Kepada para Saudaraku, para Imam Kristus
Pengantar
“Bapa Uskup, bagaimana mungkin kami bisa mengenal Yesus di dalam diri para Imam saat Misa Kudus bila mereka sendiri tidak menghayati apa yang sedang mereka rayakan di altar Kudus itu?”
Pertanyaan salah satu umat ini menggerakan hati saya untuk pagi ini beristirahat sejenak dari olahraga rutin setiap pagi sehingga menulis sedikit tentang hubungan antara Imam ( Imamat ) dan Ekaristi Kudus kepada para sahabat.
TERINSPIRASI OLEH KOTBAH PAGI DI KAPEL KEUSKUPAN AMBOINA
Pagi ini, kami mendapatkan lagi sebuah homili singkat yang indah dari Romo Jimmy Balubun, MSC., ketika Misa Kudus dirayakan di kapel Keuskupan.
Katanya: Dalam teologi Ekaristi, Yesus hadir dalam 3 cara yang mengagumkan, yakni:
- Persekutuan umat beriman;
- Ketika Firman Tuhan diperdengarkan, dan
- Ketika Kurban Ekaristi dirayakan ( penerimaan Komuni Kudus )
Lanjutnya: Sama seperti kedua murid yang berjalan bersama dalam kekecewaan, frustrasi, kegagalan dan kegalauan, maka kita pun hadir dalam Ekaristi dengan membawa semua pergumulan kita; Ada kekecewaan, frustrasi, tersakiti, terluka, cemas, sedih, sepi dan takut, tapi juga ada perasaan sukacita, gembira dan bahagia. Apa pun rasa yang ada dalam hati kita, namun ketika Firman Tuhan dibacakan dan dijelaskan maka yang diharapkan adalah rasa sukacita, gembira, kekuatan dan penghiburan yang kita terima. Di titik inilah kotbah para Imam harus lebih memperdalam lagi maksud Tuhan yang mungkin masih nampak samar-samar dalam Firman yang dibacakan. Para Imam harus mampu membuat hati umat berkorban-kobar ketika mendengarkan kotbah mereka seperti pengalaman dua Murid yang ke Emaus: Kata mereka seorang kepada yang lain: “Bukankah hati kita berkobar-kobar, ketika Ia berbicara dengan kita di tengah jalan dan ketika Ia menerangkan Kitab Suci kepada kita?” ( Luk. 24 : 32 )
Romo Jimmy menambahkan, setelah hati kita telah disiapkan dengan siraman embun Firman Tuhan maka tibalah saatnya kita menyatu dengan Tuhan ketika Tubuh dan Darah Kristus dibagikan kepada kita. Sama seperti Petrus yang yang tidak memberikan emas atau perak kepada si lumpuh yang tergeletak di pintu Bait Allah, melainkan kesembuhan dalam nama Yesus. Tetapi Petrus berkata: “Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah. Lalu ia memegang tangan kanan orang itu dan membantu dia berdiri. Seketika itu juga kuatlah kaki dan mata kaki orang itu.” ( Kis. 3 : 6 – 7 ) Maka dalam Ekaristi Kudus kita menerima lebih dari kesembuhan fisik karena yang kita terima adalah makanan surgawi, Tubuh dan Darah Kristus sendiri.
Karena itu, Romo Jimmy melanjutkan, marilah kita memintah kepada Tuhan: “Tinggallah bersama-sama dengan kami, sebab hari telah menjelang malam dan matahari hampir terbenam.” ( Luk. 24 : 29 )
IMAM DAN EKARISTI KUDUS
Ketika Bunda Maria menampakkan diri kepada Catalina dalam Misa Kudus, ia berkata tentang peranan suci para Imam: “Sekalipun begitu besar kasih PutraKu kepadaku, Ia tidak memberiku martabat seperti yang Ia berikan kepada seorang imam, yakni dapat mendatangkan Putraku dalam tangan-tanganku setiap hari, seperti yang dilakukan tangan-tangan imamatnya. Karena itulah, aku merasakan hormat mendalam bagi seorang imam dan bagi segala mukjizat yang Tuhan selenggarakan melalui seorang imam, yang membuatku berlutut di sini.”Ya Tuhan-ku, betapa martabat, betapa rahmat yang Tuhan limpahkan atas jiwa-jiwa imamat. Dan kita, bahkan mungkin sebagian dari mereka, tidak menyadarinya.”
Santo Yohanes Maria Vianney merefleksikan kesucian Imamatnya lalu berkata: “Aku ditahbiskan untuk merayakan Ekaristi Kudus. Jadi apa artinya Imamatku bila aku malas merayakan Misa setiap hari?”
Dan kepada para Imamku dalam Misa Krismatis pembaharuan janji Imamat saya mengingatkan kembali mereka: “Saudaraku, para Imam, ingatlah bahwa hanya di dalam Misa Kuduslah, engkau akan terlihat sangat mirip seperti Kristus oleh umat yang menghadirinya.”
Semua penegasan di atas mau mengatakan satu hal penting ini bahwa ”hanya para imamlah yang kepadanya dan di dalam tangannyalah roti berubah menjadi Tubuh Kristus dan anggur menjadi Darah Kristus.” Bila saja saudaraku para Imam menyadari akan keistimewaan yang diberikan oleh Kristus ini kepada kita para Imam maka betapa banyak jiwa yang terberkati dalam Misa Kudus yang kita rayakan setiap saat.
SAAT SEDIH DAN PILU SELAMA MISA KUDUS
Bapa Uskup, bagaimana mungkin kami bisa melihat, mengenal dan merasakan kehadiran Kristus dalam Misa Kudus bila para Imam lebih banyak menampilkan sisi kemanusiaannya daripada kekudusan imamatnya?
Pertanyaan di atas tentunya dilatarbelakangi oleh beberapa fakta yang entah sadar atau sengaja kita para Imam lakukan atau tampilkan saat Ekaristi Kudus dirayakan, yakni:
- Imam yang Tergesa-gesa:
Ada Imam yang merayakan Ekaristi Kudus dengan cara kilat dan tergesa-gesa tanpa penghayatan, tanpa kontak dengan umat yang hadir. Muncul kesan bahwa kita merayakan misa untuk diri kita sendiri tanpa kesadaran bahwa ada puluhan bahkan ratusan mata sedang memperhatikan semua gerak gerik dan mimiek yang kita tampilkan dari panti Imam;
- Imam yang Emosional:
Memang kemanusiaan tak bisa dipisahkan dari seorang Imam, namun perlu juga ada kesadaran untuk mengontrol setiap kata, mimiek dan gerakan tubuh yang kita tampilkan selama perayaan Ekaristi dirayakan. Ada misdinar, lektor atau koster yang ditegur langsung dan kasar oleh kita para Imam bila terjadi kekeliruan dan kesalahan dalam menjalankan tugas mereka. Tidak bisa kah kita mengontrol emosi kita sehingga nantinya kita mengingatkan mereka di ruang sakristi setelah misa dengan cara yang sopan? Ingatlah bahwa ratusan bahkan ribuan mata sedang memperhatikanmu selama kita merayakan Misa Kudus;
- Cara Baca yang Kurang Menarik;
Sadar atau tidak, tapi kadang kita para Imam membaca Injil seperti membaca koran atau buku untuk diri kita sendiri tanpa memperhatikan tanda-tanda baca, tanpa intonasi, tanpa kontak dengan umat dan tanpa penghayatan. Membaca cepat sambil tunduk memperhatikan teks dari awal sampai akhir barulah melihat umat yang hadir, padahal saat itu semua mata sedang memandang dan telinga mereka sedang mendengar apa yang kita bacakan;
- Kotbah atau Membaca Kotbah?
Sangat dianjurkan untuk semua Imam menuliskan kotbahnya, tapi bukan berarti harus terpaku mati pada teks sehingga terkesan bacaan Injil kedua. Memang adanya kotbah tertulis menjadi cara untuk menghindari pembicaraan yang ngelantur ke mana-mana, tapi bukan berarti kita harus berkotbah tanpa gerakan, ekspresi dan tekanan pada kata atau kalimat tertentu. Memang harus diakui bahwa isi kotbah kita sangat kaya makna teologisnya, namun tak mampu meninggalkan kesan yang baik bagi umat yang mendengarkan karena cara pembawaan kita yang kurang menarik.
SAATNYA KEMBALI MENJADI ALTER CHRISTI
Tentunya kita para Imam bukanlah malaikat atau manusia sempurna, namun hal mengagumkan terjadi dalam hidup kita dan menjadi berkat terindah adalah Tuhan Yesus memilih kita dari antara ribuan bahkan jutaan umat untuk di dalam tangan kita dan dari mulut kitalah keluar kata-kata konstitusi yang mengubah roti dan anggur yang fana itu menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Inilah misteri dan rahasia Ilahi yang terjadi dalam kerapuhan manusiawi kita.
Bila misteri Ilahi perubahan roti dan anggur menjadi Tubuh dan Darah Kristus terjadi melalui tangan dan mulut kita bahkan keseluruhan jiwa dan raga kita saat Misa Kudus dirayakan, maka hendaklah kita merayakan Misa Kudus dengan penuh kesadaran dan penghayatan, agar apa yang kedua Murid yang ke Emaus alami, “Ketika itu terbukalah mata mereka dan merekapun mengenal Dia,” ( Luk. 24 : 31 ) juga dialami oleh umat yang menghadiri Misa Kudus yang kita rayakan setiap saat.
Dari sisi umat, ingatlah bahwa Anda datang ke Misa Kudus untuk bertemu dengan Yesus, walaupun yang menghadirkan Diri-Nya adalah para Imammu yang lemah dan rapuh secara manusiawi. Maka ingatlah bahwa sekali Anda tidak suka dan mengkritik para Imammu maka berkali-kali Anda harus mendoakan mereka agar mereka memiliki kerendahan hati yang memungkinkan mereka dipakai secara ajaib dan mengherankan untuk menghadirkan Kristus dalam hidup, karya terutama di setiap saat mereka merayakan Misa Kudus di tengah umat.
Penutup
Bila saja kita para Imam memahami dengan baik dan benar betapa besarnya rahmat dan berkat yang Tuhan salurkan kepada umat lewat Misa Kudus, maka seharusnya di saat itulah kita melakukan bagian yang terbaik dari diri dan kemampuan kita sehingga umat kita bisa menerima anugrah ilahi melalui kita para Imam mereka.
Ambon, 03 April 2024
( Mgr. INNO NGUTRA, Saudara para Imam )