Kadang kita mudah melukai orang lain, tapi sangat marah bila tindakan yang sama kita terima…
Kekristenan itu tidak bisa direduksi dinamikanya sekedar memainkan ritme kalender liturgi tahunan atau bahkan turun lagi sekedar kekompakan menyanyikan secara indah nyanyian liturgi dalam kekompakan busana dan gerak tubuh.
Kekristenan atau termasuk mengerucut kecil di dalamnya dimensi eklesialitas itu, sebenarnya jauh lebih luas bahkan lebih dalam dari sekedar nyanyi-bernyanyi. Apalagi sekedar soal naik dan turun dari panggung lomba. Kekristenan itu bukanlah sebuah aksi panggung. Ia tak punya doktrin yang membenarkan bahwa tembang indah dari rangkaian tumpukan penyanyi dan pendendang dapat membawa orang pada keselamatan. Karena itu, ia bukan tujuan. Bukan pula sesuatu yang substansial. Ia semata-mata instrumen. Dengan begitu, naif menilai cara berada bahkan kemajuan umat Allah di sebuah wilayah sekedar dengan capaian tropi kemenangan di atas panggung. Bahkan semakin naif bila karena sebuah tropi, persekutuan dihancurkan oleh tindakan merusak fasilitas umum area lomba, mencerca sesama rekan umat dan mau jadi pelaku dan korban konyol tindakan anarkis.
Kekristenan itu pun melampaui sekedar urusan lagu dan gerak. Ia tidak terkungkung hanya pada soal ritualisme. Ia hidup dalam gerakan perutusan yang luas, membawa Injil untuk diwartakan agar sosialitas dunia sanggup membentuk komunitas cinta kasih yang peduli dan tanggap pada keselamatan bersama. Ia berjalan bersama menerima karisma demi karisma untuk pelayanan bersama. Dengan terus membuka diri pada karya Roh, ia terus mengasa persekutuan, mempertajam kesaksian dan melandasi semua aksi dalam Sabda Allah dan menguduskan persekutuan itu bukan dalam aksi doa yang rumit dimana semua orang sulit terlibat dan berpartisipasi untuk menyembah Tuhan.
Akhirnya, Kekristenan itu bukan hanya hunian orang-orang yang tahu dan pandai bernyanyi karena Tuhan turut menghadirkan yang bisu di dekat kita agar kita pun mampu berdoa dalam hening bahkan Ia pun menghadirkan mereka yang keseringan menyanyikan lagu liturgi dengan kadar not yang tak sampai-sampai di depan kita untuk membuka cakrawala kita bahwa telinga dari Tuhan yang sementara kita sembah dalam liturgi kudus bukanlah melulu telinga seorang komposer, dirigen atau bahkan iuri dalam lomba.
Dengan kodrat serta hadirnya Kekristenan yang kaya seperti ini, tak juga ia sudi berminat untuk menciptakan eksklusivisme dan ghetto antara orang yang lulus ikut lomba dan tidak. Ia memperkenankan semua itu sekedar merangsang sebagian persekutuan yang partisipatif. Bukan mematikannya dari dalam secara sengaja atau membabi buta.
………………………
M. Taher
Dari Stasi Pinggiran St. Petrus Kalar-Kalar, Aru Selatan Barat “Ketika ada jedah lagu, tiba-tiba gadis…
EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA MUTIARA DOBOJumat, 22 November 2024Injil: Luk. 19 : 45 -…
EMBUN ROHANI PAGI DARI STASI FERUNI, PULAU TRANGAN, ARU SELATANKamis, 21 November 2024Injil: Luk. 19…
EMBUN ROHANI PAGI DARI STASI SALAREM, KEPULAUAN ARURabu, 20 November 2024Injil: Luk. 19 : 11…
Selasa, 19 November 2024Injil: Luk. 19 : 1 - 10 EMBUN ROHANI PAGI DARI STASI…
EMBUN ROHANI PAGI DARI STASI BELTUBUR, KEPULAUAN ARUSenin, 18 November 2024Injil: Luk. 18 : 35…