STASI BAHU DI TALIABU SELATAN: MINGGU PALMA TANPA WARNA MERAH

Beberapa hari yang lalu beredar tulisan seseorang tentang penggunaan warna-warni busana ( dan secara khusus tentang busana yang harus dikenakan oleh umat Katolik pada perayaan-perayaan besar, yang sebenarnya tidak diatur dalam hukum/aturan liturgi Gereja Katolik ) Disebutkan di sana, ” KHUSUS INFO KEPADA UMAT KATOLIK JUMAT AGUNG TIDAK DIPERKENANKAN MEMAKAI BAJU HITAM.” Lalu dijelaskan secara benar di bawah judul ini, ” MEMAHAMI WARNA LITURGI KHUSUS PEKAN SUCI; Minggu Palma, warna merah atau meriah. Simboliknya menyambut Yesus sebagai Raja, Hosana Putra Daud, yang memasuki gerbang Yerusalem. Kelak kita akan ganti disambut Sang Raja Yerusalem abadi, ketika kita memasuki gerbang Yerusalem abadi. Yaitu hidup kekal. Yang bagus adalah ajakan untuk menyesuaikan warna busana umat dengan aturan busana imam dan pelayan liturgi, tapi yang penting bukan sebagai sebuah KEHARUSAN saja.

Ajakan di atas berbanding terbalik dengan kondisi dan pakaian liturgi yang dikenakan oleh seorang Romoku pada Minggu Palma ini ( Lihat foto Romo dan umat di dalam gedung gereja sederhana mereka ) yang sementara melayani di pinggiran dan pedalaman Pulau Taliabu khususnya di Stasi Bahu, Maluku Utara. Beliau menulis di bawah foto yang dikirim ke group Uskup, para Imam dan Diakon Keuskupan Amboina sebagai berikut, ” Dari Stasi Bahu, Taliabu Selatan, kami sampaikan kepada Bapa Uskup dan Konfrater, selamat merayakan Minggu Palma. 🙏🙏🙏 Yang ada hanya kasula putih, jadi kami menyesuaikan saja. Pastor Paroki sementara dalam proses pengadaan, tapi kalau ada yg mau sumbang juga lebih baik.” 😀😀🙏

Membaca tulisan atau laporan tentang umat kecil di stasi pinggiran seperti ini, hatiku selalu menjadi gunda-gulana alias sedih. Memang selama tahun lalu Romo Vikjen dan saya sudah mengusahakan puluhan paket yang berisi Tabernakel, Kasula, pakaian misdinar, wiruk, salib gantung dan salib altar, Evangeliarium, TPE, Mazmur dan lain-lain, yang kemudian disumbangkan kepada Paroki/Stasi pinggiran, namun belumlah cukup untuk memenuhi permintaan dan kebutuhan umat kecil nan terpinggirkan itu.

Karena itu, bila ada teman dan sahabat yang tergerak untuk membantu memenuhi kebutuhan peralatan liturgis di stasi-stasi pinggiran di Keuskupan Amboina, maka bisa menghubungi Romo Vikjen, Romo Anton Kewole : 081356115533 dan Mgr. Inno : 081343131300. Semoga pada perayaan-perayaan liturgis berikutnya, para Romo dan petugas liturgi di Paroki/Stasi Pinggiran bisa mengenakan busana liturgi yang sesuai dengan aturan liturgi Gereja. Kalaupun tidak maka percayalah bahwa iman kekatolikan umat pinggiran itu tak tergantung pada tuntutan warna liturgis tersebut.

Aku tetap percaya bahwa iman umat kecil di tempat pinggiran itu selalu bagaikan pelangi yang menghiasi langit di kala turunnya rintik-rintik hujan yang jatuh ke bumi ini.

Dari sudut kota Ambon, terimalah salam, doa dan berkatku ( Mgr. Inno Ngutra : Minnong – Duc in Altum )