MAKNA PENDERITAAN MANUSIA DALAM KACAMATAPENGALAMAN YUSUF – ANAK ISRAEL

DAILY WORDS, JUMAT, 10 MARET 2023
PEKAN II PRAPASKAH

BACAAN I : KEJ 37: 3–4. 12 – 13a. 17b – 28
MAZMUR : MZM 105: 16 – 17. 18 – 19. 20 – 21
INJIL : MAT 21: 33 – 43. 45 – 46


(by RP. PIUS LAWE, SVD)

@ Pagi ini, saya harus meninggalkan kegiatan retreat bersama para imam moderator Kharismatik Katolik se-Indonesia, dan pergi ke RS Katolik St. Vincent de Paul (RKZ) untuk melakukan pemeriksaan kesehatan oleh karena ketidak-nyamanan fisik yang saya sudah dan masih sedang rasakan sejak minggu yang lalu. Ya, saya sakit! Atau lambung atau jantung, mungkin ada gangguan pada salah satunya sehingga sering menimbulkan rasa lemas dan kosong, dan tarikan nafas terasa pendek dan melelahkan. Dengan berat hati saya meninggalkan para imam moderator, Bapa Uskup dan panitia penyelenggara, yang sebentar lagi akan berpisah dan kembali ke tempat perutusannya masing-masing.

@Ketika saya sedang dalam antrian menunggu giliran bertemu dengan dokter, saya berkata kepada diri sendiri begini, “ O, mungkin Tuhan sedang menegur saya supaya saya bertobat dari segala yang sudah saya lakukan, khususnya tindakan – tindakan yang telah mencederai tubuhku. Namun, bagi saya Allah itu penuh belas kasih. Masakan Allah yang berbelaskasih mentobatkan saya dengan memberi atau bahkan membiarkan “sakit fisik” itu terjadi atas diriku? Apakah Allah se-tega itu? Ya, ini sakit normal akibat perbuatan sendiri; tidak control pola makan dan jenis makanan serta minuman yang diperbolehkan dan atau tidak diperbolehkan bagi tubuhku. Ini kesalahan sendiri dan bukan hukuman dari Allah.

@Mari kita telusuri lebih jauh dan dalam tentang keterlibatan atau kontribusi Allah dalam penderitaan manusia! Mengapa Allah membiarkan orang baik mengalami penderitaan? Orang baik dan orang-orang tak bersalah (innocent) kok mati tertimpa bencana alam? Orang baik kok dibunuh secara sadis oleh orang-orang jahat? Mengapa orang-orang jahat dibiarkan berkeliaran dan secara brutal membunuh orang-orang baik? Lalu, apa buah atau pahala/ganjaran dari kebaikan yang telah “orang baik” lakukan? Mengapa Allah yang Mahakuasa, yang mestinya karena kekuasaan-Nya dapat melakukan apa saja, justru membiarkan mereka melarat dan menderita? Ataukah Allah tak mampu meredam atau menghentikan penderitaan itu sendiri? Ini adalah rentetan pertanyaan eksistensial yang bukan barusan didengungkan oleh manusia jaman now. Ini adalah pertanyaan-pertanyaan klasik dan eksistensial, yang sudah didengungkan sepanjang jaman. Inilah pertanyaan-pertanyaan yang sudah diangkat oleh para pemikir, para sastrawan, para penulis, para musisi, dan bahkan oleh orang-orang biasa, orang-orang sederhana yang membahasakan pemikiran di atas dalam dan melalui bahasa-bahasa adat dan dalam ritus-ritus sesuai dengan keyakinan-keyakinan lokalnya. Pertanyaan-pertanyaan di atas mengundang jawaban atau refleksi yang beragam sesuai dengan tradisi agama atau aliran kepercayaan masing-masing.

@ Hemat saya, untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, ada dua hal yang mesti saya ingat: pertama, Allah menciptakan manusia dengan kehendak bebas. Manusia memutuskan untuk melakukan atau yang baik atau yang jahat. Allah tidak bisa disalahkan. Kedua, Allah menciptakan alam semesta dan membiarkan alam ini berjalan sesuai dengan hukum alam-nya. Jika terjadi gempa bumi atau tsunami atau letusan gunung berapi, ya itu alam berjalan sesuai dengan rithme dan hukumnya. Allah tidak bisa disalahkan atau manusia pun tidak bisa diukur salah dan dosanya atas kejadiah yang sangat natural ini. Berbeda jika kejadian alam yang dasyat akibat rakitan teknologi yang manusia ciptakan atas kehendak bebas manusia itu sendiri, semisal ledakan bom nuklir yang dapat menimbulkan bencana alam lainnya. Ada jenis bencana alam yagn lebih berhubungan dengan “human error” semisal banjir akibat penebangan hutan dan pembuangan sampah yang sembarangan. Kalau penderitaan itu merupakan akibat dari tindakan manusia yang kurang bertanggung jawab, maka Allah tidak bisa disalahkan. Manusia-lah yang mestinya disalahkan karena dia sudah menjadi biang kerok terjadinya bencana alam. Manusia mempunyai kehendak bebas untuk memutus tindakan moralnya.

@ Tentang penderitaan yang dialami oleh Yusuf yang dijual oleh sanak saudaranya sendiri, Kitab Suci mempunyai cara pandangnya sendiri. Yusuf tidak bersalah. Saudara-saudaranya yang memikul kesalahannya sendiri karena mereka mempunyai kehendak bebas untuk memutuskan mana yang baik yang dapat dilakukan sebaliknya mana yang buruk yang dihindari. Bagaiaman dengan Yusuf? Ini salah satu hal yang berat untuk dicerna. Mengapa Allah yang baik dan penuh kasih menginjinkan Yusuf yang innocent ini mengalami tragedy? Jika Allah mengasihi orang kecil dan tak bersalah seperti Yusuf, Dia mestinya menjaga anak ini. Dalam surat Paulus kepada jemaat di Roma bab 8 ayat 28, Paulus mengatakan, jika Allah mengasihi orang-orang yang dianggapnya anak, maka Allah bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi orang percaya. Itu berarti pencobaan dan siksaanm diperkenankan terjadi dalam hidup kita untuk mendatangkan kebaikan. Karena itu, bagi kita yang mempunyai iman akan Allah, semua pencobaan dan siksaan pasti memiliki tujuan ilahi. Ini adalah bagian dari proses pengudusan atau pemurnian. Melalui I Petrus 1: 6 – 7 dia menulis, “bergembiralah akanhal itu, sekalipun sekarang ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai pencobaan.” Di sinilah, proses pemurnian terjadi bagi diri kita yang berkanjang di dalam penderitaan dan cobaan. Yusuf anak Israel telah menjalani segala pencobaan dengan tabah, dan akhirnya dia menjadi penyelamat bagi bangsanya sendiri saat kelaparan menimpa negeri nenek moyangnya. Yusuf menjadi besar di tanah Mesir dan menjadi penyelamat bangsanya.

@ Di dalam PL, figure Ayub menjadi tokoh yang patut diteladani. Namun semua itu berpuncak di dalam PB. Yesus Kristus adalah teladan yang sempurna dalam menjalani salib dan penderitaan untuk sebuah tujuan yang besar. Ada tujuan ilahi di dalam pencobaan dan siksaan yang dialami Yesus. Ketabahan dan ketekunan di dalam menjalani salib dan penderitaan oleh Yesus adalah suatu teladan yang baik bagi manusia. Pencobaan dan siksa itu ada karena ada tujuan dan upahnya. St. Yakobus menegaskan hal ini dalam suratnya yang berbunyi, ….”Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada mereka yang mengasihi-Nya. (Yak 1: 2 – 4. 12).

@Ya, di saat-saat yang sulit seperti ini, menarik untuk terus saja mencari kekuatan dari Kitab Suci tentang makna penderitaan yang melanda manusia. Kita belajar dari berbagai tokoh di dalam Kitab Suci termasuk Yusuf anak Israel dan Ayub. Mereka telah menjalani penderitaan dan pencobaan dengan tabah dan pada akhirnya membawa mereka kepada suatu kemenangan yang jaya. Kita belajar untuk tidak menjadi orang-orang yang oleh kehendak bebas yang Tuhan anugerahkan kepada kita, turut menjadi pembunuh orang-orang yang tidak bersalah sebagaimana yang dilakukan oleh para penggarap kebun anggur di dalam perumpamaan yang disampaikan Yesus kepada imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi. Kita saling mendoakan di masa yang kudus ini, semoga kita dapat melalui masa-masa puasa/pencobaan ini dengan penuh iman dan takwa. Have a blessed day filled with love and compassion. Warm greetings to you all from SOVERDI SURABAYA….. padrepiolawesvd..🙏🙏😇😇🫰🏿🫰🏿🫰🏿