Ora et Labora: “Berdoa dan Bekerja” adalah pepatah Kuno yang hidup sejak dahulu kala dalam…
DAILY WORDS, SELASA, 04 FEBRUARY 2025
HARI BIASA, PEKAN BIASA IV
BY RP. PIUS LAWE, SVD
BACAAN I : IBR 12: 1 – 4
MAZMUR : MZM 22: 26b – 27.28.30.31 – 32
INJIL : MRK 5: 21– 43
@ Selama sudah hampir 12 tahun di paroki St. Yoh Penginjil Masohi, ada satu kenyataan yang saya amati adalah lemahnya keterlibatan kaum pria dan kebanyakan orang-orang muda di dalam hidup dan kegiatan rohani (doa dan ibadat) di rukun. Hampir di semua stasi dan rukun mengeluh hal yang saya sampaikan di atas. Ada dua moment yang hampir pasti kita mengalami kehadiran yang “membludak” adalah moment NAPAS alias NATAL – PASKAH dan moment PERLOMBAAN antar stasi dan rukun dalam berbagai cabang lomba. Event yang saya sebutkan terakhir ini memang (orang Ambon katakan) “ seng perlu diragukan lai ”. Tenda dan kursi mesti dipasang dan disediakan untuk perayaan NAPAS. Lapangan dan Gedung perlombaan bakal penuh sesak. Supporters dari masing-masing group akan datang membludak, berpartisipasi dengan begitu agresive dalam teriakan dan bahkan bisa berakhir dengan perkelahian. Meskipun demikian, pada akhirnya, semua tetap dalam persaudaraan kasih. Lomba tetaplah lomba, saudara tetaplah saudara. Yang penting spirit atau semangat kompetisi tetap dijaga. Amazing !!
@Tentang kegiatan perlombaan dan antusiasme umat dalam kegiatan dimaksud, saya akhirnya membenarkan sebuah konsep tentang manusia sebagai HOMO LUDENS. Ini sebuah konsep yang melihat manusia sebagai seorang pemain yang memainkan permainan. Jika permainan itu lebih mengandalkan instink, ya sering permainan itu tampak brutal tanpa aturan. Namun jika permainan itu sudah membudaya dan memiliki aturan, maka kehendak dan intelek sungguh-sungguh diandalkan di dalam dinamika permainan itu. Jika saya tilik agresivitas manusia dalam permainan yang dipertandingkan (pertandingan atau perlombaan dalam bidang apa saja), kita mungkin sepakat untuk coba membenarkan adagium ini, namun bukan berlaku untuk semua aspek kehidupan: HOMO HOMINI LUPUS atau dalam bahasa Inggrisnya: man is a wolf to another man yang artinya: manusia adalah serigala bagi manusia lain. Istilah ini pertama kali dikemukakan oleh Plautus pada tahun 945 SM dan dipopulerkan oleh Thomas Hobbes, seorang filsuf dari Inggris, untuk menggambarkan situasi masyarakat yang diwarnai oleh persaingan dan peperangan. Kita mungkin bisa memahami keterkaitan antara kedua konsep di atas. Manusia sebagai seorang pemain, sering menggunakan spirit “ homo homini lupus ” dalam setiap permainan yang diperankan. Akhirnya, bukan lagi kehendak dan aturan main yang manusia (pemain) andalkan tetapi naluri/instink yang membangkitkan agresivitas-lah yang lebih diandalkan dalam proses permainan atau perlombaan.
@ Penulis kepada umat di Ibrani mengajak kita lewat tulisannya yang kita dengar hari ini: “ Marilah kita berlari dengan tabah hati dalam perlombaan yang diwajibkan kepada kita …” Yang penulis maksudkan adalah perlombaan untuk mengarahkan diri pada Yesus dengan menanggalkan semua beban dan dosa. Jika kita adalah sungguh-sungguh “ homo ludens”, hendaklah kita bermain atau berlomba dalam mendekatkan diri kepada Yesus. Pemazmur menegaskan “isi atau substans” dari permainan yang hendak kita lakoni yaitu “pencaharian akan Allah”. Jika benar bahwa di dalam diri kita selalu ada kecenderungan untuk “bersaing”, yang tercermin dalam ungkapan homo homini lupus , maka hendaklah persaingan itu kita arahkan kepada hal-hal yang baik, hal-hal yang berdaya guna bagi kebaikan dan keselamatan bersama.
@Pengalaman yang kita dengar di dalam cerita Injil hari ini setidaknya memberikan kita contoh-contoh yang baik tentang “apa sesungguhnya” yang menjadi “isi dari permainan” yang kita lakoni di dalam hidup dan “spirit atau roh mana” yang sesungguhnya mesti kita kenakan dalam partisipasi kita akan permainan atau perlombaan yang kita jalani di dalam keseharian hidup kita. Belajar dari oarng banyak di dalam cerita injil hari ini, marilah kita berbondong-bondong datang kepada Tuhan dan bukan hanya pada saat kita sedang kesulitan, atau hanya pada saat NAPAS. Belajar dari tokoh Yairus (Kepala Rumah Ibadat), marilah kita berlomba-lomba membawa sesama (anak-anak kita) datang kepada Yesus untuk disegarkan-dikuatkan-diteguhkan, baik di dalam doa di rukun maupun di dalam Ekaristi Kudus dan dalam pelayanan sakramen-sakramen lainnya. Kita mungkin akan mengalami banyak halangan atau rintangan ketika kita hendak membawa sesama atau anak-anak kita kepada Tuhan. Namun sebagaimana yang telah Yesus tunjukkan kepada Yairus yang mempunyai iman dan kepasrahan pada Tuhan, hendaklah kita tidak mundur, namun terus maju demi mendekatkan sesama kita kepada Tuhan. Belajar dari Perempuan yang sudah dua belas tahun menderita pendarahan, kita berlomba-lomba datang kepada Yesus dengan membawa seluruh diri, kegembiraan dan atau kesedihan/kesusahan yang kita alami. Betapapun berat dan kelamnya lumpur dosa yang membaluti diri kita, marilah berlomba datang kepada Tuhan yang adalah sumber segala penyembuhan.
@Akhirnya, apapun beratnya tantangan dan rintangan di dalam hidup ini, mari kita tidak pernah putus asah untuk menjadi PEMAIN (baca: pewarta/penyaksi iman) dengan mengandalkan spirit CINTA – PENGAMPUNAN – DAMAI. Kita berlomba menjadi pemain di dalam relasi satu dengan yang lain dengan mengandalkan semangat/spirit CINTA – PENGAMPUNAN – DAMAI dan bukan dengan mengandalkan spirit homo homini lup us. Have a wonderful day filled with love, mercy and peace. Warm greetings from Masohi manise….. padrepiolaterengsvd 🤝🤝🤝🤝🤝🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽
EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA METROPOLITAN JAKARTARabu, 05 Februari 2025Injil: Mrk. 6 : 1 -…
EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA METROPOLITAN JAKARTASelasa, 04 Februari 2025Injil: Mrk. 5 : 21 -…
Siang ini di group para RomoParoki Pinggiran di Keuskupan Amboina, seorang Romo mengirim foto dan…
EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA METROPOLITAN JAKARTASenin, 03 Februari 2025Injil: Mrk. 5 : 1 -…
Mal 3:1-4; Ibr 2:14-18; Luk 2:22-40 Pesta Yesus Dipersembahkan di Kanisah Minggu, 2 Februari 2025 Keluarga Kristiani adalah persektuan antar pribadi, baikitu persekutuan antara suami-istri, keibuan dan kebapaan, maupun persekutuan antara orang tua dan anak (FC, art. 15). Keluarga merupakan komunitas cinta kasih antar pribadi. Poros dari keluarga adalah cinta kasih yang didasarkan pada cinta kasih Kristus. Keluarga Kristiani bukan sebuahpersekutuan sosial semata atau ceremony atau ritual lahiriah, tetapi tanda dan sarana keselamatan Allah. Keluarga adalahsakramen. Kristus hidup dan tinggal di dalam kehidupankeluarga. Dia tinggal bersama keluarga, memberi keluargakekuatan untuk mengikuti-Nya dengan memanggul salibkeluarga sendiri, untuk bangkit kembali setelah jatuh, untuksaling mengampuni, untuk menanggung beban satu sama lain.Kehidupan keluarga harus menghadirkan hubungan Kristusdan Gereja yang penuh kasih. Di dalam kehidupan keluarga, pasangan suami istri dan anak-anak dalam keluarga harusmenjadi gambara cinta dan keselamatan Kristus terhadapGereja (bdk. AL, art. 72-73). Dua tujuan membangun keluarga kristiani adalah demi kebahagiaan suami istri dan pendidikan anak. Pasangansuami-istri Kristiani bersepakat untuk menikah dan hidupdalam satu komunitas yang tetap demi kebahagiaan suami-istri tersebut. Hubungan mesrah suami-istri dalampersekutuan ini terarah bagi kebaikan suami-istri sendiri. Persekutuan suami-istri terarah kepada prokreasi (keturunan)…
REFLEKSI HARI MINGGU DARI KOTA AMBON MANISEMinggu, 02 Februari 2025Pesta Yesus Dipersembahkan di KenisahInjil: Luk.…