*GERAKAN SATU CINTA 1000 SENYUM MGR. INNO NGUTRA, USKUP DIOSIS AMBOINA*
( _Oleh: Rento Rumlus_ )
” _Keluguan dan kepolosan para malaikat kecil di Auponhia telah menjeratku dalam satu rasa; Ingin kembali ke tempat di mana persahabatan tidak dibangun di atas harta dan karena umur, tapi atas dasar rasa yang sama sebagai sahabat jiwa_ .”
Motto Tahbisan dari *Mgr. Inno Ngutra* ( _Duc In Altum_ ) menjadi awal dari kisah ini.
Aku adalah calon katekis yang sedang menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Pendidikan Agama Katolik St. Yohanes Penginjil Ambon semester 5.
Selama kurang lebih 1 bulan kami di utus oleh Bapa Uskup untuk berkatekese, melayani dan turun tinggal di tengah-tengah umat. Aku ditugaskan di *paroki Sta. Maria Mater Dei Sanana*, tapi tidak tinggal menetap di pusat paroki, namun turun ke stasi-stasi.
Perjalan ke stasi-stasi sangatlah memicu adrenalin, membuatku selama perjalanan hanya berpikir tentang hidup dan mati, karena kami harus menyebrangi lautan untuk pergi ke stasi-stasi yang sangat jauh dari pusat paroki. Kurang lebih 5 jam kami terombang-ambing di lautan, namun aku selalu ingat akan kata-kata dari Yang Mulia Bapa Uskup Inno bahwa *Roh Kudus akan selalu menyertai kalian semua kemana pun kalian pergi karena sesungguhnya Dialah yang mengutus kalian melaluiku* . Kata-kata inilah yang menjadi kekuatan bagiku dan teman-teman calon katekis lainnya.
Di saat tiba di stasi Auponhia, aku bertemu dengan malaikat-malaikat kecil yang menjadi sahabatku selama di sana. Harus kuakui bahwa aku adalah tipe orang pendiam ketika bertemu dengan orang baru, tetapi jika sudah akrab maka aku anggap bahwa mereka seperti orang yang sudah kenal lama dan akrab. Selama 1 minggu kami tinggal di stasi Auponhia, para malaikat kecil inilah yang menjadi teman seperjalanan, penunjuk arah, teman bermain, dan juga menjadi teman curhat.
Pada suatu ketika, rasa sedih menyelimuti hatiku. Di pagi hari yang cerah kira-kira pukul 09:20, adik-adik SD pulang ke rumah dan mereka semua menuju ke tempat yang kutinggali. Ketika bertemu, mereka berkata, ” *Sekarang kami harusnya menerima pelajaran agama tapi karena tidak ada guru maka kami pulang ke rumah*.” Kemudian Kakak Diakon yang ada di situ bertanya; ” *Biasanya siapa yang mengajar agama kepada kalian?”*. Lalu mereka menjawab; ” *Ibu pendetalah yang mengajari kami pendidikan agama*.” Saat mendengar itu saya merasah sedih karena anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar ini, yang seharusnya belajar tentang iman katolik, tapi dalam kenyataannya mereka diajarkan oleh orang yang sama sekali tidak mengerti tentang iman dan ajaran gereja katolik. Siapa yang harus disalahkan? Hanya nurani yang jujurlah yang dapat menjawabnya.
Akhirnya tibalah juga moment perpisahan ketika teman-teman dan aku harus kembali ke pusat paroki; Para malaikat kecil ini berbisik di telingaku, ” *Ka Rento… nanti kalau libur, kakak datang di Auponhia lagi kan? Kami pasti akan merindukanmu, ka!*.” Lalu aku menjawab mereka, ” *Kalian berdoa saja semoga liburan nanti Bapa Uskup bisa mengutus kakak ke Auponhia lagi*.” Tak terasa air mata menetes membasahi tanah para malaikat kecilku yang akan kutinggalkan.
Pelajaran penting yang aku dapatkan selama kurang lebih 1 bulan di tengah umat adalah ” *bukan tentang apa atau berapa banyak yang Tuhan berikan kepadamu, tetapi berapa dan apa yang sudah kau buat untuk Tuhan melalui mereka yang kecil dan sederhana di sekitarmu*”.
*SATU CINTA 1000 SENYUM.* Dengan membagi cinta, kita dapat mengukir sejuta senyum di wajah dan hati banyak orang.
Aku hanya berharap dan berdoa, semoga suatu saat nanti ada katekis-katekis handal yang ingin dan rela untuk di utus ke tempat-tempat terpencil demi pengembangan iman umat khususnya untuk para malaikat kecil yang sedang belajar terbang ke surga.
Terima kasih Yang Mulia Bapa Uskup karena telah mengutus kami semua ke tempat yang lebih dalam.
_Dari sahabat para Malaikat Kecil Auponhia_