SATU KAPEL SATU KELUARGA

Kunjungan di 3 Desa Protestan di Tanimbar Utara ( 3 )

Sesudah 4 jam perjalanan, kami pun memasuki desa Protestan ketiga, yakni Waturu, di mana kepala desa bersama perangkatnya, tokoh-tokoh adat dan para penatua GPM telah menanti kami.

Setelah mendapatkan beberapa tarian penghormatan dan penerimaan adat, di mana saya didaulat sebagai Penglima Perang karena hubungan kekerabatan pela gandong, saya pun diundang oleh penatua Jemaat Protestan untuk masuk ke dalam gereja dan mendoakan mereka.

Setelah santap siang, kami pun dihantar menuju monument perdamaian antara dua komunitas gereja, yakni Protestan dan Katolik, yang membuat umat Katolik desa ini menyingkir ke sisi barat pulau Yamdena. Akibatnya, tidak ada lagi satu keluarga Katolik yang tinggal di desa induk ini.

Meskipun demikian, atas prakarsa seorang ibu Katolik anggota DPRD asal desa ini, yang awalnya anggota Jemaat Protestan, tapi kembali ke pangkuan Gereja Katolik karena perkawinan, maka di atas tanah bekas bangunan Gereja Katolik dan di belakang monumen perdamaian yang dibuat pada tahun 2014, dibangunlah sebuah Kapel Kecil yang mungil, indah dan mempesona. Letak bangunan yang di ketinggian semakin menegaskan bahwa pelita harus dinyalakan dan ditempatkan di atas kaki dian agar menerangi seluruh ruangan.

Kapel yang unik ini adalah hasil ungkapan iman kekatolikan di desa Protestan ini; ” Satu Kepala Keluarga Satu Kapel.” Aku hanya berharap bahwa semoga kapel kecil ini bisa menjadi rumah doa yang nyaman dan aman bagi setiap orang yang datang berdoa di dalamnya. Dan semoga di tahun-tahun yang akan datang banyak jiwa kembali ke pangkuan Bunda Gereja lewat kapel kecil ini.

Ditulis kembali memori indah bersama umat kecil di dalam pesawat ( Mgr. Inno Ngutra )