DAILY WORDS, JUMAT , 29 JULY 2022
HARI BIASA, PEKAN BIASA XVII
PW ST. MARTA, MARIA, & LAZARUS
BY RP. PIUS LAWE, SVD
BACAAN I : I YOH 4: 7-16
MAZMUR : MZM 34: 2-3.4-5.6-7.8-9.10-11
INJIL : LUK 10: 38-42
@ St. Yohanes, dalam suratnya yang pertama, sepertinya membuat satu logika biblis atau matematika biblis. Allah=Kasih. Mengenal Allah=mengenal kasih. Sebaliknya, tidak mengasihi=tidak mengenal Allah. Dalam kasih ada pengampunan, maaf, dan dermawan. Kesimpulannya, jika mengklaim dirimu “mengenal Allah” dengan sendirinya “harus tahu mengasihi. Tahu mengasihi artinya tahu mengampuni, memaafkan, dan tahu berbagi bahkan dari kekurangan yang dimiliki. Makanya, sering saya menertawakan dan bahkan menghakimi diriku bila saya mau berdoa dan terus berdoa bahkan sampai rosario putus dan buku doa menjadi usang, tetapi hatiku masih menyimpan amarah dan dendam. Benar apa yang Yesus katakan, jika hendak mempersembahkan kurban bakaran, sebaiknya berdamailah dahulu dengan seterumu.
@ Dalam kenyataannya, banyak orang berlomba-lomba mengejar kekudusan pribadi dengan berdoa dan merayakan ekaristi. Namun, sayangnya, apabila doa dan ekaristi tidak dilanjutkan dengan tindakan nyata, mengasihi, memaafkan dan berbagi. Pada akhirnya, doa dan ekaristi menjadi sebuah hal ritual belaka. Doa jadi satu acara rutine tanpa pemaknaan. Ekaristi menjadi sandiwara belaka tanpa ada pengejawantahan nilai yang sesungguhnya. Misalnya, ada yang merayakan ekariati dengan rajin tetapi setelah perayaan ekariati, orang bersangkutan lebih cenderung menghakimi dan menggosipkan orang lai, bertengkar atau beemusuhan dwngan orang lain. Ekaristi tidak mempunyai pengaruh dan tidak mempunyai gema bagi kehidupan bersama orang lain. Dalam hal ini, hal yang patut dipertanyakan adalah “apa yang menjadi tindak lanjut atau bias dari “berdoa & merayakan ekaristi? Kita boleh meminjam kata-kata St. Yakobus: iman tanpa perbuatan adalah MATI. St. Paulus menegaskan, “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kaaih aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing (I Kor 13:1).
@ Oleh karena itu, hendaklah kita membuat keseimbangan antara kata-kata dan perbuatan. Benar jika Injil membenarkan bahwa Maria-saudara Lazarus membuat pilihan yang tepat yaitu duduk di kaki Tuhan dan mendengar firman-Nya. Namun bukan berarti kita meremehkan pekerjaan Marta. Kita juga tidak serta merta membenarkan apa yang dikerjakan Marta karena toh dia telah menodai pelayanannya kepada Yesus dengan sungutan. Berdoa dan merayakan ekaristi tidak berhenti di kapel atau gereja. Semangat doa dan ekariati mesti dibawa masukndan merasuki setiap tindakan yang kita lakukan. Jika kita berdoa dengan kusuk tetapi tidak atau belum memaafkan dan belum berdamai dengan tetangga, ya hal ini sama halnya dengan sandiwara. Mari kita belajar untuk mencapai keseimbangan antara jiwa Maria dan jiwa Marta yaitu menyelaraskan antara pengenalan akan Allah (doa dan ekaristi) dan perbuatan kasih.
@ Dengan kata lain, kita hanya menegaskan pengenalan kita akan Allah dengan perbuatan kasih yang nyata (rela berbagi atau murah hati, memaafkan atau mengampuni sesama). Ya, indikator dari pengenalan akan Allah adalah PERBUATAN KASIH – atau mengasihi dengan tulus tanpa ada persyaratan-persyaratan tertentu (unconditional love: cinta tanpa pamrih. Mari kita terus mencoba untuk menyelaraskan antara doa dan ekaristi dengan tindakan kasih yang nyata. Have a blessed evening filled with love and mercy. Warm greetings to you all. Kita saling mendoakan dengan tulus.🙏🙏🙏🙏❤️❤️❤️❤️