Categories: Refleksi Pastoral

SEMALAM DALAM BALUTAN RINDU 54 TAHUN

Rabu, 07 Juni dengan 3 buah speedboat kami pun meninggalkan pusat paroki Wabar dan berlayar menuju stasi ketiga di paroki ini yakni Awear Baru. Kami disambut dengan meriah di lautan dengan atraksi speedboat dan ketinting yang saling menyalib dan mendahului menghantar rakit besar yang kami tumpangi diiringi lagu dan tarian dari kaum bapa.

Setelah penerimaan dan penganugeraan nama adat maka kepala adat mendekatiku dan berbisik sambil memintah, ” Bapa Uskup, mohon berkenan, biarlah kami menandu bapa keliling kampung ini untuk memberkati rumah-rumah dan keluarga kami.” Saya pun mengiyakan karena jadwal misa nanti pukul 18.00 WIT dan sekarang baru pukul 14.00.

Awear Baru di sebelah barat pulau Yamdena adalah pecahan dari Awear Lama di pulau Fordata. Migrasi tahun 1969 diawali dengan penanaman salib oleh Mgr. Andreas Sol, MSC., sekaligus menjadi hari terakhir kami melihat sosok seorang Uskup yang berkunjung ke stasi kami. Akibat dari sulitnya transportasi dan kebijakan pastoral sehingga kamilah yang harus mencari gembala, Sang Uskup bila kami harus menerima sakramen krisma di pusat paroki di kecamatan, di mana kami harus mendayung perahu berhari-hari barulah tiba di tempat tujuan hanya demi bertemu dengan Sang gembala agung kami.

Hari ini ketika Bapa Uskup berkunjung ke stasi kami, maka ini adalah moment berahmat tak terlupakan. Kami, anak cucu, laut, kebun dan tanah kami akan menjadi tanah yang terberkati mulai sekarang. Bapa Uskup, terima kasih banyak atas kehadiran dan kunjungan bersejarah ini, karena selama 54 tahun ini kami terus menerus menjerit memohon kepada Tuhan sekiranya Dia berkehendak maka gerakanlah hati dan ayunkanlah langkah Sang Gembala untuk datang mengunjungi kami, tapi pengabulan doa ini sangat terlalu lama. 54 Tahun bukanlah waktu yang singkat untuk sebuah penantian, tapi apa boleh buat? Kami ini hanya domba-domba kecil yang tidak bisa bersuara memprotes. Selama ini kami benar-benar merasa sebagai domba-domba yang dibiarkan tersesat di hutan belantara pulau Yamdena tanpa ada secuil keinginan dari sang gembala untuk datang mencari kami.

Hari ini ketika bapa Uskup menginjakan kaki sucimu di atas tanah ini, hati kami pun meluap kegembiraan seperti Elisabet yang merasa gembira karena dikunjungi oleh ibu Tuhan. Bapa Uskup, rindu 54 Tahun itu sudah terbayar lunas walaupun hanya semalam bapa tinggal dan menginap di gubuk sederhana kami. Andaikan kami bisa memohon maka biarlah bapa tinggal bersama kami bukan hanya semalam, tidak hanya sehari, tapi bila perlu berminggu-minggu lamanya walaupun itu hanya sebuah mimpi karena pasti banyak domba kecil di tempat lain pun memiliki rindu yang sama.

Acara sore malam ini pun ditutup dengan misa dan doa penyembuhan, yang menghantar kami menuju peraduan karena esok pagi kami pun harus berlayar dengan speedboat ke pulau Fordata yang akan ditempuh dengan durasi waktu 3 jam.

Nantikan kisah lanjutnya.

Doakanlah kami selalu dalam perjalanan mengunjungi domba-domba kecil di kandang mereka ( Mgr. Inno Ngutra )

keuskupan amboina

Recent Posts

YESUS SANGAT DEKAT DENGAN MEREKA YANG MENDERITA

EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA AMBON MANISESelasa, 17 September 2024Injil: Luk. 7 : 11 -…

7 mins ago

IMAN MENGATASI PRIMORDIALISME

DAILY WORDS, SENIN, 16 SEPTEMBER 2024HARI BIASA DALAM PEKAN BIASA XXIVPW MARTIR ST. KORNELIUS, PAUS,…

19 hours ago

MENGHARGAI BAWAHAN DAN ORANG KECIL

EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA AMBON MANISESenin, 16 September 2024Injil: Luk. 7 : 1 -…

1 day ago

MENYENANGKAN TUHAN DENGAN CARA YANG SALAH

REFLEKSI SINGKAT FIRMAN TUHAN DARI KOTA METROPOLITAN JAKARTAMINGGU, 15 SEPTEMBER 2024: BIASA XXIVMrk. 8 :…

2 days ago

Upacara Penjemputan Pastor Paroki Watuar

Beranda Paroki Watuar [Kamis, 12 September 2024] Umat Paroki Watuar menyambut hangat Pastor Paroki mereka…

3 days ago