Categories: Daily WordsRenungan

PATUTKAH SAYA MENGHIDUPI SEMANGAT RETRIBUSI DALAM RELASIKU DENGAN ALLAH DAN SESAMA?

DAILY WORDS, JUMAT, 19 JULY 2024
HARI BIASA DALAM PEKAN BIASA XV
BY RP. PIUS LAWE, SVD

BACAAN I : YES 38: 1– 6. 21 – 22.7 – 8
MAZMUR : YES 38: 10.11.12.abc. 16
INJIL : MAT 12: 1 – 8

@ Beberapa kali saya menemukan amplop intensi misa dengan tulisan: semoga Tuhan memberi hukuman yang berat kepada oknum yang sudah mencuri ini – itu. Saya pun pernah ikut ambil bagian dalam doa bersama lintas Gereja menyikapi kepanikan banyak orang di Masohi akibat Gempa bumi beberapa tahun lalu yang berpusat di wilayah seputar Kairatu – Seram, dan saya mendengar isi doa yang bervariasi yang menggambarkan cara pandang terhadap “siapa Allah” bagi mereka. Saya menemukan bahwa ada kecenderungan beberapa pimpinan agama yang melihat Allah sebagai hakim “yang menghukum warga Ambon dan sekitarnya akibat dosa-dosa yang mereka perbuat. Baginya, dosa-disa inilah yang telah mendatangkan bencana alam ini, dan perlu pertobatan agar gempa tidak lagi menimpa wilayah Seram dan kepulauan Lease. Saya pun pernah ditelpon oleh satu dua orang dan hendak memohon maaf atas perkataan atau perbuatannya terhadap diri saya yang telah menyebabkan sakit fisik yang menimpa mereka. Sepintas saya berpikir, bagaimana orang bisa segampang itu memandang Allah sebagai hakim yang kejam. Jika demikian, mengapa Allah mengutus Putera-Nya Yesus untuk menebus dosa-dosa umat manusia?

@Pengalaman-pengalaman di atas setidaknya menggambarkan bagaimana orang berelasi dengan Allah secara retributive. Orang berbarteran dengan Allah. Inilah yang mungkin dikenal dengan teologi retributive. Pada dasarnya Teologi Retributif adalah prinsip bahwa perbuatan baik akan diberkati dan perbuatan jahat akan dihukum. Orang percaya adanya hukum karma. Dalam peradaban Timur Jauh hal ini dikenal dengan “ keadilan langit ”. Kesannya, kita menukar kebaikan Allah dengan perbuatan baik. Kita menjinakkan hati Allah dengan mempersembahkan korban bakaran. Ingat kisah Ayub. Teman-teman Ayub tidak dapat melihat proses yang sedang terjadi di belakang semua peristiwa yang dialami Ayub. Bagi mereka, TEOLOGI RETRIBUTIF ADALAH SEGALANYA; orang benar pasti diberkati, orang jahat pasti dihukum. Padahal itu bukanlah maksud Allah terhadap segala cobaan dan penderitaan yang dialami Ayub – dia yang terkenal karena kesalehan dan kesuciannya. Lewat ketabahan dan kesabarannya, iman Ayub masuk ke dimensi yang lebih tinggi. Iman Ayub tidak bisa lagi dituduhkan bahwa itu adalah iman yang bisa dibeli tetapi IMAN YANG SUNGGUH MURNI BERDASARKAN PENGENALAN AKAN TUHAN. Dan Tuhan itu adalah Allah yang berbelaskasih. Kebaikannya melampaui segala perbuatan baik yang kita lakukan. Dan lebih dasyat lagi, kebaikan Tuhan melampaui dosa-dosa kita.

@ Sungutan Raja Hizkia yang kita dengar dalam bacaam pertama, juga menunjukkan satu gambaran akan keyakinan dia pada Allah sebagai sosok hakim yang kejam. Hizkia sangsi terhadap keadilan Allah. Ketika dia mendengar pesan Allah yang disampaikan oleh nabi Yesaya, bahwa sakitnya akan segera membawa dia kepada kematian, Hizkia berdoa – mengadu seolah-olah kebaikan lewat karya yang dia lakukan bagi kebaikan dan kejayaan rakyat Yehuda means nothing – tidak berarti apa-apa. Masakan kematian yang menjadi imbalan atas semua hal baik yang sudah dilakukannya. Pikirnya, “apa kesalahanku yang fatal sehingga kematian akan segera menjemputku?” “ What have I done wrong?”

@ Di dalam Injill yang kita dengar hari ini, orang-orang Farisi yang mengajukan pertanyaan pada Yesus atas perbuatan para muridNya memetik gandum pada hari Sabat, setidaknya mempunyai pandangan yang kaku atas hukum Taurat. Bagi mereka, jangan pernah melakukan sesuatu pada hari Sabat. Mereka yakin dan selalu menafsir bahwa lewat hukumNya tentang hari Sabat, Allah mau supaya manusia harus begini atau begitu. Jika manusia melanggarnya maka meraka akan memikul pelanggarannya sendiri. Jika engkau melanggarnya, berbahaya. Allah bakal marah dan menghukummu. Bagi mereka, hukum mesti ditaati demi hukum itu sendiri. Allah bak hakim yang kejam yang siap memberi “ punishment ”/penghakiman jika seseorang melanggarnya. Terhadap keyakinan dan penafsiran yang demikian, Yesus justru sebaliknya menampilkan “wajah Allah” yang berbelaskasih – yang cinta akan kehidupan. Yesus hendak menekankan bahwa tradisi tidak bisa dihidupi secara kaku demi kebaikan dari tradisi dan hukum itu sendiri. Yesus membawa “wajah Allah” yang menghendaki kehidupan – Allah yang membawa harapan. Bukan Allah yang bertindak bak hakim yang kejam, yang mesti dijinakkan dengan persembahan. Allah bukanlah sosok hakim yang haus darah – atau mesti dijinakkan dengan darah anak domba. Jika memang kurban persembahan itu dipersembahkan, hal ini memang sebuah ungkapan syukur atas karya agung Allah dan bukan sebagai “alat tukar” untuk memberi kebaikan Allah. Karena, Allah pada dasarnya “Mahabaik” – “Mahakasih” – “Mahabelaskasih”. Kita tidak bisa membangun relasi kita dengan Allah secara retributive – do ut dessomething is given so that something may be received in return – sesuatu diberikan agar bisa menerima balasannya/ganjaran/imbalannya.

Kita saling mendoakan, semoga kita tidak mendasari relasi kita dengan Allah secara retributive. Apalagi dengan sesama. Dan khususnya sebagai imam, saya tidak mendasari pelayananku kepada sesama (umat dan masyarakat) dalam semangat RETRIBUSI – mengharapkan imbalan atau ganjaran atau balasan atas perbuatan baik/pelayanan yang saya lakukan. Allah yang kita imani dan kita layani, bukanlah Allah yang mengasihi kita secara retributive. Dia tidak pernah menuntut kita melaksanakan tradisi dan hukum secara buta. Dia menghendaki agar apapun yang kita lakukan, hendaknya membawa kehidupan dan harapan bagi sesama. Dan ini sesungguhnya jiwa/semangat dari Ekaristi yang kita rayakan setiap hari – pemberian diri Allah secara total bagi keselamatan, kehidupan umat manusia. Semoga Ekaristi yang kita rayakan – Tubuh dan Darah Tuhan yang kita nikmati, sungguh menjiwai relasi yang kita bangun, baik dengan Allah maupun dengan sesama di sekitar kita. Kita membangunnya atas dasar CINTA TAK BERSYARATunconditional love . Semoga demikian! Have a blessed and wonderful day filled with an unconditional love and compassion. My warm greetings to you all from Saumlaki manise! padrepiolaweterengsvd

keuskupan amboina

Recent Posts

KASIH YANG MELAHIRKAN KEPEDULIAN

DAILY WORDS, RABU, 18 SEPTEMBER 2024HARI BIASA DALAM PEKAN BIASA XXIVBY RP. PIUS LAWE, SVD…

3 hours ago

TUHAN SEDANG MENANTI UNTUK MENGAMPUNI DAN MEMBEBASKANMU

EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA AMBON MANISEKamis, 19 September 2024Injil: Luk. 7 : 31 -…

3 hours ago

BEBAL HATI LUMPUHKAN DAYA PIKIR

EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA AMBON MANISERabu, 18 September 2024Injil: Luk. 7 : 31 -…

1 day ago

KATA-KATA YANG MEMBAWA HARAPAN & HIDUP

DAILY WORDS, SELASA, 17 SEPTEMBER 2024HARI BIASA DALAM PEKAN BIASA XXIVBY RP. PIUS LAWE, SVD…

2 days ago

YESUS SANGAT DEKAT DENGAN MEREKA YANG MENDERITA

EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA AMBON MANISESelasa, 17 September 2024Injil: Luk. 7 : 11 -…

2 days ago

IMAN MENGATASI PRIMORDIALISME

DAILY WORDS, SENIN, 16 SEPTEMBER 2024HARI BIASA DALAM PEKAN BIASA XXIVPW MARTIR ST. KORNELIUS, PAUS,…

3 days ago