MENJADI LUMPUH OLEH SIKAP “BEING SO POSSESSIVE”

DAILY WORDS, KAMIS, 6 JULI 2023
PEKAN BIASA XIII
by RP. PIUS LAWE, SVD

BACAAN I : KEJ 22: 1 – 19
MAZMUR : MZM 116: 1 – 2. 3 – 4. 5 – 6. 8 – 9
INJIL : MAT 9: 1 – 8

@ Kisah Yesus menyembuhkan seorang yang sakit lumpuh merupakan sebuah kisah yang “menarik” bila direnungkan lebih dalam. Benar, kisah ini merangsang kita untuk mencari tahu “mengapa” Yesus membuat seruan atau pernyataan yang tidak sejalan dengan tujuan yang mau dicapai. Seorang lumpuh sudah pasti mempunyai harapan besar untuk “berjalan” secara normal. Namun pernyataan yang Yesus lontarkan terhadap orang lumpuh itu bukanlah “bangunlah dan berjalanlah!” melainkan “Percayalah anakku, dosamu sudah diampuni”. Tentu Yesus mempunyai alasan yang khusus dengan memberi pernyataan atau seruan demikian. Saya coba merekah-rekah apa yang menjadi alasan Yesus mengatakan hal demikian. Bagi Yesus, dan mungkin bagi masyarakat Yahudi pada zamannya, kelumpuhan fisik bukan hanya diakibatkan oleh sebab-sebab fisis. Kelumpuhan fisik dapat juga disebabkan oleh karena seseorang mempunyai beban-beban psikologis dan beban moral – spiritual yang sangat memengaruhi kerja sarat di dalam tubuhnya. Ini hanya mungkin jika kelumpuhan itu dialami oleh seseorang yang lahir secara normal tetapi dalam perjalanan hidupnya, pada periode tertentu dia, menjadi lumpuh secara fisik. Namun bagi seseorang yang lumpuh sejak lahir ke dunia, sering hal ini dikaitkan dengan dosa atau kesalahan yang dilakukan oleh orang tua atau leluhur. Maka kelumpuhan fisik dapat terjadi bila seseorang secara social, terpojok atau terpenjara oleh beban-beban moral spiritual yang kita namakan sebagai DOSA. Jika hal ini sungguh benar, maka tepatlah apa yang menjadi alasan yang logis bagi Yesus untuk memberi perhatian yang lebih ‘komprehensif/menyeluruh” dan bukan partial =/per bagian – perhatian lebih kepada akar dari suatu kasus ketimbang sekedar menemukan hal yang di permukaan saja/fisis.

@ Berdasarkan kisah Abraham yang kita dengar dan renungkan hari ini, saya boleh membuat satu korelasi demikian: saya menjadi lumpuh oleh karena sikap “ being so possessive ” di dalam hidupku. “ Being so possessive” artinya “menjadi begitu terpikat-melekat erat” dengan “kepemilikan” tertentu di dalam hidupku. Saya menjadi begitu melekat erat dengan “barang-barang duniawi” berupa uang, harta benda yang mahal seperti emas, kendaraan yang mewah, pakaian yang serba mewah dan mahal, model rambut yang menelan banyak biaya dalam proses pemodelan-nya, make up yang aduhai dan makan biaya, handphone (hp) yang mahal harganya, dst. Saya juga dapat menjadi begitu melekat erat dengan orang-orang tertentu di dalam hidup. Lebih ekstrim, ketika saya bahkan mengurung orang-orang itu agar tidak bergaul dengan orang lain. Ini hanyalah satu dua contoh kecil bagaimana saya menjadi begitu “possessive” di dalam hidup. Saya juga menjadi begitu “ possessive ” dengan jabatan-kepangkatan-gelar akademik- dst. Saya sungguh sadar, bahwa hal-hal di atas sungguh “ada” dan melekat di dalam diri saya sebagai seorang imam. Saya tidak perlu memikirkan contoh-contoh yang jauh. Satu hal praktis yang mungkin bakal menyiksa saya secara pribadi ketika saya mesti beralih dari satu keadaan yang sudah “mapan” atau “terlalu lama meng-emban-nya” misalnya sebagai pimpinan paroki atau pimpinan Lembaga Pendidikan tertentu, dan beralih ke situasi yang baru di dalam medan pelayananku. Inilah sikap “ being so pessossive” yang sudah tentu akan membuat saya menjadi “lumpuh” dan tidak dapat bergerak maju di dalam hidup. Ya, ktia semua adalah manusia biasa yang mungkin telah “dilumpuhkan” oleh sikap kita yang cenderung sangat “melekat erat” dengan apa yang kita miliki di dalam hidup. Entah dalam bentuknya seperti apa, silahkan mengisi-nya sendiri!

@ Maka dari itu, marilah kita saling mendoakan, agar seperti Abraham, yang meskipun cuma mempunyai anak semata wayang “Izhak”, dia tak segan-segannya mempersembahkannya kepada Allah. Ketika Allah melihat “ketulusan” hati Abraham untuk memberi dari “yang cuma satu” bahkan yang “paling berharga” di dalam hidupnya, Dia menganugerahkan bagi Abraham, rahmat berlimpah: keturunannya seperti bintang di langit dan pasir di pantai. Satu hal yang mungkin, yang turut mempermudah kita untuk keluar dari kungkungan sikap “melekat-erat” yang berlebihan, “memiliki hati yang senantiasa menyukuri apa yang telah Tuhan berikan kepada kita” meskipun apa yang kita miliki itu hanya sedikit atau sederhana di mata dunia. Sebagaimana yang kita dengungkan di dalam antiphon Mazmur hari ini: BERSYUKURLAH KEPADA TUHAN, SEBAB IA BAIK! Ketika kita tahu bersyukur, apa pun yang kita miliki, meskipun itu sedikit dan sederhana, kita tentu rela mempersembahkannya untuk kemuliaan Tuhan dan untuk kebahagiaan sesama di sekitar kita. Semoga kita tidak dilumpuhkan oleh sikap “melekat-erat” – “ being so possessive” dengan segala macam hal duniawi. Have a blessed Thursday – warm greetings to you allpadrepiolawesvd