Di zaman Yesus, ada cukup banyak orang Farisi dan ahli Taurat yang mengecam pergaulan dengan orang berdosa. Alih-alih menyibukan diri menyelamatkan orang berdosa, orang Farisi dan ahli Taurat mengajak banyak pihak dan kalangan untuk tidak ambil pusing dengan mereka. Nasib orang yang tersesat itu sudah selayaknya harus susah, disisihkan, dijauhi, layak dicibir, atau bahkan tak perlu diingat dan diucap dalam doa bahkan sampai mereka mati. Begitu kira-kira tutur hati mereka saat itu di masa Yesus.
Apakah hati Allah sama dengan sebagian kalangan orang Farisi dan ahli Taurat ini? Pasti tidak. Menampakan hati Allah yang mulia, Tuhan Yesus mengatakan tidak terhadap sikap orang Farisi dan ahli Taurat. Hati Allah justru tenang ketika Ia sudah melihat semua dalam keadaan baik dan terselamatkan. Karena itu, bila ada yang tersesat, Allah tidak tenang untuk segera mencari. Biar hanya satu, Allah pergi keluar untuk mencari. Ini persisnya awal mula adanya pertobatan manusia.
Apa itu pertobatan? Pertobatan adalah suatu rahmat. Sesuatu yang keluar pertama-tama dari pihak Allah. Bukan dari manusia. Ketika manusia jatuh dalam dosa, Allah-lah yang pertama mengambil inisiatif untuk datang menyelamatkan. Manusia yang menyambut Allah yang datang mencarinya adalah manusia metanoia, yakni manusia yang mau berbalik ke hidup yang benar dimana Allah bermukim dan ada disitu, di hati manusia petobat itu. Mereka yang bertobat ini digambarkan Injil Lukas sebenarnya sementara ada di atas pundak Tuhan Yesus sendiri. Mereka sementara dibawa pulang ke rumah, kembali ke komunitas, lingkungan mana mereka dulu hidup bersama.
Sementara ada hati manusia menuruti jalan metanoia ini, ada sukacita besar di surga dimana hati Allah bersukacita bahwa ada anakNya kembali ke jalan yang benar. Bahkan hal itu terluap-luap mencebur keluar menarik banyak pihak untuk bersukacita bersamaNya. Bukan sebaliknya, ada banyak hati manusia tunduk menyesali cara Allah mengembalikan orang berdosa untuk datang lagi disini, bersama kita disini.
Komunitas Kristiani harus menampakan kenyataan hati Allah. Komunitas dimana orang-orangnya juga cemas dan peduli bersama Allah dan terlihat jelas mengambil langkah konkret mencari yang hilang atau tersesat. Bukan komunitas yang isinya hanya ada orang-orang yang tidak mau ambil pusing atau bahkan lebih suka menggonggong inisiatif orang lain untuk berbuat baik mencari rekan sekomunitas yang tersesat. Komunitas Kristiani adalah Komunitas Hati Kudus yang tidak suka hidup dalam pagar comfortzone, yakni komunitas yang menghidupi keteraturan namun tidak peduli pada orang lain yang tidak lagi teratur. Komunitas ini sudah punya perangkat software dan hardware untuk dapat mengembalikan yang sesat kembali ke rumah. Dia tahu cara memanggil kembali dan men-sterill-kannya dengan antivirus. Begitulah kira-kira menerjemahkan progresitas jati diri komunitas di masa kini yang mau mengambil spiritualitas hidupnya dari Hati Yesus Yang Mahakudus ini.
…………………
M. Taher