BENTUK BARU PENERIMAAN & PENOLAKAN INJIL

DAILY WORDS, SENIN, 23 MEI 2022
PEKAN PASKAH VI
BY RP. PIUS LAWE, SVD

BACAAN I : KIS 16: 11-15
MAZMUR : MZM 149: 1-2.3–4.5-6a.9b
INJIL : YOH 15: 23-29

@ Sejarah pewartaan Kabar Sukacita yaitu Injil menorehkan dua kenyataan berikut ini: atau penerimaan atas Injil, atau sebaliknya, penolakkan atasnya. Sejak awal, penerimaan ditandai dengan permintaan untuk dibaptis, atau pribadi, ataupun bersama atau baptisan massal. Pembaptisan Lidia dan seisi rumahnya adalah salah satu contoh penerimaan atas warta Injil. Bentuk penerimaan seperti ini merupakan bentuk konvensional yang di dalam misiologi dikenal sebagai tindakan ekspansi Gereja, yang adalah salah satu wujud nyata pelaksanaan perintah Yesus untuk mewartakan Injil ke seluruh dunia. “Pergilah dan jadikanlah semua bangsa, murid-Ku, baptislah mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus.”

@ Penerimaan atas Injil bukan saja diwujudnyatakan dalam tindakan pengkristenan umat manusia. Roh Kudus, lewat Konsili Vatikan II menghembuskan satu model baru penyebaran Injil. Tindakan penyebaran Injil tidak hanya sebatas membaptis orang untuk masuk dalam persekutuan Gereja Kudus. Tindakan penyebaran Injil mendapat model baru yaitu dengan MEMBERI HORMAT/PENGHARGAAN atas agama, budaya dan tradisi yang lain sambil membiarkan mereka menikmati nilai-niai Injili yang universal seperti cinta kasih dan pengampunan serta kepedulian yang tulus pada orang-orang miskin dan terpinggirkan. Semua nilai injili merupakan nilai yang terpancar dari perbuatan-perbuatan baik yang bersifat kristiani tetapi universal yang dialamatkan kepada semua orang tanpa mengenal sekat agama, budaya, bangsa, golongan atau tradisi kepercayaan tertentu. Contoh yang sangat konkrit adalah tindakan St. Teresa dari Kalkuta, yang mengasihi lewat kepedulian pada semua orang miskin di pinggiran jalanan kota Kalkuta, India.

@ Salah satu bentuk penyebaran Injil dalam cara baru adalah menjalin dialog kehidupan dengan umat beragama, berbudaya dan bertradisi lain. Dialog kehidupan dapat terjalin lewat kerja sama antar para umat beragama dan pemimpinnya untuk MEMERANGI KETIDAKADILAN & KEMISKINAN STRUKTURAL yang diciptakan secara sistematis di dalam masyarakat modern. Umat dari agama dan golongan yang berbeda, bergerak bersama pemimpinnya untuk mendukung pemimpin-pemimpin sipil yang secara cerdas memodifikasi sistem perekonomian yang pro rakyat kecil (baca: orang miskin). Saya terkesan dengan cara kepemimpinan beberapa pemimpin negara non blok, yang berusaha memodifikasi dua sistem perekonomian (kapitalis dan sosialis) agar masyarakatnya tidak tergusur secara ekstrim oleh sistem kapitalis yang represive dan juga tidak terpasung hak “berwirausaha” oleh sistem sosialis yang diktator. Gereja mesti secara kritis bersama dan dalam dialog yang mantap memainkan perannya mendukung pemimpin-pemimpin sipil yang pro rakyat miskin (Presiden Jokowi sbgi salah satu modelnya). Inilah MODEL PENYEBARAN INJIL cara BARU.

@ Tentang penolakan atas injil! Ya, sejarah dunia dan Gereja membuktikan bahwa ketika gerakan ekspansi Injil dilakukan secara militan dan massive, tentu saja penolakan oleh agama, tradisi dan keyakinan yang lain dapat saja terjadi. Adanya pembunuhan para misionaris baik awam maupun imam dan biarawan/i sudah terjadi sejak dahulu dan bahkan masih terjadi sampai sekarang.

@Namun, penolakan atas injil itu dapat terjadi bukan saja oleh pihak luar tetapi juga dari pihak internal Gereja. Ingat kata-kata Yesus dalam injil hari ini, “…mereka akan berbuat demikian karena mereka tidak mengenal baik Bapa maupun Aku.” Hal ini dapat saya baca dari sisi yang berbeda. Dan ini catatan penting untuk saya sebagai pemimpin (imam). Penolakan, bukan lagi atas injil, tetapi atas cara umat Kristiani dan pemimpinnya, yang berafiliasi secara licik dengan pemimpin atau masyarakat yang cenderung untuk meng-goalkan ambisi politis -ekonomis-nya dan mengorbankan rakyat kecil. Ingat, sejarah Gereja Katolik membuktikan bahwa adanya resistensi atau perlawanan yang tinggi oleh masyarakat jaman revolusi industri terhadap KONCO-KONCO BUSUK Pemimpin Gereja dengan para raja dan Kaiser. Inilah yang mesti diwaspadai kami para pemimpin agama jaman now.

@ Sebagai catatan, saya baru saja menghadiri perhelatan akhbar kunjungan perdana Mgr. Seno Ngutra- Uskup Amboina di Kepulauan Kei. Saya mengalami suatu nuansa yang luar biasa yaitu bahwa Pemerintah setempat sangat peduli dengan kepentingan Gereja dalam event ini (diharapkan pemerintah juga terus peduli dengan rakyat miskin, tidak sebatas kepdulian dalam menyelenggarakan event2 GEDE). Saya juga sangat terharu dan bangga ketika Mgr. Seno Ngutra mengundang dan menggandeng Ketua MUI Prov, Sekretaris Sinode GPM dan Ketua Parisada Hindu Dharma Prov Maluku dalam kunjungan perdana ini. Gerakan Mgr. Seno Ngutra berjumpa dengan anak-anal dari berbagai agama dan golongan adalah sebuah tindakan konkrit dialog kehidupan. Sekali lagi, inilah bukti sebuah dialog kehidupan yang nyata. Selama kunjungan ini pun, umat Muslim dan Protestan sangat aktif terlibat dalam berbagai aktivitas penyambutan dan perayaan tersebut. Semoga aura dialog kehidupan ini merembes masuk di dalam tindakan-tindakan nyata lainnya yang bermuara pada keberpihakan pada orang-orang kecil (wujud nyata pengalaman hidup yang berdasarkan pada nilai-nilai injili).

@Wahhhh refleksi hari ini sudah terlalu panjang. Namun semakin saya masuk ke dalam penerapan nilai-nilai injili dalam hidup nyata, semakin enak menulis sampai-sampai tak tahu lagi untuk MENEPI. Intinya, mari sebarkan nilai-nilai injili secara GENUINE (asli tanpa muatan kepentingan politik dan kepentingan lainnya) agar kita sungguh menampakkan wajah Allah Bapa – Anak dan Roh Kudus……have blessed and wonderful day, filled a genuine love and kindness. Warm greetings from Masohi manise…….🙏🙏🙏🙏🙏🙏