Categories: Daily WordsRenungan

CARA YANG BERBEDADALAM MENJALANKAN AMANAT YANG SAMA

DAILY WORDS, SABTU, 25 JANUARY 2025
PESTA PERTOBATAN ST. PAULUS, RASUL
BY RP. PIUS LAWE, SVD

BACAAN I : KIS 22: 3– 16
MAZMUR : MZM 117: 1.2
INJIL : MKR 16: 15– 18

@ “Pergilah ke seluruh dunia, beritatkanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum…” Inilah kata-kata dari Yesus saat Dia menampakkan diri kepada kesebelas murid setelah kebangkitanNya dari antara orang mati. Perintah Yesus ini telah dijalani oleh jutaan bahkan miliaran utusan Tuhan ke seluruh penjuru dunia selama dua-puluan abad lebih atau selama 2000-an tahun. Awalnya, para pengikut Yesus mulai bergerak menyerukan pertobatan dan selanjutnhya membaptis orang-orang di seputar wilayah Palestina. Namun dengan adanya pertobatan St. Paulus, Rasu,l dan oleh gerakan Roh Kudus melalui dia dan pengikutnya, Injil berhasil dibawa keluar dari tanah Palestina. Kristus semakin dikenal bahkan melewati sekat-sekat kultural Yahudi alias bansa-bangsa non Yahudi. Ini sebuah gebrakan ketika Injil, bukan hanya diwartakan melampaui wilayah territorial Palestina tetapi juga melampaui sekat budaya/kultur Yahudi. Puji Tuhan – Alleluia. Mengapa? Ya, karena hal di atas sesuai dengan bunyi dan isi dari amanat Yesus, “Pergilah ke seluruh dunia” dan bukan hanya di seputar wilayah Palestina. “Beritakanlah Injil kepada segala makhluk” dan bukan hanya pada orang-orang yang berbudaya Yahudi. Puji Tuhan – Alleluia, oleh karena konsistensi penyebaran yang sesuai dengan amanat Tuhan sendiri, kita semua yang menamakan diri pengikut Kristus akhirnya dibaptis.

@ Ya, terbukti betapa dasyatnya gaung atau gema dari perintah Yesus itu. Dua-ribuan tahun tidak membuat perintah ini menjadi usang atau legam bahkan lenyap begitu saja. Bahkan sampai dengan hari – jam – menit – detik ini, orang-orang sedang dibaptis untuk menjadi pengikut Kristus. Amazing!!! Di satu sisi, hal ini patut kita syukuri dan bahkan banggakan. Namun di sisi lain, kita mesti melihatnya secara lebih kritis di dalam dunia yang semakin plural alias diverse. Expansi kekristenan tidak berarti ini merupakan gerakan pemberhentian semua praktek keyakinan oleh agama-agama besar dan aliran-aliran kepercayaan yang lain. Tidak! Serempak juga, kekristenan dan anggota Gereja yang mewartakan Injil bertemu atau bersentuhan dengan ajaran-ajaran agama lain yang mungkin sudah jauh lebih tua selain agama Yahudi darinya kekristenan lahir. Ada Hindu, Kongfutzu, Budha, dll. Agama-agama ini sudah jauh lebih tua dari penyebaran dan praktek kekristenan. Dulu, ketika kolonialisme negara-negara Eropa sedang berjalan dan merambah wilayah-wilayah di benua-benua yang lain demi tujuan ekonomis melalui hegemoni politik dan sosial, beriringan dengan tujuan itu, kekristenan pun diwartakan. Boleh dikatakan bahwa ini sebuah blessings in disguise tetapi juga merupakan suatu kerentanan bagi kekristenan itu sendiri. Mengapa? Ya, hemat saya, karena wajah dan power/kekuatan kolonialisme itu turut memengaruhi secara psikologis rakyat atau penduduk asli untuk masuk dan menjadi penganut kristiani. Kasarnya, kekristenan mungkin berwajahkan dan bahkan berspirit-kan dan ber-aura kolonial. Wah… hal ini mesti diwaspadai karena tentu saja telah berimbas pada berbagai kebijakan sipil dan religius yang menguntungkan gereja namun berbau atau beraroma kolonial.

@ Point di atas dapat saya pertajam dalam satu kalimat ini: Gereja ber-aura kolonial. Jika Gereja ber-aura kolonial, tentu saja Gereja menjadi feodal dalam berbagai macam gerak geriknya di dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangannya. Hal ini tentu saja membawa begitu banyak resistensi apalagi berhadapan dengan perkembangan teknologi yang makin serba digital. Bukan soal “perkembangan teknologi yang serba digital” tetapi bahwa sejak dahulu saat penyebaran-pertumbuhan dan perkembangan kekristenan, sentuhan dengan agama dan budaya lain yang lebih tua dan bahkan more civilized (peradaban mereka yang sudah lebih maju), telah dan akan selalu menimbulkan gesekan atau bahkan perlawanan atau resistetnsi. Hal ini sudah menjadi kenyataan sejarah yang tidak dapat dipungkiri.

@ Berhadapan dengan kenyataan “keragaman dalam dunia sosial kemasyarakatan” dan “keyakinan/agama dan budaya yang lebih tua”, Gereja tidak bisa mempertahankan cara “membaptis” dan cara “penyebaran Injil” yang klasik atau tradisional. Cara klasik atau tradisional dalam penyebaran Injil tentu saja tidak mempan dan tidak selaras jaman. Sekali lagi, resistensi akan semakin dasyat untuk menentang cara-cara tradisional pewartaan Injil di dalam satu dunia yang semakin modern yang serba digital ini. Pertanyaan yang timbul dalam benak saya: cara apa yang lebih mumpuni di era dunia yang semakin ragam dan digital ini?

@ Pertobatan St. Paulus mungkin juga menjadi pertobatan diri saya sendiri. Saya sebagai salah satu dari jutaan atau miliaran orang, yang oleh karena rahmat baptisan, harus mewartakan Injil dan membaptis, tidak lagi menggunakan cara-cara lama yang dapat membangkitkan resistensi atau perlawanan. Saya mesti bertobat dari cara saya yang mungkin cenderung ber-aura kolonial dan feodal. Saya munkin tidak lagi dengan kata-kata persuasive dalam memengaruhi orang untuk mengikuti Kristus. Saya harus bertobat dan menjadi lebih rendah hati. Kerendahan hati dapat mendorong saya untuk bisa berbaur dengan siapa saja yang berbeda dengan saya dalam berbagai macam bidang kehidupan termasuk agama. Di sana, saya melatih diri untuk mengunggulkan PERBUATAN BAIK YANG TULUS dan JUJUR tanpa harus bersikap militant dalam ajaran-ajaran verbal. Cukup dengan perbuatan-perbuatan nyata yang menghembuskan nilai-nilai universal: cinta kasih dan pengampunan, keadilan dan damai, saya yakin, orang akan datang dan menawarkan diri untuk mengikuti Yesus (baca: memohon untuk dibaptis dalam nama Yesus). Dari cara ini, saya yakin bahwa saya tidak sedang menyerang orang lain dengan ajaran verbal yang militant. Saya hanya membiarkan diri saya dan pembawaan diri saya menjadi SABDA YANG HIDUP yang membawa orang kepada pengakuan akan KRISTUS sebagai satu-satunya JALAN – KEBENARAN – HIDUP.

@ Ya, pertobatanku yang real adalah dengan MENJALANKAN AMANAT YANG SAMA dalam CARA YANG BERBEDA tanpa menampakkan wajah dan aura KOLONIALISME DAN FEODALISME. Ya, karena Yesus bukan seorang yang kolonial dan feodal. Kita saling mendoakan semoga kita sungguh-sungguh menjalankan perintah yang sama yaitu mewartakan Injil dalam CARA YANG BERBEDA yang lebih ramah dan penuh penghargaan terhadap dunia yang semakin plural. Dalam cara yang genuine, kita memang punya ANEKA WAJAH namun tetap dalam SATU HATI – SATU ROH…. have a blessed dan wonderful day filled with love and mercy. Warm greetings to you all! padrepiolaweterengsvd 🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽

keuskupan amboina

Recent Posts

MEMBENCI KARENA IRI HATI

EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA METROPOLITAN JAKARTARabu, 05 Februari 2025Injil: Mrk. 6 : 1 -…

15 hours ago

HOMO LUDENS ET HOMO HOMINI LUPUS

DAILY WORDS, SELASA, 04 FEBRUARY 2025HARI BIASA, PEKAN BIASA IVBY RP. PIUS LAWE, SVD BACAAN…

1 day ago

JANGAN PERNAH MERAGUKAN SEMUA YANG ANDA MINTA DENGAN PENUH IMAN

EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA METROPOLITAN JAKARTASelasa, 04 Februari 2025Injil: Mrk. 5 : 21 -…

1 day ago

ROMO PINGGIRAN DENGAN BAKAT MEMAHAT DAN MENGUKIR YANG TERSEMBUNYI

Siang ini di group para RomoParoki Pinggiran di Keuskupan Amboina, seorang Romo mengirim foto dan…

2 days ago

KUAT KUASA YESUS DASYAT UNTUKMU BILA ENGKAU PERCAYA DAN BERSERAH

EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA METROPOLITAN JAKARTASenin, 03 Februari 2025Injil: Mrk. 5 : 1 -…

3 days ago

KELUARGA ADALAH KOMINITAS IMAN

Mal 3:1-4; Ibr 2:14-18; Luk 2:22-40 Pesta Yesus Dipersembahkan di Kanisah Minggu, 2 Februari 2025  Keluarga Kristiani adalah persektuan antar pribadi, baikitu persekutuan antara suami-istri, keibuan dan kebapaan, maupun persekutuan antara orang tua dan anak (FC, art. 15). Keluarga merupakan komunitas cinta kasih antar pribadi. Poros dari keluarga adalah cinta kasih yang didasarkan pada cinta kasih Kristus. Keluarga Kristiani bukan sebuahpersekutuan sosial semata atau ceremony atau ritual lahiriah, tetapi tanda dan sarana keselamatan Allah. Keluarga adalahsakramen. Kristus hidup dan tinggal di dalam kehidupankeluarga. Dia tinggal bersama keluarga, memberi keluargakekuatan untuk mengikuti-Nya dengan memanggul salibkeluarga sendiri, untuk bangkit kembali setelah jatuh, untuksaling mengampuni, untuk menanggung beban satu sama lain.Kehidupan keluarga harus menghadirkan hubungan Kristusdan Gereja yang penuh kasih. Di dalam kehidupan keluarga, pasangan suami istri dan anak-anak dalam keluarga harusmenjadi gambara cinta dan keselamatan Kristus terhadapGereja (bdk. AL, art. 72-73).  Dua tujuan membangun keluarga kristiani adalah demi kebahagiaan suami istri dan pendidikan anak. Pasangansuami-istri Kristiani bersepakat untuk menikah dan hidupdalam satu komunitas yang tetap demi kebahagiaan suami-istri tersebut. Hubungan mesrah suami-istri dalampersekutuan ini terarah bagi kebaikan suami-istri sendiri. Persekutuan suami-istri terarah kepada prokreasi (keturunan)…

3 days ago