DAILY WORDS, MINGGU, 09 FEBRUARY 2025
PEKAN BIASA V
BY RP. PIUS LAWE, SVD
BACAAN I : YES 6: 1 – 2a. 3 – 8
MAZMUR : MZM 138: 1 – 2a. 2bc – 3. 4 – 5. 7c – 8
BACAAN II : I KOR 15: 1 – 11
INJIL : MRK 5: 1 – 11
@ “ Di hadapan para dewata, aku hendak bermazmur bagi-Mu ya Tuhan. ” Refrein Mazmur Tanggapan ini dinyanyikan dengan begitu merdu oleh si Pemazmur namun ditanggapi dengan suara halus penuh keraguan dari umat yang jumlahnya tidak lebih dari 40 orang. Inilah kesan awalku tentang komunitas Katolik nan mungil, yang memenuhi Kapela kecil di bibir pantai depan teluk Wai-Tulehu, pulau Ambon. Inilah juga misa perdana-ku di stasi St. Yohanes Paulus II Wai yang adalah bagian dari paroki St. Yoseph Passo. Saya mempunyai gambaran awal tentang komunitas Katolik stasi Wai sebagai sebuah komunitas tua peninggalan misionaris Portugis. Ternyata gambaranku ini keliru. Komunitas ini sebenarnya hanyalah kumpulan para perantau dari Flores, Kei dan Tanimbar yang sudah hidup dan beranak-cucu di wilayah ini. Mereka bahkan sudah berbaur dengan penduduk setempat yang mayoritas Protestan namun tidak pernah legam kekatolikannya. Mereka tetap setia sebagai orang-orang Katolik. Dalam proses yang panjang, mereka akhirnya berkembang menjadi sebuah stasi. Meskipun kecil dalam jumlah, mereka tidak pernah kecil dalam semangat. Mereka memang kecil dalam jumlah namun besar dalam energi spirtual-nya. Mereka mungkin kecil dalam jumlah KK (Kepala Keluarga) namun sangat vibrant dalam dinamika kehidupan rohaninya. Hal ini dapat saya tangkap dari semangat mereka untuk bernyanyi ketika saya turun dari mimbar sabda dan coba berlangkah satu dua meter di lorong tengah sambil memimpin mereka untuk menyanyikan Mazmur Tanggapan. Tiga kali kami bernyanyi bersama. Dan sungguh, saya menangkap keaslian kharakter komunitas ini: meski kecil namun sangat energetic – sangat vibrant. Mereka memang ada di pinggiran kota Ambon, namun mereka tidak menjadi kaum pinggiran dalam iman, harapan dan kasih.
@Komunitas kecil yang vibrant ini akhirnya mengubah alur refleksiku hari ini. Awalnya saya hendak mulai dengan kisah St. Yohanes Paulus II dan Pengemis. Namun kisah ini tidak saya syeringkan pagi ini sebagai ilustrasi kotbah. Setelah tiga kali memimpin umat untuk menyanyikan ulang refrain dari Mazmur
Tanggapan, saya justru memulai kotbahku hari ini dengan mengalamatkan pertanyaan ini: “MENGAPA KITA BERMAZMUR BAGI TUHAN di hadapan para dewata? Atau, atas alasan apa kita bermazmur bagi Tuhan hari ini di hadapan para dewata?” Semua diam tertegun. Seorang ibu yang duduk di pinggir bangku yang ada di dekat lorong tengah, hendak menjawab pertanyaan di atas ketika saya menunduk ke arahnya. Sebenarnya, saya tidak menghendaki jawaban apapun dari kongregasi/umat. Saya hanya bermaksud mengantar mereka untuk merefleksikan pertanyaan di atas: mengapa mereka bermazmur bagi Tuhan?
@Dalam refleksiku hari ini, saya boleh katakan bahwa kita patut bermazmur bagi Tuhan karena KERAHIMAN-NYA. Melalui bacaan-bacaan hari ini, kita dapat menemukan sosok Tuhan kita sebagai ALLAH YANG MAHARAHIM. Pertama , Dia – Tuhan telah menunjukkan kerahiman-Nya dengan memilih nabi Yesaya yang najis bibir menjadi utusan-Nya. Yesaya, di dalam bacaan pertama hari ini, mengakui di hadapan Allah kalau dia seorang yang “najis bibir” dan tidak layak untuk menjadi pembawa warta keselamatan kepada dunia. Dia menyadari pula bahwa dia tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir. Namun Allah justru mengirim seorang serafim terbang dengan bara api di tangan dan menyentuh bara api itu pada mulut nabi. Tuhan Allah meyakinkan nabi Yesaya jika semenjak bara itu menyentuh bibirnya, segala kesalahan dihapus dan dosanya pun diampuni. Dengan keyakinan akan kemaha-rahiman Allah yang melampaui “bibirnya yang najis”, Yesaya berseru, “Inilah aku, utuslah aku”. Dari kerendahan hati untuk menyadari semua kenajisannya, Allah telah mengangkat nabi Yesaya menjadi seorang utusan Allah.
@ Kedua , Dia – Tuhan telah menunjukkan kerahiman-Nya dengan memanggil dan mengutus St. Paulus menjadi seorang rasul. St. Paulus melihat dirinya sebagai RASUL YANG PALING HINA. Hal ini dikatakannya melalui suratnya kepada jemaat di Korintus. Hanya dalam kesadaran ini, St. Paulus sungguh mengandalkan belaskasih Allah dan kerahimanNya. Kesadaran akan kelemahan dan kerapuhan dirinya justru menjadi KEKUATAN MAHA DASYAT untuk terus maju menjadi seorang RASUL BESAR meskipun masa lalunya yang kelam telah melabelkan dirinya sebagai salah satu RASUL YANG PALING HINA. Sekali lagi, kerendahan hati untuk mengakui diri sebagai YANG BERDOSA, itulah yang membuat Allah menjadikan seorang pendosa seperti St. Paulus menjadi penjala manusia.
@ Ketiga , Dia – Tuhan telah menunjukkan kerahiman-Nya dengan memanggil dan mengutus Simon. Tuhan menjadikan Simon pemimpin atas para rasul meskipun dia hanyalah seorang nelayan sederhana yang penuh dengan noda dosa. Simon bahkan datang ke hadapan Yesus, tersungkur di hadapan-Nya karena merasa diri tidak layak. Dia bahkan memohon Yesus untuk pergi menjauh darinya. Dia merasa dirinya kotor – najis. Namun kerahiman Tuhan sungguh-sungguh menaklukkan rasa rendah diri Simon. Kerahiman Tuhan sebaliknya membuat Simon menjadi lebih kuat dan teguh dalam menjalani misi panggilannya. Dia bukan lagi sebagai seorang penjala ikan biasa melainkan sebagai seorang penjala manusia. Dia – Simon akhirnya bukan sekedar rasul tetapi menjadi PETRUS karena di atas dasarnya-lah Tuhan mendirikan Gereja-Nya.
@Pesan moral dari kisah panggilan ketiga tokoh hebat di atas adalah: pertama , jangan pernah saya meremehkan diriku sendiri sebagai yang hina dan tidak layak, karena Allah selalu memakai kacamata Ilahi dan kerahiman-Nya untuk menjadikanku seorang PENJALA MANUSIA, apapun hinanya diriku. Kedua , hendaknya saya selalu mengandalkan panasnya bara cinta kasih Allah untuk menghanguskan semua dosa dan salah yang saya perbuat selama perjalanan panggilan dan perutusanku. Ketiga , hendaknya saya mengenakan kehangatan nyatala cinta kasih dan kerahiman Allah untuk mengangkat sesama dari kubangan lumpur dosa. Dalam hal ini, saya yang “pendosa ini” bisa berperan sebagai seorang yang membawa kesembuhan bagi sesama ( being a wounded healer – PENYEMBUH YANG BERLUKA). Saya teingat akan kata-kata dari Ms. Pain – seorang pendamping Youth di Holy Ghost Catholik Church Opelousas, Louisiana saat menasihati para anggota OMK (Orang Muda Katolik / Catholic Youth ): Remember, don’t let anybody put you down (Jangan pernah biarkan seseorang menjatuhkanmu) Mengapa? Ya, sebab Allah tidak pernah melakukan hal demikian pada umat-Nya. Allah selalu menunjukkan kerahimanNya kepada kita. Dia bahkan memilih dan mengutus kita meskipun dunia tidak memperhitungkan kita. Oleh kerahiman Allah ini, marilah kita bermazmur bagi-Nya dengan tak henti-hentinya. Have a blessed Sunday filled with love, mercy and compassion. Warm greetings to you all from KM Express Cantika Torpedo, as I am on my way back to Masohi manise – from Ambon. padrepiolaweterengsvd🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽