SIAPAKAH SESAMAKU?


Renungan hari Minggu Biasa XV

Pertengahan tahun lalu, ketika saya masih bertugas di Paroki Wabar, kecamatan Wuarlabobar, saya mencari bantuan sarana tangkap dan budidaya rumput laut untuk beberapa nelayan Muslim di Kecamatan Wuarlabobar yang mengeluh tidak pernah mendapat bantuan. Dan setelah beberapa hari menyerahkan paket bantuan tali dan 5 unit mesin ketinting, beberapa umatku (Katolik) bertanya, “mengapa pastor harus dibantu mereka”?

Jawaban atas pertenyaan ini kemudian saya temukan dalam bacaan Injil hari ini (Minggu Biasa XV) dgn tema “Siapakah Sesamaku”

Dalam bacaan Injil hari ini, seorang ahli Taurat memgejukan dua pertanyaan penting kepada Yesus, walaupun dengan maksud yang dangkal, ingin mencobai Yesus. Pertanyaan pertama, “apa yang harus saya perbuat untuk masuk Kerajaan Allah”? Dan pertanyaan ke dua, “siapakah sesamaku”?.

Dua pertanyaan ini tidak langsung dijawab oleh Yesus untuk meladeni keinginan si ahli Taurat, tapi Yesus menguji kemampuan literasi si ahli Taurat dengan kembali mengajukan pertanyaan: “apa yang kau baca dalam kitab Taurat”? Gaya dialog (pertanyaan dijawab dengan pertanyaan) yang “dimainkan” oleh Yesus, menggiring si ahli Taurat untuk menjawab sendri pertanyaannya.

Karna merasa “kalah”, si ahli Taurat terus bertanya untuk menguji Yesus, “siapakah sesamaku”?. Sekali lagi Yesus tidak memberikan jawaban langsung, tapi Yesus menceritakan sebuah perumpamaan tentang “orang Samaria yang baik hati”. Dan sekali lagi Yesus memaksa si ahli Taurat itu untuk menjawab pertanyaannya sendri tentang “siapakah sesamaku”?

Poin penting pertama yang kita pelajari dari karakter berpikir si ahli Taurat ini adalah terkadang kita tahu banyak hal (ilmu pengetahuan, teologi, filsafat dll), tapi sering kita gunakan untuk menguji kemampuan berpikir, bahkan untuk menjebak orang lain. Bukankah iman dan ilmu pengetahuan harus diwujudkan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga bermanfaat dan berdampak positif bagi orang lain? Karena Iman (dan ilmu pengetahuan) tanpa perbuatan, pada hakekatnya adalah mati.

Kedua, pertanyaan si ahli Taurat, “siapakah sesamaku”?, yang dijawab dengan sempurna oleh Yesus lewat perumpamaan “Orang Samaria yang baik hati” mengajak kita untuk mampu menembus sekat-sekat perbedaan suku, ras dan agama, kapan dan di mana saja kita diutus dengan kasih yang tulus.

Bapa Uskup (Mgr. Seno Ngutra) dalam kunjungan perdananya di setiap Wilayah juga telah memberikan contoh dan teladan yang baik bagi kita. Beliau tidak hanya menyapa dan memberkati umatnya saja, tapi juga menyapa dan memberkati domba-domba dari kandang yang lain sebagai wujud kasih Yesus yang universal, yang melampaui ruang dan waktu.

Larat, 10 Juli 2022

RD. P. Serin