KETULUSAN DAN KETAATAN IMAN


Yes. 7:10-14; Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6; Rm. 1:1-7; Mat. 1:18-24
Adven IV/Minggu, 18 Desember 2022
RD. Novly M

Injil hari ini menyebutkan bahwa: “Pada waktu Maria, ibu Yesus, bertunangan dengan Yusuf, ternyata Maria mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri” (Mat 1:18). Pernyataan ini menegaskan bahwa Peristiwa kelahiran Yesus Kristus benar-benar sebuah internvensi Allah. Yesus lahir bukan karena sebuah tindakan biologis seorang manusia tetapi karena tindakan Roh Kudus. Roh Kudus yang menaungi Maria sehingga Maria bisa mengandung dan melahirkan Yesus. Peran Roh Kudus inilah yang membuat sehingga Maria tetap kudus dan perawan. Peran Roh kudus dalam kelahiran Yesus untuk menyatakan bahwa Maria tetap perawan sebelum, pada saat dan setelah melahirkan Yesus (virginitas ante partum, in partu, post partum). Peran Roh Kudus ini juga menunjukkan bahwa Yesus Kristus sejak awal adalah kudus, bahkan dalam kemanusiawian-Nya, Dia tetap kudus.

Selain itu, injil hari ini menggambarkan salah satu sosok penting yang memiliki iman yang kuat dalam menemani Maria dan Yesus, yaitu Yusuf. Sebagai orang tua bagi Yesus, dan suami dari Maria, Yusuf sangat tulus dan taat pada kehendak Tuhan. Ketika mendengar berita tentang Maria yang dikandung dari Roh Kudus, Yusuf yang saat itu masih bertunangan dengan Maria, hendak meninggalkan Maria. Caranya adalah hendak meninggalkan Maria secara diam-diam, tanpa mencemari nama Maria. Ini ketulusan atau kesucian hati Yusuf. Dia tidak mau menghancurkan nama Maria. Dalam kebimbangan ini, justru Dia tetap mau menerima Maria sebagai istri-Nya karena ketaatan pada perintah Tuhan. Sikap Yusuf ini adalah sebuah sikap iman yang kuat.

Ketulusan hati dan ketaatan kepada Tuhan kadang kala menjadi pergumulan dalam kehidupan iman. Yusuf memberi diri secara total dan tulus kepada Maria dan Yesus. Dia menjadi pelindung yang lemah lembut, menyelesaikan persoalan bukan dengan kata-kata kasar, gossip, tetapi dengan tenang dan kasih. Ketika Yusuf mendengar berita bahwa Maria telah mengandung dari Roh Kudus, dia dengan hati tulus dan murni, berusaha menyelesaikannya dengan tetap tenang dan penuh kasih. Dia tidak banyak bicara atau menceritakan berbagai persoalan ini untuk memperburuk suasana. Dia pun akhirnya taat kepada Tuhan untuk menerima Maria menjadi istrinya, walaupun pada awalnya hendak meninggalkan Maria. Dia tidak banyak bicara dan hanya taat, serta pasrah terhadap pengalaman imannya. Memang sebagai manusia, dia mungkin kecewa. Tetapi Tuhan berkata, “jangan takut”. Kalimat ini mengesampingkan segala kemarahan dan kekecewaan serta memberi ruang, dengan kekuatan penuh harapan, pada apa yang tidak kita pilih, tetapi pada apa yang Allah kehendaki.

Sikap St. Yusuf ini juga menjadi inspirasi bagi kehidupan kita. Terhadap peristiwa-peristiwa iman atau religius, seperti berdoa, berdevosi, kita hendaknya jangan banyak bicara atau berkomentar. Bersedia menerima dengan taat menjadi tindakan yang perlu ketika berhadapan dengan peristiwa-peristiwa iman. Kita pun, tentu belajar dari St. Yusuf yang berani menerima keadaan yang mungkin tidak dinginkan tetapi itu terjadi.

Ketulusan dan ketaatan inilah yang membuat St. Yusuf sebagai bapa yang dikasihi. Paus Fransiskus dalam surat apostoliknya Patris Corde menyebutkan bahwa St. Yusuf dikasihi karena dia hadir dengan segala ketulusannya untuk melindungi Yesus dan Maria. Kitapun kemudian disayangi oleh anggota keluarga kita, umat rukun kita bila kita sungguh dengan tulus menjalakan peran kita sebagai pelindung. Untuk itu, menjadi suatu alaram dan peringatan bagi kita bila kemudian kita tidak disayangi atau tidak dikasihi atau tidak disukai lagi. Bisa saja itu karena kita kurang dengan tulus hadir menjadi pelindung. Amin.