DAILY WORDS, KAMIS, 22 JUNI 2022HR KELAHIRAN ST. YOH PEMBAPTISPEKAN BIASA XIIBY RP. PIUS LAWE,…
DAILY WORDS, KAMIS, 30 JANUARY 2025
HARI BIASA, PEKAN BIASA III
BY RP. PIUS LAWE, SVD
BACAAN I : IBR 10: 19 – 25
MAZMUR : MZM 24: 1 – 2.3 – 4ab. 5 – 6
INJIL : MRK 4: 21– 25
@ Satu kata yang muncul di dalam pikiranku ketika membaca isi Surat Kepada Orang Ibrani 10: 19 – 25 dan Pesan Ajaran Yesus di dalam Mrk 4: 21 – 25 adalah KEPEDULIAN. Orang-orang Ibrani diajak dan didorong untuk saling mengasihi dan melakukan perbuatan atau pekerjaan yang baik. Mereka dianjurkan untuk senantiasa berjumpa di dalam doa (pertemuan-pertemuan ibadat umat). Di dalam perjumpaan ini, hendaknya mereka saling menasihati. Artinya, nasihat yang diberikan itu hendaknya dilakukan face to face tanpa melalui media apapun. Dalam hal ini, corretio fraterna dilakukan dalam satu perjumpaan langsung. Dua pihak diajak untuk berbicara dari hati ke hati.
@Himbauan oleh penulis surat kepada orang Ibrani ini senada dengan apa yang telah diajarkan Yesus kepada para pengikut-Nya. Petama , bagi Yesus, setiap orang, lewat perkataan dan perbuatannya, hendaknya dilakukan sedemikian sehingga benar-benar menjadi sarana yang membawa terang bagi orang lain. Dengan kata lain, setiap perkataan yang saya ucapkan dan setiap perbuatan yang saya lakukan, hendaknya menjadi terang yang menerangi dunia atau sesama, dan bukan sebaliknya “menyesatkan” sesama atau menjadi sebuah skandal bagi orang lain. Perkataan dan perbuatan menjadi PELITA yang diletakkan di atas kaki dian. Tentu saja pelita ini menjadi terang bagi semua orang. Kedua , dalam relasi dan komunikasi yang saya bangun dengan sesama, hendaknya dijaga agar tidak bernada “memojokkan” atau “menghakimi” pihak yang lain. Apalagi, penilaian yang saya berikan, lebih memakai “ukuran dari diri saya sendiri” ketimbang menggunakan satu ukuran atau standar yang objective. Kalaupun bukan standar atau ukuran yang objective, setidak-tidaknya saya menilai seseorang berdasarkan pengetahuan saya yang lebih komprehensive (penuh/lengkap) tentang orang bersangkutan. Artinya, penilaian yang saya berikan kepada seseorang, hendaknya mempertimbangkan semua factor dan latar belakang yang mengitari dan membentuk hidup seseorang. Hendaklah penilaian kita terhadap seseorang itu “berimbang”.
@ Baik surat kepada orang Ibrani maupun ajaran Yesus, keduanya sama-sama menyoroti cara dan isi dari KEPEDULIAN yang kita hidupi di dalam relasi antara satu dengan yang lain. Di satu sisi, hendaknya KEPEDULIAN itu kita alamatkan dengan cara yang benar. dan di sisi lain, hendaknya KEPEDULIAN yang saya lakukan, baik dalam cara maupun dalam isi/konten, tetap menjadi sesuatu yang membawa terang bagi orang lain. Apa pun cara saya menyatakan kepedulian maupun apa yang menjadi kepedulianku, sungguh-sungguh membawa insight /pencerahan bagi orang lain dan bukan sebaliknya menjadi sarana untuk saya mengekspresikan rasa “tidak suka” atau “marah dan dendam’ terhadap sesama yang lain.
@Berhadapan dengan segala perubahan di era digital ini, ada satu dua catatan yang hendak saya garis-bawahi. Pertama , tentang CARA. Di era yang sangat digital ini, melalui platform yang populer dan besar seperti Facebook, Instagram, Twiter dan Tiktok, para pengguna platform ini cenderung menggunakan cara-cara yang kurang santun dalam berkomunikasi. Komunikasi dari hati ke hati dan face to face semakin berkurang. Orang lebih memilih untuk menyampaikan segala sesuatu lewat platform tertentu meskipun sebenarnya hal itu kurang efektif dan bahkan menimbulkan bias yang besar oleh karena multi tafsir yang dibuat oleh para pengguna dunia maya. Banyak orang membuat penghakiman yang begitu mudah dan murah meriah ketika menanggapi satu kasus yang muncul dalam satu video atau pernyataan singkat di media sosial. Para pengguna platform besar tidak lagi mempertimbangkan “ pengetahuan yang lebih comprehensive” dan “ balance ” tentang satu peristiwa atau satu pernyataan. Setiap orang secara serta merta membuat pernyataan-pertanyaan yang judgmental terhadap satu peristiwa atau pernyataan yang dihadirkan di dunia maya. Padahal, apa yang disampaikan itu belum tentu benar. Itulah dunia digital. Orang memang semakin peduli satu sama lain lewat keterlibatan dalam dunia media sosial yang lebih bersifat maya dan bukan nyata. Orang mengira dan bahkan mempertimbangkan hal itu sebagai sebuah KEPEDULIAN. Mungkin benar di satu sisi. Namun hal ini menjadi sangat miris jika KEPEDULIAN itu bersifat menghakimi atau memojokkan satu pihak. Itu berarti KEPEDULIAN itu tidak lagi menjadi TERANG YANG MENYULUH HIDUP orang lain melainkan sebagai pedang yang membunuh hidup dan karakter pihak/partai/individu yang lain. Kedua , tentang ISI dari KEPEDULIAN. Kepedulian berupa correctio fraterna yang dialamatkan _face to face dan dari hati ke hati memungkinkan para komunikator dapat menyampaikan isi kepeduliannya secara lebih efekif. Namun, jika kepedulian itu disampaikan lewat dunia maya, maka konsekuensinya, isi dari kepedulian itu tidak dapat dicerna secara lebih komprehensif. Selalu ada kemungkinan “ multi tafsir” atas satu peristiwa atau pernyataan.
@Terhadap kelebihan dan kekurangan dalam CARA mengekspresikan KEPEDULIAN terhadap sesama di era digital, saya mengajak kita sekalian untuk berdoa bersama. Semoga kita sekalian dimampukan untuk saling PEDULI satu dengan yang lain dalam cara-cara yang konstruktif. Semoga demikian! Have a nice evening filled with love and mercy. Warm greetings from Masohi manise… padrepiolaweterengsvd 🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻🙏🏻
EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA METROPOLITAN JAKARTARabu, 05 Februari 2025Injil: Mrk. 6 : 1 -…
DAILY WORDS, SELASA, 04 FEBRUARY 2025HARI BIASA, PEKAN BIASA IVBY RP. PIUS LAWE, SVD BACAAN…
EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA METROPOLITAN JAKARTASelasa, 04 Februari 2025Injil: Mrk. 5 : 21 -…
Siang ini di group para RomoParoki Pinggiran di Keuskupan Amboina, seorang Romo mengirim foto dan…
EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA METROPOLITAN JAKARTASenin, 03 Februari 2025Injil: Mrk. 5 : 1 -…
Mal 3:1-4; Ibr 2:14-18; Luk 2:22-40 Pesta Yesus Dipersembahkan di Kanisah Minggu, 2 Februari 2025 Keluarga Kristiani adalah persektuan antar pribadi, baikitu persekutuan antara suami-istri, keibuan dan kebapaan, maupun persekutuan antara orang tua dan anak (FC, art. 15). Keluarga merupakan komunitas cinta kasih antar pribadi. Poros dari keluarga adalah cinta kasih yang didasarkan pada cinta kasih Kristus. Keluarga Kristiani bukan sebuahpersekutuan sosial semata atau ceremony atau ritual lahiriah, tetapi tanda dan sarana keselamatan Allah. Keluarga adalahsakramen. Kristus hidup dan tinggal di dalam kehidupankeluarga. Dia tinggal bersama keluarga, memberi keluargakekuatan untuk mengikuti-Nya dengan memanggul salibkeluarga sendiri, untuk bangkit kembali setelah jatuh, untuksaling mengampuni, untuk menanggung beban satu sama lain.Kehidupan keluarga harus menghadirkan hubungan Kristusdan Gereja yang penuh kasih. Di dalam kehidupan keluarga, pasangan suami istri dan anak-anak dalam keluarga harusmenjadi gambara cinta dan keselamatan Kristus terhadapGereja (bdk. AL, art. 72-73). Dua tujuan membangun keluarga kristiani adalah demi kebahagiaan suami istri dan pendidikan anak. Pasangansuami-istri Kristiani bersepakat untuk menikah dan hidupdalam satu komunitas yang tetap demi kebahagiaan suami-istri tersebut. Hubungan mesrah suami-istri dalampersekutuan ini terarah bagi kebaikan suami-istri sendiri. Persekutuan suami-istri terarah kepada prokreasi (keturunan)…