PAHLAWAN KEMANUSIAAN DI TALABU


Hari Minggu, 12 Januari 2025, sesudah kembali dari salah satu stasi, saya membuka pesan masuk di WA. Ada sebuah pesan masuk dari seorang umat lokal Taliabu dari kampung Fango:
“Slmat sore bapa pastor, Opa Hendrikus Tawangnaya sdh tiada bapa pastor 😭😭. Minta doa untuk opa Hendrikus Tawangnaya 😭😭. “

Bapa Hendrikus Tawangnaya adalah sosok yang saya kenal ketika menjalani tugas diakonal di Pulau Taliabu selama hampir 3 Minggu. Panggilan khasnya di kampung Fango adalah Tete Hendrik. Panggilan ini adalah panggilan khas dari anak-anak yang dididiknya di sebuah bangunan kecil. Panggilan ini kemudian menjadi panggilan akrab untuk semua orang kampung Fango untuknya.
Tete Hendrik bukan seorang tokoh politik Taliabu. Bukan pula seorang pejabat pemerintahan. Bukan pula seorang guru sertifikasi yang diakui dan digaji negara. Tapi beliau adalah guru dan pejuang kemanusiaan. Karir kemanusiannya bahkan mungkin melampaui para tokoh politik. Dia meninggalkan Negerinya, Nusa Tenggara Timur, untuk mengais rejeki di Maluku Utara, tapi justru Tuhan memilihnya menjadi pejuang kemanusiaan.
Ketika berada di Maluku Utara, ia sadar akan panggilan hidupnya. Ia harus mengabdikan hidupnya untuk Tuhan, dan memperjuangkan kemanusiaan.
Ia “meninggalkan” keluarganya untuk kemanusiaan. Ia pergi dan tinggal di tengah hutan, di kampung Fango, di mana orang-orang asli Taliabu hidup.Ia Mengumpulkan anak-anak Asli Taliabu dan membangkitkan asa mereka akan kehidupan. Mereka yang tidak pernah mengenal pendidikan, diperkenalkan pendidikan. Ia tidak pernah bertanya, berapa uang yang negara berikan kepada saya agar saya bisa mendidik anak-anak. Ia juga tidak bertanya di mana sekolah yang sudah siap agar saya dapat mendidik anak-anak. Ia hanya ingin memulai dengan mendidik dan memperjuangkan kemanusiaan. Ia mendidik mereka dengan sebuah papan dalam ruang kecil. Papan itu dibaginya menjadi dua bagian, Kelas 1,2,3 (bagian I) dan kelas 4,5,6 (Bagian II). Ia bahkan menghubungi sekolah resmi terdekat agar anak-anak yang dihasilkan dari sekolahnya boleh memiliki ijazah sebagai tanda tamat belajar pendidikan dasar.
Dalam keterbatasan itu, anak-anak yang dididiknya itu justru punya kemampuan akademik yang baik, moral dan keutamaan iman yang baik. Terima kasih pejuang kemanusiaan.
Tete Hendrik, Requiescat In Pace.
Kutuliskan ini dari negeri seberang untuk mengenangmu.