Kita bukanlah manusia sempurna! Ini kenyataan eksistensial yang patut diterima. Dalam upaya mempertahankan dan merawat kesehatan mental (cth. pikiran yang jernih dan batin yang damai, hidup yang terus produktif) niscaya kita akan berperang dengan iblis bernama emosi-emosi negetif (cth. sedih, marah, cemas, dll). Oleh karena itu, ketika kita mulai berpikir dan merasa bahwa hidup ini terlalu keras dan tidak adil, cobalah untuk menempuh tindakan-tindakan positif yang pada gilirannya menolong kita untuk keluar dari peperangan itu. Jangan kita membiarkan diri dikalahkan oleh gempuran emosi-emosi negatif dalam perjuangan merawat kesehatan mental kita.
Salah satu tindakan positif yang sangat membantu adalah MENERIMA DIRI SENDIRI. Menerima bahwa kita adalah manusia yang tidak sempurna. Ini tindakan yang paling sulit! Pengalaman kita membenarkannya.
Misalnya, sulit bagi kita untuk menerima kenyataan bahwa kita gagal (gagal meraih cita-cita, gagal mempertahankan dan merawat cinta, kesetiaan, dll), bahwa kita kecanduan, sedang sedih, cemas atau bahkan depresi. Semakin kita sulit menerima kenyataan-kenyataan tersebut, semakin dahsyat peperangan yang terjadi dalam diri kita.
Oleh karena itu, adalah bijaksana untuk mengingatkan diri sendiri bahwa apa pun kenyataan pahit dan pedih yang sedang kita alami, kita masih tetap manusia; kita hanyalah manusia biasa; manusia utuh yang tak luput dari ketidaksempurnaan!
Salam,
Theo Amelwatin