DAILY WORDS, SENIN, 18 SEPTEMBER 2023
PEKAN BIASA XXIV
BY RP. PIUS LAWE, SVD
BACAAN I : I TIM 2: 1 – 8
MAZMUR : MZM 28: 2. 7. 8 – 9
INJIL : LUK 7: 1 – 10
@ Dalam dunia yang sering dikuasai oleh kecenderungan untuk melihat diri atau kelompok secara ekslusif ( menjauhkan diri dari yang lain ), bunyi surat Pertama St. Paulus kepada Timotius sungguh menggugah hati kita. Begini bunyi penggalan kata-kata dari tulisan St. Paulus, “Kita harus berdoa untuk semua orang, karena Allah ingin semua orang diselamatkan.” Kata-kata Paulus ini sungguh mengarahkan Timotius untuk tidak berpikir dan tidak melayani hanya kepada orang-orang turunan Yahudi saja melainkan semua orang termasuk yang bukan Yahudi. Bahkan di dalam doa pun, kita ingat semua orang dan bukan hanya mendaokan orang atau kelompok tertentu saja. St. Paulus menegaskan hakikat dari jangkauan keselamatan yang dikerjakan dan ditawarkan oleh Allah dalam diri Yesus – Sang Juru Selamat Dunia. Dengan kata lain, keselamatan yang dari Allah itu bersifat INKLUSIF – menggapai dan merangkul semua golongan, suku dan bangsa. Jika demikian, manusia mesti memberi tanggapan atas tawaran keselamatan Allah itu lewat IMAN yang sungguh dan tulus. Bukan iman yang hanya sekedar SHOW OFF – atau pamer-pameran – bukan iman yang mengekslusifkan diri dari kelompok atau kalangan yang lain. Tanggapan atas tawaran keselamatan dari Allah juga bukan lewat iman yang hanya sekedar LIKE & DISLIKE . Tanggapan atas keselamatan yang ditawarkan oleh Allah ini mestinya tercermin dalam sikap iman yang tulus dan Ikhlas, tanpa ada sandiwara atau niat untuk menyenangkan pihak-pihak tertentu ( ABS: asal bapa senang ).
@ Sikap iman yang tulus dan ikhlas ini sungguh ditunjukkan oleh sang Perwira Romawi yang mengharapkan dan menghendaki hamba-nya yang sakit itu disembuhkan oleh Yesus. Tanpa mempertimbangkan dari mana dia berasal ( sang Perwira bukan orang Yahudi) , sang Perwira Romawi ini memohon lewat para tua-tua Yahudi agar Yesus sudi menyembuhkan hambanya yang sedang sakit parah. Ketulusan dan kejujuran si Perwira serta imannya yang mendalam itu tercermin dari berita yang dia kirimkan kepada Yesus. Dengan jujur, tulus dan penuh kerendahan hati serta keyakinan yang dalam, dia memohon jika Yesus sudi menyembuhkan hambanya tanpa harus bersusah-susah datang ke rumahnya. Ada cerminan iman yang dalam yang melampaui suku atau golongan; ada cerminan iman yang tulus dan dalam yang melampaui status social; ada cerminan iman yang mendalam kepada Tuhan yang dapat mengatasi segala bentuk pemisahan di atas dunia ini atau segala bentuk sikap dan tindakan yang mengeksklusifkan sesama satu dari – dan – terhadap yang lain. Sang Perwira Romawi sungguh yakin akan ke-inkusif-an keselamatan yang dibawa oleh Yesus Kristus – keselamtan yang diperuntukkan bagi semua orang tanpa mengenal batas suku, warna kulit, status social, kaya maupun miskin, putih atau hitam. Ya, Tuhan tidak pedulikan semua kondisi di atas. Perhatian Allah yang utama adalah keselamatan semua umat manusia.
@ Ada satu hal yang menarik dari akhir perikop injil yang kita renungkan, yaitu tentang kedermawanan sang Perwira terhadap orang beriman. Sang Perwira ini ternyata selalu menyumbang untuk kebutuhan Rumah Ibadat. Namun bukan atas alasan itu dia lalu serta merta meminta bantuan dari Yesus. Tidak! Tidak ada hubungan antara permintaan itu dengan karya cinta kasih yang telah dilakukannya sebelumnya. Sang Perwira bahkan merasa tidak layak untuk menerima Yesus – Sang Guru. Jika si Perwira itu menuntut kepada Yesus akan apa yang selama ini diperbuatnya terhadap kebutuhan Rumah Ibadat, tentu saja dia menuntut Yesus untuk datang dan membalas budi baiknya. Namun ternyata Sang Perwira merasa TIDAK LAYAK. Artinya dia tetap melihat dirinya sebagai HAMBA di hadapan Tuhan yang mulia dan kudus. Kemuliaan dan Kekudusan Tuhan inilah yang sungguh diberi tempat yang khusus oleh Sang Perwira. Dia hanya menyumbang kepada agama dan kepentingan Rumah Ibadat sebagai seorang HAMBA yang mengabdi Allahnya TANPA PAMRIH. Sikap Perwira sebagai seorang HAMBA adalah satu cerminan bagi kita sekalian. Kita patut mengabdi Allah dan sesama dengan mengenakan KETULUSAN & KEJUJURAN seorang HAMBA. Hamba yang tulus adalah hamba yang mengerjakan segala sesuatu bagi tuannya tanpa mencari popularitas diri, dst.
@ Kepada semua umat dan kepada siapapun yang telah melakukan kebaikan dan kemurahan hati kepada Gereja yang Kudus dan kepada sesama yang miskin (para donatur), mari kita bersyukur karena kita diberi waktu untuk melakukan hal yang demikian. Terima kasih berlimpah untuk kasihmu. Kita patut bersyukur dan berterimakasih karena kita mempunyai Allah yang peduli. Oleh karena iman akan Allah yang peduli ini, kita dan kamu semua telah melakukan pekerjaan – pekerjaan kasih dengan penuh iman tanpa merasa diri sebagai yang istimewah atau special bahkan eksklusif di hadapan manusia dan Tuhan. Kita bersyukur karena kita diberi kesempatan untuk berbuat baik tanpa ada pamrih. Kita berdoa agar kita tidak mempunyai hati yang mungkin cenderung bangga hanya karena telah memberi dalam skala besar kepada Tuhan. Sebagai imam dan biarawan, saya mau belajar dari ketulusan umat dan semua penderma yang telah memberi dari kekurangan dan keterbatasannya demi pelayanan kepada sesama yang miskin dan kepada Gereja Allah yang kudus. Kita saling mendoakan agar kita boleh memiliki iman yang tulus dan teguh sebagaimana sang Perwira di dalam cerita injil hari ini. Kita juga berdoa agar hati kita diliputi cinta kasih yang tulus dan bahkan INKLUSIF (merangkul) semua orang sebagai Allah yang telah datang untuk menawarkan keselamatan kepada semua orang. Have a nice day. I am going to close as we just arrived here at the harbour of Lewoleba. Warm greetings from Lewotanah ….salve..salve…salve… padrepiolaweterengsvd….