Categories: Daily WordsRenungan

KUNCINYA ADA PADA “IMAN-MU KEPADA ALLAH”

DAILY WORDS, SELASA, 02 JULY 2024
PEKAN XIII MASA BIASA
BY RP. PIUS LAWE, SVD

BACAAN I : AM 3: 1 – 8; 4: 11 – 12
MAZMUR : MZM 5: 5– 6. 7. 8
INJIL : MAT 8: 23 – 27

@ Ini merupakan sebuah penyakit klasik: ketidak-percayaan. Adam dan Hawa tidak percaya jika Allah dapat menjamin hidup mereka. Akhirnya, Hawa tergoda untuk makan buah dan Adam pun ikut melakukan hal yang sama. Mereka berdua jatuh. Benar, semuanya bermula dari ‘ketidak-percayaan” atau “keraguan” akan kemahakuasaan Allah yang dapat menjamin hidup mereka. Ketidakpercayaan ini berakar dari satu kesombongan.

@ Penyakit klasik ini merambat terus, turum temurun. Israel yang telah diselamatkan Allah dari penindasan bangsa Mesir, masih juga tidak yakin kalau Allah dapat menjamin kelangsungan hidup mereka. Sepanjang empat puluh tahun peziarahan mereka menuju Tanah Terjanji, Israel sering tidak setia menjalankan firman dan perintah Tuhan. Mereka bahkan meragukan kesetiaan Allah dalam menjamin hidup dan keselamatannya. Berulang kali mereka membelot dari hadapan Allah. Dewa-dewi bangsa asing mereka sembah. Mereka lebih memilih untuk lepas bebas dari Allah yang telah membawa mereka keluar. Bahkan sampai di Tanah Terjanji, ketika mereka sudah menjadi sebuah kerajaan dengan masa-masa jaya-nya, mereka toh tetap meragukan kesetiaan Allah sebagai penjamin hidup dan keselamatannya. Hal inilah yang diperangi oleh nabi Amos melalui teriakan-teriakan profetis-nya. Semuanya ini lahir dari KETIDAK-PERCAYAAN Israel jika Allah dapat menjamin hidup dan keselamtan mereka. Baik kerajaan Israel di bagian Utara maupun kerajaan Yehuda di Selatan, keduanya mengalami masa krisis dan pada akhirnya menjadi hancur berantakan. Bahkan orang-orangnya bersama para rajanya digiring ke tanah pembuangan. Itulah imbas dari KETIDAK-PERCAYAAN mereka akan kemahakuasaan dan kesetiaan Allah.

@ Ketidak-percayaan sebagai sebuh “penyakit klasik” lebih tampak ketika Israel menghadapi tangangan dan rintangan. Mereka bukan mengandalkan kekuatan Allah di dalam menghadapi tantangan dan rintangan. Sebaliknya mereka menyalahkan Allah sebagai biang kerok dari penderitaan yang mereka alami. Mereka juga melihat jika tantangan dan rintangan itu merupakan bukti ketidak-mampuan Allah di dalam menjamin hidup dan keselamatannya. Oleh karena itu, mereka lebih memilih untuk menyembah pada ilah atau dewa/I bangsa asing. Bagi Israel, kalau dengan Allah, semuanya mesti “baik-baik saja” atau “selalu beres”. Padahal, hidup yang sesungguhnya bukanlah demikian. Allah mesti kita sertakan di dalam menghadapi tantangan dan rintangan. Bukan sebaliknya menyalahkan Allah sebagai, atau biang keladi penderitaan, atau “yang tidak mampu” mengatasi segala penderitaan, atau yang “tidak peduli” pada nasib manusia. Lagi-lagi Allah yang disalahkan. Tidak adil bagi manusia jika menyalahkan Allah di saat penderitaan itu datang. Sementara ketika manusia dalam euphoria karena bernasib baik, mereka melupakan Allah. Entakah ini suatu sikap iman yang “ fair ”?

@ Pengalaman para murid yang sedang bersama Yesus menyeberang danau Galilea dan dihantam angin sakal, merupakan sebuah pengalaman iman yang sarat makna. Ada dua hal yang mau saya garis-bawahi berhubungan dengan peristwa dimaksud. Pertama , angin sakal itu sesuatu yang alamiah. Alam berproses seturut hukumnya (hukum alam). Angin sakal atau bencana apapun bukanlah sesuatu yang dikirim oleh Allah untuk menguji iman manusia. Ini merupakan satu fenomena alam yang lumrah atau alamiah sesuai dengan hukum alam. Sama halnya dengan penderitaan lain yang timbul oleh karena bencana alam. Itu adalah bagian dari fenomena alam. Ada wabah penyakit baik yang timbul oleh karena ketidak-seimbangan di atas alam ini. Ada gempa bumi dan tsunami yang merupakan akibat dari tumbukan lempeng-lempeng bumi, dstnya. Kedua , dalam menghadapi semua penderitaan oleh karena proses alamiah ini, Allah yang mesti kita andalkan. Ingat pengalaman para murid saat bersama Yesus ketika angin sakal menimpa perahu mereka. Para murid Yesus menyerukan namaNya ketika mereka panik dan ketakutan. Sangat manusiawi jika kita menjadi panik dan menjadi takut. Namun, langkah yang kita ambil ketika kita sedang panik dan menjadi takut, inilah yang membuat kita menjadi beda dengan orang-orang yang tidak yakin akan kemahakuasaan Allah di dalam hidup mereka.

@ Sebagai orang beriman, kita mestinya bersandar pada Allah ketika badai hidup datang menerpa. Kuncinya adalah apakah kita sungguh mengimani Allah sebagai satu-satunya yang paling berkuasa mengontrol segala-galanya di dalam semesta ini atau sebaliknya, kita lebih percaya pada dan mengandalkan kekuatan-kekuatan lain dan kemampuan diri kita sendiri. Mari kita mengakhiri hari ini dengan bertanya diri: apakah kita sungguh-sungguh mengandalkan kekuatan Allah ketika kita menghadapi badai di dalam hidup ini? Apakah “iman kepada Allah” sungguh-sungguh menjadi pegangan kita? Have a wonderful night filled with love and compassion. Warm greetings to you all… padrepiolaweterengsvd 🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽🙏🏽

keuskupan amboina

Recent Posts

“BAPA USKUP, BOLEHKAH MEMBELI “UKULELE”UNTUK KAMI?”

Dari Stasi Pinggiran St. Petrus Kalar-Kalar, Aru Selatan Barat “Ketika ada jedah lagu, tiba-tiba gadis…

4 hours ago

MENOLAK KEBAIKAN DAN MEMBINASAKAN ORANG BAIK

EMBUN ROHANI PAGI DARI KOTA MUTIARA DOBOJumat, 22 November 2024Injil: Luk. 19 : 45 -…

13 hours ago

SADAR DAN BERTOBATLAH SEBELUM ORANG LAIN MENANGISIMU

EMBUN ROHANI PAGI DARI STASI FERUNI, PULAU TRANGAN, ARU SELATANKamis, 21 November 2024Injil: Luk. 19…

2 days ago

KEMBANGKANLAH TALENTAMU

EMBUN ROHANI PAGI DARI STASI SALAREM, KEPULAUAN ARURabu, 20 November 2024Injil: Luk. 19 : 11…

3 days ago

TUHAN SEDANG MENCARIMU

Selasa, 19 November 2024Injil: Luk. 19 : 1 - 10 EMBUN ROHANI PAGI DARI STASI…

3 days ago

MEMOHON KEPADA TUHAN DENGAN PENUH IMAN

EMBUN ROHANI PAGI DARI STASI BELTUBUR, KEPULAUAN ARUSenin, 18 November 2024Injil: Luk. 18 : 35…

4 days ago