EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA AMBON MANISESenin, 25 Maret 2024Senin dalam Pekan SuciInjil : Yoh.…
DAILY WORDS, MINGGU, 02 FEBRUARY 2025
BY RP. PIUS LAWE, SVD
BACAAN I : MAL 3 : 1 – 4
MAZMUR : MZM 24: 7.8.9.10
BACAAN II : IBR 2: 14 – 18
INJIL : LUK 2: 22– 40
BERKANJANG DALAM ROH KUDUS
UNTUK BERJUMPA DENGAN SANG TERANG – PENEBUS DUNIADalam refleksi hari ini, ada tiga bagian yang hendak saya syeringkan. *Pertama* , ketekunan di dalam menantikan sesuatu yang baik termasuk menantikan kedatangan Sang Juru Selamat di dalam hidup kita. *Kedua* , pentingnya menghidupi kebiasaan baik di dalam adat istiadat atau budaya kita. *Ketiga* , mempersembahkan apa yang menjadi “suatu kelahiran baru” yang dihidupi sejak Natal hingga saat ini. _Pertama_ , ketekunan dalam penantian. Pekerjaan “menunggu” bukanlah hal yang mudah. Bayangkan saja ketika kita ada pada posisi menunggu “kendaraan” yang lewat untuk menempuh jarak tertentu menuju ke tempat tujuan yang hendak kita tuju, kita akan menjadi bosan dan bahkan lelah apabila kendaraan yang kita nantikan itu tak kunjung tiba. Mungkin di dunia jaman ini yang mana komunikasi via telepon sudah jauh lebih maju, kita tentunya dapat mengukur lamanya waktu untuk menanti. Artinya, ketika dunia kita semakin maju, segalanya sudah jauh lebih “terukur”. Saya teringat ketika masih di bangku Sekolah Dasar di kampung halamanku, Tana Tereket, Lembata. Apabila orang tua kami hendak pergi ke pasar (ke Lewolein atau Tapolangun, atau ke Lewoleba), mereka sudah harus menunggu sejak pagi subuh. Kendaraan yang ditunggu hanya dua atau tiga buah yaitu bus Dioses, Taruna Jaya dan Alam Jaya. Fatalnya, apabila mereka sudah menunggu begitu lama namun tidak ada lagi kursi yang tersedia bagi mereka untuk menumpang mobil bersangkutan. Dalam hal ini, kesabaran seseorang sungguh-sungguh diuji. Bila dibandingkan dengan “penantian” yang kita dengar dalam Kitab Suci oleh bangsa Israel pada jaman nabi Maleakhi dalam Perjanjian Lama (PL) dan penantian Simeon dan nabi Hana dalam Kitab Suci Perjanjian Baru (PB), penantian orang tuaku dalam pengalaman yang saya syeringkan di alinea sebelumnya itu tidak berarti apa-apa. Pekerjaan “menanti” atau “menunggu” di jaman kita, betapapun lama dan membosankan, toh masih bisa ditakar atau diukur. Bandingkan dengan pekerjaan “menunggu” Sang Penebus atau Sang Juru Selamat. Hal ini tentulah sangat sulit dibayangkan karena tidak ada “jangka waktu” tertentu yang ada dalam ramalan setiap nabi yang muncul pada era Perjanjian Lama (PL). Meskipun demikian, ada orang-orang yang menanti dengan penuh iman dan harapan. Injil hari ini mengisahkan dua tokoh iman yang luar biasa. Mereka adalah Simeon dan Hana (nabi perempuan). Ditulis dengan jelas di dalam injil bahwa Simeon adalah seorang yang benar dan saleh hidupnya, Roh Kudus ada di atasnya dan kepadanya telah dinyatakan oleh Roh Kudus bahwa ia tidak akan mati sebelum melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan. begitupun dengan Hana – nabi Perempuan. Dikatakan bahwa Hana tidak pernah meninggalkan Bait Allah, dan siang malam beribadah dengan berpuasa dan berdoa. Dari penjelasan Injil ini, saya dapat menyimpulkan bahwa PENGHARAPAN dan atau PENANTIAN kita akan sesuatu yang baik termasuk pengharapan akan penebusan oleh Allah atas diri kita menjadi teguh apabila kita DEKAT DENGAN ALLAH. Kedekatan dengan Allah ini tercermin di dalam ketekunan kita untuk berdoa. Kita dapat berdoa secara pribadi, berdoa di rumah tangga kita masing-masing, maupun berdoa di dalam Ekaristi dan ibadat-ibadat di rukun atau di dalam kelompok kategorial dengannya kita bergabung. _Kedua_ , pentingnya menghidupi kebiasaan baik di dalam adat istiadat atau budaya kita. Iman akan Kristus Yesus bukan berarti kita menyingkirkan segala yang baik di dalam budaya dan adat istiadat tempat kita berasal. Ingat, apapun agama Ambramic (Yahudi, Kristen dan Islam), semuanya lahir jauh kemudian dari pada adat istiadat yang kita anut. Lagi pula, kekristenan yang kita anut tidak secara otomatis menyingkirkan semua tata adat istiadat dan budaya yang dihidupi sejak dahulu kala. Hal ini sengaja saya kemukan di sini mengingat orang tua Yesus (Maria dan Yusuf) mengikuti dengan setia Hukum Taurat, yaitu dengan membawa anak kekasihnya ke Bait Allah untuk dipersembahkan setelah 40 hari kelahirannya. Inilah kesetiaan yang ditunjukkan oleh orang tua Yesus meskipun mereka berdua menyadari bahwa anak ini adalah utusan khusus dari Allah yang pada suatu hari akan membawa pembebasan bagi Israel. _Ketiga_ , Setelah 40 hari, terhitung dari hari kelahiran Yesus, orang tua-Nya membawa Dia ke Bait Allah untuk dipersembahkan sesuai dengan Hukum Taurat. Dalam masa empat puluh hari ini, tentu saja ada kegembiraan karena kelahiran baru, namun juga ada kecemasan karena kondisi rentan seorang anak manusia dalam usia yang masih sangat belia dan boleh dikatakan rapuh. Jika dari kita, di saat perayaan Natal, juga lahir baru, maka tentu saja kita juga ada dalam dua kondisi di atas. Pertama, kita sangat bergembira karena ada kelahiran baru dalam diri. Kedua, kita juga sadar akan situasi “rentan” atau “rapuh”nya niat hati yang baru itu. Dan karena itu, mari kita persembahkan kegembiraan dan sekaligus kecemasan yang ada di dalam diri kita oleh karena kelahiran baru dalam hal apa saja. Semoga Tuhan berkenan menyucikannya dan menguatkannya untuk keberlanjutan hidup, dan keberlanjutan ziarah iman kita. Akhirnya, mari kita belajar untuk berkanjang di dalam Roh Kudus lewat doa yang tekun, terlebih ketika kita sedang mengharapkan sesuatu dari Tuhan. Mari belajar untuk menghargai tata istiadat kita masing-masing, karena di dalamnya ada nilai-nilai universal yang bernuansa kristiani untuk kita hidupi demi pertumbuhan dan perkembangan iman kita. Mari kita mohon penyertaan Roh Kudus agar niat hati yang telah kita bangun sejak Natal sebagai bagian dari KELAHIRAN BARU masing-masing kita, Tuhan berkati dan kuatkan. _Have a wonderful Sunday filled with love and mercy. Warm greetings from Masohi manise….…_ *padrepiolaweterengsvd*
EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA METROPOLITAN JAKARTARabu, 05 Februari 2025Injil: Mrk. 6 : 1 -…
DAILY WORDS, SELASA, 04 FEBRUARY 2025HARI BIASA, PEKAN BIASA IVBY RP. PIUS LAWE, SVD BACAAN…
EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA METROPOLITAN JAKARTASelasa, 04 Februari 2025Injil: Mrk. 5 : 21 -…
Siang ini di group para RomoParoki Pinggiran di Keuskupan Amboina, seorang Romo mengirim foto dan…
EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA METROPOLITAN JAKARTASenin, 03 Februari 2025Injil: Mrk. 5 : 1 -…
Mal 3:1-4; Ibr 2:14-18; Luk 2:22-40 Pesta Yesus Dipersembahkan di Kanisah Minggu, 2 Februari 2025 Keluarga Kristiani adalah persektuan antar pribadi, baikitu persekutuan antara suami-istri, keibuan dan kebapaan, maupun persekutuan antara orang tua dan anak (FC, art. 15). Keluarga merupakan komunitas cinta kasih antar pribadi. Poros dari keluarga adalah cinta kasih yang didasarkan pada cinta kasih Kristus. Keluarga Kristiani bukan sebuahpersekutuan sosial semata atau ceremony atau ritual lahiriah, tetapi tanda dan sarana keselamatan Allah. Keluarga adalahsakramen. Kristus hidup dan tinggal di dalam kehidupankeluarga. Dia tinggal bersama keluarga, memberi keluargakekuatan untuk mengikuti-Nya dengan memanggul salibkeluarga sendiri, untuk bangkit kembali setelah jatuh, untuksaling mengampuni, untuk menanggung beban satu sama lain.Kehidupan keluarga harus menghadirkan hubungan Kristusdan Gereja yang penuh kasih. Di dalam kehidupan keluarga, pasangan suami istri dan anak-anak dalam keluarga harusmenjadi gambara cinta dan keselamatan Kristus terhadapGereja (bdk. AL, art. 72-73). Dua tujuan membangun keluarga kristiani adalah demi kebahagiaan suami istri dan pendidikan anak. Pasangansuami-istri Kristiani bersepakat untuk menikah dan hidupdalam satu komunitas yang tetap demi kebahagiaan suami-istri tersebut. Hubungan mesrah suami-istri dalampersekutuan ini terarah bagi kebaikan suami-istri sendiri. Persekutuan suami-istri terarah kepada prokreasi (keturunan)…