Bukan sekedar Berpuasa

Kesejatian Masa Pra-Paskah adalah periode membangun keuletan budi dan hati untuk tunduk pada kehendak Allah. Mengapa demikian? Karena point itu adalah isi atau kontent dari perjalanan panjang Yesus menggapai Salib. Dibangkitkan Allah adalah sebuah penganugerahan atas keuletan ini.

Apakah puasa adalah inti dari perjalanan menuju Salib dan kemuliaan kebangkitan? Tentu saja tidak. Puasa itu hanya salah satu cara tindakan Tuhan Yesus memelihara keuletan itu. Telah banyak cara yang diperlihatkan Tuhan Yesus di dalam Injil. Karena itu, masih banyak cara lain yang bisa dipakai untuk upaya itu sebagaimana telah Ia tunjukan dalam perbuatan maupun ajaranNya. Doa, bersedekah, memaafkan, mengerem kecenderungan, dlsb., bisa menjadi bagian, dan bukan alternatif dari upaya membangun keuletan itu.

Benar, bahwa secara eklesial, kita terus diingatkan tentang siapa saja yang bisa dan bagaimana cara berpuasa. Tetapi hal itu tidak lalu membuat otak dan otot kita berputar dan berkutat hanya pada soal makan-minum. Keuletan, lagi-lagi tidak hanya diuji dari batasan itu. Apalagi puasa itu sendiri bukan berorientasi pada urusan perut dan tenggorokan semata. Yang belum berusia 17 tahun dan yang sudah melewati usia 60 tahun tetap saja bisa melatih, menjaga dan terus memelihara keuletan kebajikan kristiani sampai ia mati.

Bila hari ini, kita menerima sebuah tanda, abu suci di dahi kita, maka jauh lebih luas dari sekedar tanda kita berpuasa adalah sebuah tanda panggilan misioner orang-orang Kristen agar kita hadir menjadi tanda memelihara keuletan ini di mata dunia.

Selamat ditandai Abu Suci…!!! Selamat Hari Rabu Abu…!!!

………
M. Taher