibawakan oleh para pendamping sungguh-sungguh membawaku kepada kesadaran bahwa selama ini, hidup imamatku masih terlilit berbagai macam situasi, yang mana, turut memengaruhi gerak langkahku dalam pelayanan terhadap sesama dan terutama memengaruhi hubunganku dengan Tuhan – Sumber kekuatanku. Hidup imamat dan kaul-kaulku bagai dalam liang kubur yang tertutup rapat oleh berbagai macam situasi dan kondisi, baik yang ada dan terjadi di dalam hidup pribadiku maupun oleh karena pengaruh dari luar. Hidupku bagai ada di dalam liang kubur. Dan karena itu, pagi ini, bersama Pemazmur, saya ikut berteriak kepada Allah untuk mengangkat hidup (nyawa)ku dari dalam liang kubur.
@ Situasi liang kubur adalah situasi gelap sebagaimana yang dialami oleh nabi Yunus ( ada dalam perut ikan ). Dia takut mengambil resiko. Dia meremehkan kekuatan Allah di dalam dirinya. Dia mungkin saja terlilit berbagai kepentingan diri yang menghambatnya untuk pergi ke Ninewe dan menobatkan ribuan manusia di kota yang mahaluas itu. Nabi Yunus mau lari dari perutusan yang Tuhan percayakan kepadanya. Namun kuasa Tuhan jauh melampaui ketakutan, kecemasan dan kegelisahan yang ia alami. Akhirnya, atas tuntunan Tuhan, Nabi Yunus didamparkan di sebuah Pantai, dan dari sana dia mulai mewartakan tahun rahmat Tuhan yang akan datang. Yunus, meski telah berusaha lari dari panggilan dan tawaran pelayanan oleh Tuhan, toh akhirnya masuk di dalam kekuatan kerahiman Allah. Pada akhirnya, dia masuk kota Niniweh namun dengan cara yang sangat unik. Apa pun yang telah melilit hidup nabi Yunus, kuasa kerahiman Allah telah menyeretnya kembali ke jalan yang benar. Nabi Yunus akhirnya, oleh teriakan/pewartaannya, telah membawa pertobatan bagi bangsa yang besar itu.
@ Situasi liang kubur pun sedang dialami oleh tokoh-tokoh yang ada di dalam cerita Yesus tentang orang Samaria yang baik hati. Pertama, imam yang lewat saja ketika melihat sosok yang begitu sengsara berlumuran darah oleh karena dirampok di wilayah perbatasan yang rentan dengan tindakan criminal. Imam takut kalau-kalau dirinya menjadi najis oleh darah si korban perampokan itu. Imam menuruti hukum Taurat secara harafiah dan lupa bahwa tindakan kemanusiaan yang mesti dilakukannya melampaui aturan-aturan formal peribadatan Yahudi. Kedua, hal yang sama terjadi dengan orang Lewi. Dia menyadari sungguh perannya dalam tatanan agama Yahudi: mempersembahkan korban, menaikkan doa, menafsir urim dan tumim. Kaum Lewi juga harus dapat membedakan hal yang kudus dan hal yang tidak kudus, najis dan tidak najis. Kaum Lewi bertugas menyalakan kandil, meniup serunai perak, memberikan berkat dalam nama Allah. Mereka juga menjadi penasihat umat, menjaga kemah suci ketika masih dalam peziarahan menuju Tanah Terjanji dan bahkan bertugas membongkar kemah suci dimaksud. Pokokny kaum Lewi mempunyai tugas bak koster atau sie liturgi di jaman kita sekarang dalam Gereja dewasa ini. Oleh karena itu, demi menjaga kesucian dari kontaminasi darah manusia yang menajiskan, dia menghindar dan hanya memandang dari jauh dan melewati begitu saja sosok yang lagi sekarat dan mestinya ditolong. Itulah realitas yang terjadi dengan para penjaga kesucian bait Allah. Bahkan cinta kasih lewat dan dalam tindakan kemanusiaan mereka lalaikan demi aturan-aturan baku dalam peribadatan. Kasihan!!!
@ Berbeda dengan kedua tokoh yang lain, orang Samaria yang baik hati sungguh berani keluar dari kubur “ kebiasaan-kebiasan ” dan “ keyakinan-keyakinan lama” yang salah. Orang Samaria melawan stigma yang dikenakan pada kelompok mereka. Normalnya, kaumnya mempunyai dendam atas orang-orang Yahudi yang meng-subordinasi-kan/merendahkan orang Samaria mencap mereka sebagai orang-orang najis, turunan bangsa kafir. Namun, kenyataan yang satu ini terjadi sebaliknya. Orang Samaria ini justru meruntuhkan semua pandangan dan anggapan yang baginya adalah TIDAK PENTING . Yang terpenting baginya adalah: cinta kasih yang total tanpa pamrih bagi sesama yang sangat membutuhkan uluran tangan kita. Apa pun resikonya, apa pun anggapan orang-orang di sekitar, apa pun hukum-hukum manusiawi yang melilit, apa pun perasaan perasaan manusiawi yang melilit ( takut, gengsi, marah, dendam, iri hati, cemburu), kehendak/kemauan untuk mencinta secara total tanpa pamrih akan mengalahkan segalanya.
@ Hari ini, marilah kita saling mendoakan. Doakan aku yang adalah imam – hamba Tuhan ini agar dapat keluar dari liang kubur – kegelapan kubur yang dililit oleh dinding dan penutup ( egoism, amarah, dendam, kesombongan, hawa nafsu, kerakusan, ketamakan, gengsi, prestise yang dikejar ), dan boleh melayani tanpa pamrih sebagaimana yang telah dilakukan oleh Orang Samaria Yang Baik Hati. Mari kita sama-sama berdoa kepada Tuhan: “Angkatlah nyawa kami dari dalam liang kubur…” have a great day filled with an unconditional love, and let us have a party of mercy. Warm greetings to you all… padrepiolaweterengsvd ….🙏🏼🙏🏼🙏🏼🙏🏼