Walaupun stasi kecil Lingada yang nun jauh itu tidak termasuk dalam tempat yang akan kukunjungi pada jadwal kunjungi kanonik kali ini di kepulauan Tanimbar yang sangat dekat dengan Benua Australia, tapi ketika Romo Paroki meneruskan permintaan domba-domba kecil ini, ” Mohon Sang Gembala datang mengunjungi kami domba-domba kecilnya yang merindukan sapaan dan belaiannya di sini, ” maka saya pun menjawab Romo Parokinya; ” Aturlah agar saya mengunjungi mereka.”
Setelah santap siang di pusat paroki, kami berangkat ( bersama Romo Vikjen, Vikep, Romo Direktur Kolese dan Romo Paroki ) dengan speedboat. Menempuh perjalanan kira-kira 45 menit, akhirnya kami sampai di pulau Tujuan. Para pemimpin adat, pemerintah desa, pemimpin Agama Protestan Maluku dan Katolik serta seluruh masyarakat telah menanti kami di atas dermaga.
Setelah penerimaan adat dan penyambutan maka kami pun berarak menuju kapel kecil yang sudah mulai rusak termakan waktu. Sepanjang jalan berjejer anak-anak SD yang berteriak bersahut-sahutan, ” Selamat datang Bapa Uskup… Selamat datang Bapa Uskup.” Suara-suara polos yang mewakili ungkapan hati umat dewasa yang malu-malu mengungkapkan kerinduan mereka.
Dalam sesi dialog di dalam kapel kecil itu sangat terlihat raut muka gembira dan haru pada wajah domba-domba kecil yang terbiarkan ini. Tiba-tiba seorang bapa dengan terbata-bata, berucap; Bapa Uskup…Terima kasih karena Bapa mau datang mengunjungi kami di pulau terpencil dan terasing ini. Setiap kali kami mendengar berita kunjungan bapa Uskup ke kepulauan Tanimbar. Kami rindu dikunjungi tapi suara rindu kami tak bisa melewati luasnya lautan yang memisahkan kami dengan pulau Yamdena. Tapi hari ini, betapa tidak penantian kami selama 30 tahun akan kunjungan Sang Gembala terbayar lunas walaupun hanya 2 jam saja. Kami tidak tahu, berapa puluh tahun lagi baru bapa Uskup akan datang lagi mengunjungi kami, tapi mulai sekarang dan selamanya kami akan berkisah kepada anak cucu kami bahwa ada seorang Uskup yang pernah mengunjungi kami di bulan Juni 2023.“
Menyaksikan kapel kecil yang sudah mulai rusak termakan usia ini, hati selalu rindu untuk membantu mereka, tapi tidak semua hal bisa kulakukan kepada domba-domba kecil ini dalam setiap kunjungan. Mereka ingin membangun kembali sebuah gereja yang lebih besar karena jumlah umat yang terus bertambah, tapi mereka sendiri kesulitan akibat ikatan kemiskinan yang meliliti mereka. Dengan jumlah hanya 11 KK dengan jumlah jiwa 44 pasti mereka sangat kesulitan. Maka bersama Romo Vikjen, kami menyumbang kasula 4 warna, pakaian misdinar, Tabernakel, salib dan patung-patung sehingga kapel kecil bisa terlihat sebagai rumah doa.
Semoga di masa depan, Tuhan mengirim orang-orang baik untuk memenuhi kerinduan hati umat kecil ini untuk membangun sebuah rumah doa yang layak untuk Tuhan mereka di pulau terpencil dan terasing ini.
Aku hanya berdoa, ” Tuhan, Sang Pemilik domba-domba kecil ini. Aku telah melakukan bagianku, maka silakan Engkau melakukan bagian-Mu.”
Pukul 17.30 WIT, kami pun meninggalkan stasi kecil di pulau terasing itu dan kembali ke pusat paroki untuk merayakan Misa penerimaan Sakramen Krisma.
Nantikan kisah unik penerimaan sakramen krisma di pusat Paroki St. Petrus dan Paulus Wabar, Tanimbar.
Salam, doa dan berkatku untukmu
( Mgr. Inno Ngutra )