Hari Minggu Biasa VIII
Sir. 27:4-7; Mzm. 92:2-3.13-14.15-16; 1Kor. 15:54-58; Luk. 6:39-45
Minggu, 2 Maret 2025
Pada tahun 2022, terjadi pertempuran antara Ukraina dan Rusia. Tidak sedikit orang yang meinggal saat itu. Banyak kepala negara bereaksi terhadap peristiwa ini. Paus Fransiskuspun juga turut bereaksi atas kejadian tersebut. Saat memberiaudinesi umum pada tanggal 23 Februari 2022 lalu, Paus Fransiskus mengungkapkan persaannya sebagai reaksi terhadapkonflik Ukraina dan Rusia. Paus Fransiskus mengatakan hatinyasakit atas situasi di Ukrania. Paus mengumkan “Hari Puasauntuk perdamaian” pada Rabu Abu nanti. Paus Fransiskusmengimbau setiap orang yang memiliki tanggung jawab politikuntuk memeriksa hati nurani dengan serius di hadapan Allah, yang adalah Allah perdamaian dan bukan perang, yang adalahBapa dari semua, bukan hanya sebagian, yang ingin kita menjadisaudara dan bukan musuh.
Hari ini, melalui injiil Lukas, Yesus mengingatkan kitatentang kesadaran akan kekurangan dan kelemahan masing-masing orang. Yesus katakan, Mengapakah engkau melihatselumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalammatamu sendiri tidak engkau ketahui? (6:41). Bagaimanakahengkau dapat berkata kepada saudaramu: Saudara, biarlah akumengeluarkan selumbar yang ada di dalam matamu, padahalbalok yang di dalam matamu tidak engkau lihat? Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkauakan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itudari mata saudaramu” (6:42). Kata-kata ini mengingatkan kitauntuk tidak melihat orang lain rendah dan lebih bersalah. Memandang orang lain lebih rendah dan lebih bersalah justruakan memicu pertengkaran dan konflik. Ukraina dan Rusiaberperang karena masing-masing pihak merasa diri paling benar. Rusia percaya bahwa wilayah Ukraina adalah miliki Rusia, sedangkan Ukraina sendiri menyadari bahwa mereka bukanbagian dari Rusia. Dua negara ini percaya pada kebenarannyasendiri, tanpa membuka diri terhadap dialog dan menyadari akankekurangan atau keterbatasan masing-masing. Keduanya merasadiri paling benar dan paling hebat.
Kita pun kadang demikian. Mungkin sebagian dari kitamerasa diri paling hebat, paling benar, paling sempurna. Cara pandang seperti ini menggambarkan bahwa seolah-olahkesalahan hanya ada pada pihak lain, sedangkan diri kita tidak. Situasi seperti ini justru akan memicu perpecehan dan pertengkaran. Untuk itu, kita masing-masing perlu koreksi diri. Kita perlu menyadari bahwa kita pun memiliki keterbatasan, dan memiliki potensi untuk bisa saja lalai dan bersalah. Oleh sebabitu, kita jangan cenderung suka menyalahkan orang lain ataumelihat kekurangan orang lain. Kita harus berusaha juga melihatsisi positif dari orang lain, dan tetap mengoreksi kekuranganyang ada pada orang lain, dan terutama dalam diri kita. Kita harus menghargai orang lain juga karena orang lain berharga. Hati dan pikiran yang positif terhadap orang lain, akanmengantarkan tindakan yang positif, tetapi pikiran dan hati yang selalu negatif terhadap orang lain, akan mengantarkan tindakanyang negatif.
Dalam surat gembala prapaskah 2025, Uskup Amboina, mengajak kita untuk bertanya, “Apa yang salah dengan diri kitasebagai manusia?” Kalimat ini mengantar kita untuk memeriksadiri sendiri dan menyadari kekurangan dan keterbatasan dirisebagai manusia. Terdapat banyak hal yang kurang dalam dirikita yang mengahncurkan kita. Untuk itu, Uskup DiosisAmboina mengajak kita untuk mengadakan pembaruan hidup, tertimewa pembaruan diri dan hati. Bentuk konkrit pembaruanhidup adalah dengan doa, ziarah ke “pintu suci” atau tempatsuci, pengakuan dosa, dan tindakan amal kasih. Semogademikian. @novlymasriat.