MENGAMUK DI PASTORAN (KISAH MISI DI ARU #2)



OLEH: YOS PATRIS MSC

Selama hidup di Aru, kami sudah tiga kali menghadapi orang yang mengamuk di sebuah pastoran. Pada Juni 2020, setelah pastor Nobertus Ngutra MSC meninggal, salah-satu kenalan pastor datang mengamuk saat kami duduk sedirian makan di meja makan rumah uskup (waktu masih Diakon). Kami harus menghadapinya. Setelah itu pada November 2020, ada seorang bapa beragama protestan datang sambil kehujanan mengamuk di rumah uskup. Saat itu kami juga sedang makan malam sendirian di meja makan rumah uskup (waktu masih Diakon). Kami harus menghadapinya lagi. Kemudian kejadian baru-baru ini pada 09 Agustus 2022, ada seorang bapa datang dan berteriak-teriak menyebutkan nama pastor kuat-kuat di dalam rumah uskup. Saat itu kami juga sedang makan siang sendirian di rumah uskup. Akhirnya kami harus menghadapinya lagi.

TINDAKAN MENGAMUK PADA DIRINYA
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata mengamuk termasuk dalam sebuah kata kerja yang mempunyai tiga arti. Yang pertama adalah menyerang dengan membabi buta (karena marah, mata gelap, dan sebagainya). Yang kedua adalah berkecamuk; menjadi-jadi. Dan yang ketiga adalah melanda. Dari ketiga pengertian ini, terlihat bahwa tindakan mengamuk berkaitan dengan sesuatu yang merugikan, tidak baik, kurang pantas, dan arahnya agak jelek. Tindakan itu pada dasarnya menghasilkan dampak negatif bagi sesuatu yang menjadi objek dari amukan itu. Oleh karena itu segaja jenis amukan entah kecil atau besar pada dasarnya mendatangkan luka dan derita bagi mereka yang menjadi sasaran amukan tersebut. Dengan kata lain, mengamuk di pastoran pada dasarnya keliru bahkan salah. Korban amukan bisa memberi penilaian bahwa mereka yang mengamuk itu tidak sopan, tidak benar karena mengganggu suasana batin si korban. Suasana batin yang terganggu bisa membuat sang korban kembali melawan bahkan dengan tindakan kekerasan.

MENGAPA MENGAMUK?
Perihal mengamuk mengandaikan alasan yang menjadi pemicunya. Kami sadar betul akan hal ini. Ada hukum aksi-reaksi yang berlaku. Seseorang mengamuk karena alasan-alasan prinsipil yang berkaitan dengan hidup dan mati atau nama baik atau juga karena ketidakadilan. Ibarat Pandawa yang mengamuk terhadap Kurawa dengan alasan utama yakni kematian Gatotkaca dalam kisah Mahabrata, semua yang mengamuk pasti bermotif tertentu. Sederet alasan yang ada dan diketahui perlu kita nilai dan lihat secara objektif dan terukur. Kalau sekiranya suatu alasan bisa diselesaikan secara baik dan penuh kedamaian, mengapa harus dengan kekerasan? Pengamuk justru memperburuk suasana dengan cara kekerasan atau ketidaksopanan yang ditempuhnya.

MERANGKUL TINDAKAN MENGAMUK
Sadar atau tidak sadar suatu saat orang akan mengamuk di pastoran karena bagi orang, pastoran mejadi tempat penerima segala masalah, keluh-kesah, opini, masukan, dan ribuan ide-ide. Kadang kami berpikir agak kelewatan bahwa mengamuk di pastoran itu bagian dari dinamika pelayanan pastoral pastor. Jadi sebaiknya diterima dengan besar hati, disadari sebagai bagian dari realitas hidup sang pastor. Sampai pada pikiran seperti ini kami membenarkan kata-kata salah-satu Pembina di Skolastikat MSC Pineleng demikian: “ketika engkau menjadi seorang pastor paroki, bersiaplah untuk dicintai 5 orang dan dibenci oleh 15 orang.” Kami mengartikannya secara sederhana bahwa tidak semua orang siap menerima, seia-sekata, sependapat, sepikiran dan sepengertian dengan seorang pastor. Mereka siap berkontra, menuntut, memberontak bahkan mengamuk seperti kejadian di tanggal 09 Agustus 2022 itu. Bila realitasnya begini, cobalah dengan pengampunan; jalan keluar dan solusi yang sudah ditunjukkan oleh Yesus sejak 2000 tahun yang lalu. Setiap mereka yang mengamuk di pastoran ingin agar keinginan mereka segera dipenuhi oleh pastor. Mungkin mereka tidak tau cara terbaik atau pas, elegan dan bersahaja mengungkapkan pikiran, perkataan, perasaan dan perbuatan mereka. Salam bermisi dari pinggiran. (YOS PATRIS MSC).

Catatan: Dalam tulisan ini, penulis tidak bermaksud menyinggung pihak manapun. Penulis hanya merenungkan kejadian-kejadian aktual dan mencoba memberi makna reflektif. Doa dan Berkat.