IMAN MELAMPAUI PRIMORDIALISME EKSTRIM

DAILY WORDS, MINGGU, 20 AGUSTUS 2023
PEKAN BIASA XX
BY RP. PIUS LAWE, SVD

BACAAN I : YES 56: 1. 6– 7
MAZMUR : MZM 67: 2 – 3. 5.6.8
BACAAN II : ROM 11: 13 – 15. 29 – 32
INJIL : MAT 15: 21– 28

Gereja Katolik Putih versus Gereja Katolik Hitam. Itulah sebuah kenyataan yang saya hadapi ketika datang ke Amerika Serikat sebagai seorang student OTP ( _Over Seas Training Program)._ Mengejutkan memang! Katoli Putih? Katolik Hitam? Katolik Hispanic/Latinos? Benar, itu sebuah realitas yang tidak dapat dipungkiri di dalam satu negara demokrasi yang paling getol menggaungkan persamaan derajat. Katanya, ini dilatar-belakangi oleh satu orientasi cultural yang hendak diekspresikan, juga di dalam liturgi. Apakah ini cukup beralasan untuk mengelompokkan diri ke dalam Gereja orang Putih dan Gereja orang Hitam?

@ Well, only God knows . Kebetulan saya menjalani masa orientasi pastoralku di paroki St. Paulus Rasul, Baton Rouge, Llussiana. 100% umatnya adalah orang hitam. Mirisnya, mereka awalnya adalah bagian dari satu Gereja Katolik yaitu Gereja Paroki Hati Kudus ( Sacred Heart ). Namun karena mereka mengalami tindakan diskriminatif dari orang-orang Katolik berkulit putih, maka orang-orang berkulit hitam (Afro – America) ini membeli sebuah Gedung bekas bioskop dan menjadikannya rumah ibadah (Gereja). Mereka secara tegas menolak diskriminasi dan bahkan menolak gambaran Yesus yang berkulit putih. Patung Salib Yesus dan Bunda Maria pun dipilih yang berkulit hitam. Inilah eksprersi luka batin dan kekecewaan yang luar biasa sampai-sampai mereka tidak yakin jika gambaran Yesus berkulit putih mempunyai pengikut yang sangat diskriminatif and segregatif. Kenyataan yang sama pula saya hadapi ketika datang lagi ke USA sebagai seorang imam muda yang bekerja di paroki-paroki Afro – America dan juga bekerja di paroki orang berkulit Putih. Satu hal yang menarik, ketika seorang putih berada sendirian di antara orang-orang hitam, tampak sikap diskriminatif dari orang-orang hitam terhadap orang kulit putih ini. Setelah sekian tahun berpastoral bersama orang-orang Afro – America, saya menemukan bahwa sikap dan tendensi diskriminatif terdapat dalam hampir semua budaya, tergantung siapa yang menjadi kelompok yang dominan. Hal ini mungkin saja sedang terjadi juga pada diri kita masing-masing ketika kita berafiliasi dengan sebuah kelompok etnik yang secara kuantitatif dominan terhadap kelompok etnik yang lainnya. Manusia, umumnya cenderung memperlakukan orang lain atau menjalin relasi dengan sesama dengan selalu mempertimbangkan berbagai kondisi: kaya vs miskin, kulit terang – kulit gelap, agama A vs agama B, suku A vs suku B, partai politik A vs partai politik B, negara A vs negara B, suku bangsa A vs suku bangs B, dst. Lihat saja kenyataan yang sedang terjadi di sekitar kita. Sebut saja negara kita yang sedang mempersiapkan diri menghadapi PEMILU tahun 2024. Begitu banyak partai politik dengan politikusnya masing-masing mencoba menjual ide atau gagasannya masing-masing kepada rakyat pemilih. Mirisnya, untuk menarik perhatian para pemilih, begitu banyak isu primordial dihembuskan. Kasihan. Rakyat menjadi objek target yang diobrak-abrik dengan berbagai kabar berita, yang sering sekedar menarik perhatian namun menghalalkan pelbagai cara atau jalan. Ya, jika tidak berlebihan, saya boleh katakan bahwa kita semua sering terjebak ke dalam rasa primordial yang berlebihan dan lupa jika hal itu tidak membawa keuntungan apa pun di dalam hidup kita.

@Firman Tuhan hari ini mengajak kita untuk berusaha maju selangkah, menjalin relasi secara bebas merdeka tanpa ada bingkai primordialisme yang menghalang-halangi kita. Nabi Yesaya di dalam seruannya menegaskan jika Allah bahkan merangkul orang-orang asing. Allah tidak pernah mengekslusifkan keselamatan yang diselenggarakan-Nya. Bagi Allah, kebenaran dan keadilan adalah hal yang utama. Bukan soal suku atau bangsa, bukan soal asing atau bukan asing. Semuanya sama di hadirat Allah. Bahkan semua umat manusia dari segala suku dan bangsa akan dibawa oleh Allah ke gunung-Nya yang kudus. Allah mengasihi semua umat manusia tanpa pandang bulu. Bagai matahari dan bulan yang menyinari semua makluk, itulah cinta Allah, yang sesungguhnya diperuntukkan bagi semua umat manusia. Allah mengasihi dan memanggil semua umat manusia kepada kebenaran. Santu Paulus, kepada jemaat di Roma, menegaskan jika Allah tidak pernah menyesal kalaupun Kabar Gembira atau warta keselamatan di dalam Yesus Kristus disampaikan kepada bangsa-bangsa yang bukan Yahudi. Sebab pada prinsipnya, Allah menghendaki agar semua umat manusia selamat di dalam Kristus. Yesus telah lebih dahulu mempraktekkan hal ini ketika Dia menantang iman seorang wanita Kanaan. Jawaban wanita Kanaan bahwa bahkan anjing-aniing pun makan dari remah-remah yang jatuh dari meja tuannya, membuktikan bahwa bukan soal “asingnya” seseorang untuk layak atau tidak layak menerima keselamatan, tetapi iman yang dalam akan karya Allah, itulah yang menyelamatkan. Sikap dan tindakan Yesus terhadap wanita Kanaan membuktikan bahwa IMAN YANG TEGUH kekuatannya melampaui batas-batas primordialisme yang ada di atas muka bumi ini. Kita saling mendoakan, semoga kita tidak terjebak di dalam rasa primordial yang berlebihan. Semoga, oleh karena iman akan Allah yang mengasihi semua suku dan bangsa, kita dapat menjalin relasi satu dengan yang lain atas dasar cinta kasih yang tulus tanpa bergantung pada kondisi atau persyaratan-persyaratan tertentu. Semoga oleh Roh Kudus, kita didorong untuk saling mencinta secara *UNCONDITIONAL* – secara tidak bersyarat karena Allah telah lebih dahulu mencintai kita secara tak bersyarat. Semoga demikian…Tuhan memberkati. _Happy Sunday…warm greetings from Wahai to you all…_ .salve..salve..salve… padrepiolaweterengsvd…..