Tadi saya mengunjungi rumah-rumah tempat pengasingan Bung Hatta dan teman teman. Kondisinya masih terawat dengan baik. Bung Hatta pernah diasingkan ke Banda Neira, oleh pemerintah kolonial Belanda, sebagai tahanan politik. Ia tiba di Banda Neira pada 11 Februari 1936 dan tinggal selama 6 tahun hingga 1942. Bersama Sutan Sjahrir, Bung Hatta diasingkan ke Banda Neira setelah sebelumnya di Boven Digoel, Papua.
Di pengasingan, Hatta mengsi waktunya dengan berkebun dan menulis di koran “Sin Tit Po” yang dipimpin oleh Liem Koen Hian, dengan honorarium F75 dalam Bahasa Belanda. Kemudian, ia menulis di Nationale Commantaren (Komentar Nasional yang dipimpin Sam Ratulangi) dan juga, ia menulis di koran Pemandangan dengan honorarium F50 sebulan per satu atau dua tulisan. (Kompas)
Bersama Sjahrir, Bung Hatta mendirikan sekolah sore untuk anak-anak Banda Neira dan mengajar mereka pelajaran aritmetika dan bahasa Inggris. Menariknya lagi, sebuah papan tulis berukuran 1,5 x 1 meter persegi masih menyimpan tulisan asli Bung Hatta, dengan goresan kapur yang hingga kini masih dijaga oleh warga setempat. Tulisan itu berbunyi “Sedjarah perdjoengan Indonesia setelah Soempah Pemoeda di Batavia pada tahoen 1928”.(Lih video)
Selain Bung Hatta dan Sutan Sjahrir, terdapat pula banyak tokoh dari Jawa dan Sumatera, yang terkenal seperti Dr Cipto Mangunkusumo, Iwa Kusumasoemantri dll.
Saya suka mengutip kata kata Bung Hatta berikut ini “Perjuanganku melawan penjajah lebih mudah, tidak seperti kalian nanti. Perjuangan kalian akan lebih berat karena melawan bangsa sendiri.”