DAILY WORDS, RABU, 18 MEI 2022
PEKAN PASKAH V
BY RP. PIUS LAWE, SVD
BACAAN I : KIS 15: 1-6
MAZMUR : MZM 122: 1-2. 3-4a. 4b-5
INJIL : YOH 15: 1-8
@ Atau sunat, atau tidak sunat. Atau Latin atau bahasa lokal. Atau lagu gregorian atau lagu bermotive lokal. Atau bahasa Ibrani atau bahasa Yunani. Atau bahasa Arab atau bahasa Indonesia. Manakah yang dapat membawa umat untuk lebih mengenal dan mengimani serta memuji Allah, atau dengan TASTE lokal/kultural/etnik atau lebih keren kalau memakai bahasa/motive asing yang meski TIDAK DIPAHAMI yang penting enak di SOUND-nya? Polemik itu sudah sejak masanya Gereja Perdana. Ada kelompok yang sangat fanatik dengan aturan-aturan hidup beragama/kekristenannya, yang ditafsir secara sempit atas dasar “dari mana Hukum Taurat itu berasal.” Ada yang sudah lebih OPEN MINDED, yang coba memberi ruang bagi KONTEKS LOKAL untuk mengekspresikan keyakinannya akan Kristus dalam cara yang lebih kontekstual atau dalam RASA LOKAL.
@ Tentang hal ini, sesuai dengan bacaan pertama hari ini, saya coba merefleksikannya secara singkat namun agak menohok atau lebih tajam. Sunat dan tidak sunat hanyalah satu dari berbagai macam contoh praktek keagamaan yang diperdebatkan sejak lama dalam dunia kekristenan. Kita patut bersyukur karena selama proses penyebaran Injil, Roh Kudus sungguh bekerja lewat beberapa tokoh yang sudah lebih terbuka, yang tidak secara kaku menerapkan kekristenan dalam kemiripan atau kesamaan dengan kitab Taurat Musa. Mereka adalah Paulus dan Barnabas. Mereka bergegas ke Yerusalem untuk mempertahankan cara atau metode bermisinya. Mereka MENERAPKAN secara LURUS apa yang ada dalam hukum Musa. Padahal banyak hal dipertimbangkan sebagai sesuatu yang TIDAK SUBSTANSIAL. Sunat, dalam budaya Yahu di dan sesuai hukum Musa adalah suatu KEHARUSAN. Namun hal ini akan mendapat RESISTENSI/PERLAWANAN dari budaya atau bangsa yang melihat sunat sebagai hal yang asing dan bahkan aneh (bukan sunat untuk kesehata). Agar Injil dapat terima, maka hal yang TIDAK SUBSTANSIAL ditiadakan. Tanpa sunat, perintah CINTA KASIH KRISTUS akan tetap dipraktekkan bahkan di dalam budaya dan bangsa apa saja. Kesimpulannya, BUKAN SUNAT YANG MENJADi prasyarat penting untuk mengikuti Kristus.
@ Lalu apa yang menjadi hal yang PALING PENTING atau PALING SUBSTANSIAL, atau yang menjadi inti dari kekristenan? Injil hari ini MENEGASKAN apa yang menjadi jawaban atas pertanyaan di atas. Yang pokok adalah: meyakini KRISTUS sebagai POKOK ANGGUR, kita adalah RANTING-RANTING-Nya. Ranting-ranting harus selalu ada dan bersatu dengan POKOK ANGGUR. Ada dan bersatu dengan Pokok Anggur terekspresi di dalam praktek HUKUM CINTA KASIH. Di dalamnya, kita menghidupi sebuah relasi yang bernuansa SALING MENGAMPUNI dan PEDULI akan yang berkekurangan. Kepedulian akan sesama dan pengampunan jauh lebih penting darinpada sekedar SUNATAN.
@ Pesannya untuk kita dan lebih khusus untukku sebagai imam. Pertama, selalu berusaha untuk dekat Yesus sebagai Pokok Anggur. Kedekatan denga Yesus bukan hanya dalam kata-kata dan dalam doa dan Ekaristi tetapi lebih kepada TINDAKAN KONKRIT dalam mengasihi dan mengampuni sesama. Kedua, hendaknya saya belajar untuk MEMBAHASAKAN TEOLOGI, LITURGI, MUSIK LITURGI dalam cara dan bahasa yang sederhana dan mengena agar tidak tergiring kedalam sebuah proses inkulturasi yang abal-abal.
Selamat sore ke segala penjuru. Warm greetings to you all….. have a blessed and wonderful Wednesday🙏🙏🙏🙏