Salah satu keinginan yang setiap orang miliki adalah menjadi yang terbaik. Hal ini menjadi penggerak dalam berbagai bidang kehidupan seperti di sekolah, tempat kerja, rumah tangga, dan lain sebagainya untuk mengusahakan yang terbaik; memperbaiki dan menyempurnakan yang masih kurang; membentuk kwalitas hidup yang lebih baik dan benar. Daya ini natural dan normal. Hidup harus dinamis, bukan statis. Untuk itu, upaya untuk memperbaiki diri untuk menjadi lebih baik atau lebih benar adalah bagian dari eksistensi manusia. Hasrat alamiah dan baik ini akan terganggu bila ada kepentingan-kepentingan buruk tertentu yang menungganginya, seperti kesombongan, kenginan untuk dipuji, serakah, dan lain sebagainya. Sebagai hasilnya adalah, hasrat ini menyebabkan obsesi, kecemburuan, dan hanya ingin mengejar tujuan-tujuan yang kering dan kosong.
Dalam hidup beriman, hasrat untuk menjadi yang terbaik atau yang terdahulu adalah sesuatu yang perlu. Iman orang kristiani adalah iman yang luar biasa, bukan iman yang biasa-biasa saja. Yesus pernah mengatakan bahwa bila orang menampar pipi kiri kita, berikan juga pipi kanan, bila orang meminta baju, berikan juga jubah; tidak membalas benci dengan benci, tetapi dengan kasih (bdk. Mat. 5:39-44). Ini adalah sebuah ajaran dan cita-cita iman yang Yesus harapkan dari setiap pengikut Kristus. Namun, upaya untuk mengejar hidup iman yang luar baisa ini bukan karena kesombongan rohani tetapi hanya demi pengembangan kualitas iman dan makin dekat dengan Tuhan.
Yesus menyadari bahwa terdapat keinginan para murid-Nya untuk menjadi yang terbaik atau yang terdahulu. Rupanya keinginan ini menjadi topik diskusi para murid dalam perjalan bersama dengan Yesus. Para murid mempertengkarkan keinginan tersebut. Suasana diskusi rupanya mendalam dan alot. Yesus memberi dasar bagi keinginan untuk menjadi yang terbaik atau yang terdahulu. Yesus katakan, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya” (Mrk. 9:35). Dia juga menegaskan bahwa, “Barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Dan barangsiapa menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku (Mrk. 9:37). Penegasan Yesus ini menunjukan bahwa dasar bagi hasrat utuk menjadi yang terbaik atau yang terdahulu adalah karakter pelayan, kerendahan hati (seperti anak-anak), dan keterarahan kepada Tuhan.
Karakter pelayan adalah karakter orang yang mau bekerja, terlibat, menyentuh dan mengenal secara dekat pekerjaannya; bukan bermental bossy. Dalam kaitan dengan pelayanan, Paus Fransiskus katakan, “Pelayanan selalu memandang wajah saudara itu, menyentuh dagingnya, merasakan kedekatannya sampai pada titik ‘merasakan sakitnya’, dan mengusahakan kemajuan saudara itu. Karena itu, pelayanan tidak pernah ideologis, karena yang dilayani bukan ide melainkan pribadi” (Fratelli Tutti, 115). Kerendahan hati mengantar orang pada pengakuan akan ketidaksempurnaan diri dan mau terbuka terhadap bantuan dari luar diri. Orang yang rendah hati akan mampu terarah kepada Tuhan. Kerendahan hati mengantar kita untuk menyadari bahwa kita tidak bisa berbuat apa-apa tanpa bantuan dan campur tangan Tuhan. Selain itu, sebagai orang Kristiani, pencapaian terbaik adalah cita-cita manusiawi yang selalu ditempatkan dalam relasi dengan Tuhan atau keterarahan kepada Tuhan, bukan diri manuasiawi semata. Sehingga, perbuatan sebaik apapun, tidak semata-mata untuk menunjukkan kehebatan diri tetapi demi kemuliaan Tuhan. Amin. #novlymasriat.